Tak Ada Makanan yang Buruk, yang Penting Proporsional

Selasa, 03 Maret 2015 - 10:33 WIB
Tak Ada Makanan yang Buruk, yang Penting Proporsional
Tak Ada Makanan yang Buruk, yang Penting Proporsional
A A A
Setiap jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh memiliki porsi masingmasing. Namun, banyak orang yang melanggar batas tersebut hingga muncullah tren penyakit, seperti diabetes hingga penyakit jantung.

Setiap harinya manusia harus mengonsumsi makanan sebagai asupan energi bagi tubuh. Makanan yang dikonsumsi biasanya mengandung zat-zat gizi yang menyumbang asupan kalori per hari tiap individu. Kalori yang dibutuhkan tubuh dapat diambil dari makanan yang mengandung karbohidrat (baik itu sederhana maupun kompleks), protein, dan lemak.

Selain itu, gula, garam, minyak juga kerap ditemui dalam makanan. Namun, kadar zatzat gizi tersebut haruslah menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Sejak meningkatnya jumlah obesitas di beberapa negara, banyak orang mulai mengkhawatirkan jenis makanan yang dikonsumsi tiap hari.

Kalori yang berasal dari makanan berlemak dianggap sebagai pemicu utama obesitas. Karena memang pada kenyataannya lemak dapat menyumbang sekitar 9 kKal tiap gramnya, dan protein atau karbohidrat hanya menyumbang 4 kKal tiap gramnya.

Berdasarkan data statistik yang didapatkan dari Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2010, analisis asupan kalori yang diserap orang dewasa yang berusia sekitar 18–49 tahun menyebutkan, nasi menjadi penyumbang terbesar kalori dalam tubuh sekitar 44%, minuman berpemanis 11%, daging merah dan daging ayam 9%, serta makanan laut (biasanya ikan) 7%.

Untuk menghindari obesitas, asupan makanan yang harus dipenuhi tubuh setiap harinya, yaitu protein 15%, lemak 25%, dan karbohidrat sebanyak 60%. Namun, kebanyakan orang sering melakukan kesalahan dalam pola konsumsinya, seperti protein 20%, karbohidrat 40%, dan lemak 40%.

Jumlah tersebut seperti yang disebutkan oleh Dr Elvina Karyadi MSc PhD SpGK selaku dokter spesialis gizi klinik merupakan pola diet yang buruk. Dengan pola makan yang seperti itu, tren penyakit pada 1990 hingga 2010 di Indonesia, diperkirakan akan berubah secara drastis pada 2015.

Berdasarkan sumber yang diambil dari Health Sector Review (2014), peringkat pertama yaitu stroke, diikuti oleh kecelakaan lalu lintas, penyakit jantung, kanker, dan diabetes. Hampir semuanya bukanlah tren penyakit yang terjadi 20 tahun terakhir.

Sebetulnya tidak ada yang salah dalam kandungan kalori yang dikonsumsi tiap hari. “Kita perlu memahami bahwa kita semua butuh asupan kalori, masing-masing individu beragam, umumnya sekitar 1.500–2.000 kalori per hari,” ungkap Dr Elvina pada acara diskusi “Memahami Faktor Keseimbangan Kalori dan Hubungannya dengan Risiko Gangguan Ginjal” yang diselenggarakan bersama Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) bertempat di Restoran Kembang Goela, 26 Februari lalu.

Selain pola makan yang tidak seimbang, faktor lain yang memengaruhi kesehatan adalah polusi udara, air, makanan, kurang aktif, stres, dan bahkan faktor genetik. Gula, garam, dan minyak merupakan bagian dari makanan. Gula merupakan unsur yang berkontribusi terhadap asupan kalori. Semua makanan atau minuman yang mengandung unsur itu akan berkontribusi terhadap total asupan kalori per hari.

“Yang menjadi masalah, ketika gaya hidup yang santai atau kurang gerak, kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang dengan yang terbakar oleh aktivitas atau gerak tubuh,” tambah Dr Elvina. Diet yang tidak seimbang tanpa aktivitas fisik atau olahraga yang cukup dapat menyebabkan berbagai penyakit yang memicu diabetes, hipertensi, dan gangguan jantung.

Tanda-tandanya, di antaranya gangguan toleransi gula (prediabetes melitus) yang ditandai gula darah puasa = 100 mg/dL, kemudian obesitas sentral (ditentukan dari pengukuran lingkar perut perempuan = 80 cm dan laki-laki = 90cm), dislipidemia yang ditandai dengan trigliserida = 150 mg/dl atau sedang mengonsumsi obat kolesterol, dislipidemia yang ditandai kolesterol HDL rendah, atau sedang mengonsumsi obat kolesterol perempuan < 50 mg – laki-laki < 40 mg/dl),

dan prehipertensi atau hipertensi yang ditandai tekanan darah = 130/85 mmHg atau sedang mengonsumsi obat antihipertensi. Gangguan tersebut sering disebut sebagai sindrom metabolik. Untuk mencegahnya, orang bisa melakukan pola hidup sederhana, seperti makan-makanan yang beragam dalam jumlah yang cukup dan proporsional, menerapkan pola hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, memantau berat badan ideal.

“Kalau dulu dikenal dengan istilah empat sehat lima sempurna, itu saja tidak cukup. Perlu ada aktivitas pendukung yang disebut dengan Empat Pilar Gizi Seimbang atau dikenal dengan sebutan Tumpeng Gizi Seimbang (TGS),” tutup Dr Elvina.

Larissa huda
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1610 seconds (0.1#10.140)