Alergi bisa Dicegah sejak Hamil

Rabu, 04 Maret 2015 - 10:39 WIB
Alergi bisa Dicegah...
Alergi bisa Dicegah sejak Hamil
A A A
Ibu yang punya riwayat alergi berpotensi menurunkannya kepada anak. Apalagi jika ayah juga menderita alergi. Namun, sebenarnya alergi dapat dicegah sejak dalam kandungan.

Bagaimana caranya? Kita tahu bahwa ibu yang memiliki riwayat alergi, maka anaknya mempunyai risiko 30% mengalami hal yang sama. Peluang ini makin besar bila sang ayah juga menderita alergi. Namun, tahukah Anda bahwa ternyata alergi dapat dicegah sejak bayi dalam kandungan? Seperti dikatakan dokter spesialis obsetri dan gikenologi dari RSCM, Dr dr Noroyono Wibowo SpOG(K), dalam pembukaan Forum Nasional Sadar Alergi (ForNASA) di Jakarta.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko alergi pada anak. Di antaranya saat mengandung, ibu hamil disarankan memperbanyak konsumsi sayuran dan menjaga asupan karbohidrat dan lemak. Bukan tanpa alasan, sebab konsumsi karbohidrat dan lemak yang berlebihan akan memicu inflamasi atau peradangan dalam tubuh. Keadaan tersebut akan memicu imunitas tubuh untuk bereaksi lebih keras dari biasanya.

“Kalau kita terus-terusan makan karbohidrat dan lemak saja dapat menimbulkan inflamasi derajat ringan sampai sedang. Di mana peradangan tersebut membuat regulasi sistem tubuh imun yang salah,” beber Ketua Subdivisi Feto-Maternal RSCM itu. Setelah bayi lahir, tentunya sang ibu harus memberi ASI eksklusif selama enam bulan. “Kandungan nutrisi pada ASI diketahui dapat mencegah timbulnya alergi,” imbuh Noroyono.

Lepas enam bulan, bayi kemudian dikenalkanpada fase makanan pendamping ASI (MPASI). Momen tersebut menjadi kesempatan Anda untuk mengenalkan berbagai hal yang bersifat alergen (menimbulkan alergi) agar tubuh anak menjadi toleran. Hal ini ditegaskan oleh Dr dr Zakiudin, pakar alergi dan imunologi. Menurut dia, mengenalkan anak pada makanan tertentu yang bersifat alergen justru amat disarankan guna membuat tubuh menjadi toleran terhadap makanan itu.

“Coba perkenalkan anak pada beberapa unsur makanan yang biasanya dapat menimbulkan alergi, seperti udang, secara perlahan,” saran Zakiudin. Dicontohkan Zakiudin, bila sang ayah memiliki riwayat alergi udang, maka saat si anak masih dalam tahap menyusu ASI, sang ibu bisa mengonsumsi udang untuk membantu anak lebih toleran dengan zat dalam udang. Melalui pengenalan makanan yang bersifat alergen ini, anak diharapkan akan terbiasa dan terhindar dari alergi terhadap kandungan dalam makanan tersebut.

Pemberian ASI eksklusif juga menjadi cara efektif yang bisa dilakukan sebagai pencegahan primer alergi paling sederhana dan efektif. Jika karena indikasi medis ibu tak bisa memberikan ASI, Zakiudin merekomendasikan penggunaan formula hidrolisat parsial whey dan hidrolisat ekstensif kasein untuk mengurangi risiko alergi dan beban ekonomi sekaligus walaupun formula tersebut tidak dapat menggantikan manfaat ASI.

Menurut peneliti Health Economics Indonesia ini, protein whey susu sapi yang ada dalam susu formula adalah pemicu utama alergi pada bayi. Selain itu, masih ada kandungan protein kasein sapi yang juga bersifat alergen. Walaupun whey dan kasein baik untuk pertumbuhan, tubuh bayi salah membacanya sebagai benda asing yang perlu dihadang. Itu sebabnya lima hari pertama setelah kelahiran, bayi dilarang meminum susu formula.

Bayi hanya mengenali whey dan kasein dari ASI, yang sangat penting untuk pembentukan kekebalan tubuh. Tidak hanya menganjurkan untuk memberikan makanan bersifat alergen kepada anak, Zakiudin juga menyarankan agar ibu hamil atau ibu menyusui untuk tidak pantang makanan yang bisa memicu reaksi alergi.

Dengan begitu, bayi secara perlahan-lahan membentuk kekebalan terhadap makanan tersebut. Bila sudah positif alergi, imunoterapi dapat dilakukan setelah usia bayi mencapai satu atau dua tahun. Bisa juga dilakukan tes alergi, seperti alergi kulit atau dermatitis atopik dan pernapasan atau rhinitis alergi pada anak usia tiga tahun.

“Biasanya, pada usia tiga tahun anak lebih kooperatif dan giginya sudah banyak, jadi lebih memudahkan tes,” papar Zakiudin. Beberapa gejala alergi seperti pembengkakan pada bibir, mulut, lidah, wajah atau tenggorokan, kulit memerah, timbul ruam, dan gatalgatal, bersin, hidung tersumbat, keluar ingus, batuk, sesak napas, dan mata gatal plus berair.

Melalui pencegahan tersebut, anak dapat terhindar dari alergi yang dapat mengurangi kualitas hidup si anak yang bisa menimbulkan penyakit kronis, seperti asma, saat ia dewasa. “Pemeriksaan dan perawatan pranatal sangat penting dalam pencegahan alergi pada anak. Oleh karena itu, penting untuk memberikan perhatian dan menimbulkan kesadaran pada ibu tentang alergi,” tutur Noroyono.

Sri noviarni
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0712 seconds (0.1#10.140)