Menunggu Ramsey Lewis memainkan Tersiksa Lagi
A
A
A
Akhir pekan ini kembali Java Jazz Festival digelar. Banyak orang kota, khususnya Jakarta, tempat festival diselenggarakan, berbondong keluar rumah menonton festival jazz.
Mereka bergaya ala jazz, berusaha mendegarkan jazz, memakai baju jazz, dan pendeknya, demam jazz. Perkara ke festival sekadar jalan-jalan melihat keramaian, kongko sesama teman yang juga bingung tentang jazz, tidaklah soal. Tentu yang gila jazz juga tidak mau ketinggalan hadir menyaksikan satu dua pertunjukan musisi jazz luar negeri.
Semua berbaur menjadikan arena Pekan Raya Jakarta ramai selama tiga hari. Festival Java Jazz memang menghibur. Meskipun namanya festival jazz, musik dan musisi yang dihadirkan tidak melulu jazz. Corak musik yang dimainkan seseorang atau grup musik bisa menjadi perdebatan panjang, apakah itu jazz atau bukan? Nikmati saja. Sebab, kata Louis Armstrong, jazz bisa dikenali, tetapi belum tentu bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Jadi, ketika menonton atau mendengar musisi yang tampil di Java Jazz Festival , seperti Idang Rasidi di satu panggung dan Ruth Sahanaya serta Ananda Sukarlan di panggung lain, nikmati saja. Memang, orang akan dengan tegas mengatakan Idang main jazz, Ruth dengan lagu pop, dan Ananda Sukarlan memainkan musik klasik, tetapi siapa tahu mereka akan membuat kejutan dalam jazz.
Sejumlah penggemar musik jazz pasti akan mengatakan, Java Jazz Festival tidak murni festival jazz dan merasa kecele. Namanya festival musik jazz, tetapi musik gado-gado yang dihadirkan. Ada benarnya pendapat tersebut, tetapi abaikan saja karena festival ini kegiatan bisnis yang harus untung dan berkelanjutan. Ibarat warung nasi uduk, bolehlah juga menjual nasi pecel dan nasi goreng tetap pakai sambal.
Itu otoritas yang punya warung dan pembeli boleh datang jika suka, tidak pun tak apa. Yang penting warung ramai, sponsor banyak, uang masuk, besok hari masih bisa jualan lagi. Hanya, memang Java Jazz Festival kurang komplet, semestinya sekalian ada keroncong dan dangdut. Kalau harus ada persyaratan kepada dangdut dan keroncong memainkan lagu Fly Me to The Moon, Misty, Caravan, dan dijamin bisa.
Kepada mereka yang ingin menikmati musik jazz tetap ada sejumlah nama yang layak ditonton permainannya. Dari yang main trio, kwartet, sampai big band dari luar dan dalam negeri. Jadi, tidak perlu khawatir rugi beli karcis karena hanya akan disuguhi musik pop atau sekadar musik eksperimen.
Ambil hikmahnya saja, yang suka musik jazz, tetapi pasangan atau teman nonton “sakit kepala” dengar jazz bisa sejenak berpisah diarahkan nonton Ruth Sahanaya. Adil, bukan?! Dari jadwal yang beredar, hari kedua Java Jazz Festival atau Sabtu malam sampai Minggu malam pertunjukan akan banyak tampil musisi jazz yang layak disimak.
Ada Ramsey Lewis, Anthony Stanco, Blue Note Tokyo-All Stars Jazz Orchestra, Benyamin Herman Quartet, Ron King Big Band, dan lainnya. Yang punya uang lebih bisa beli tiket lagi untuk nonton pertunjukan khusus Bobby McFerrin dan Chris Botti dengan musik lembut pengantar tidur.
Dari Indonesia Karim Suweileh and the Jazzy Quintet Tribute to The Beatles akan menarik dinikmati jika memainkan lagu-lagu The Beatles dalam irama jazz, seperti pernah dilakukan Sarah Vaughn dalam album khusus menyanyikan lagu-lagu The Beatles pada 1981.
Ron King Big Band merupakan kelompok musik dengan segudang pengalaman yang menjadi langganan hadir di Java Jazz Festival dikomandani Ron King seorang peniup terompet. Dalam JJF, Ron tidak hanya main dalam big band, juga quintet pada waktu berbeda. Jazz tidak membosankan karena tidak ada satu lagu bisa dimainkan dalam bentuk yang sama lewat jazz.
Meskipun sudah berkali tampil, menonton Ron King Big Band tetap menarik dan perlu untuk mereka yang ingin mengenal musik jazz. Dalam sejarah jazz, big band ada dalam era swing sebelum kemudian era bebob yang dibidani Charlie Parker dan Dizzy Gillespie hadir.
Ciri big band ada pada musik tiup (brass ) yang memiliki masing-masing empat peniup terompet, saksofon, dan trombone yang sudah menjadi ketentuan standar kemudian piano, bas, gitar, juga drum. Swing band atau grup musik swing pada masanya merupakan musik hiburan untuk mengiringi dansa kemudian dinobatkan menjadi musik pop Amerika pada awal 1930-an.
Musik ini disukai banyak orang dari berbagai usia dan kelas karena sifatnya yang lentur, bisa nge -pop, nge -jazz , waltz, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika Ron King Big Band pernah tampil di JJF bersama kelompok musik pop band GIGI atau Sheila on 7 dari Indonesia. Yang menarik dari penampilan musisi dalam big band , biasanya mereka tampil rapi dengan jas dan sepatu kulit mengkilat atau seragam jika tidak mengenakan jas.
Ramsey Lewis dan Tersiksa Lagi
Perlu juga ditonton adalah peniup terompet Anthony Stanco dari AS yang akan tampil dengan grupnya, biasanya bermain dalam quintet atau ansambel. Anak muda yang sangat berbakat dalam memainkan jazz ini senang berbagi ilmu musik dan terkesan cukup komunikatif dalam musik dan diskusi.
Bebob dalam tiupannya begitu terasa gereget, seperti umumnya musisi kulit hitam memainkan jazz. Jika Stanco banyak bercerita lagu Salt Peanuts karya Dizzy Gillespie dalam setiap diskusinya serta memainkannya, boleh jadi dia begitu terpengaruh oleh sang legenda Gillespie. Bedanya dalam berbagai kesempatan terekam Dizzy memainkan Salt Peanuts dengan urakan, konyol, dan membanyol, sementara Stanco ramah dan sopan.
Bagaimana musik bebob dihadirkan dan dimainkan dengan semestinya, penonton JJF perlu menyempatkan menonton Anthony Stanco. Adapun yang menjadi pertanyaan sebetulnya, mengapa pemain jazz senior Ramsey Lewis (kelahiran Chicago, 27 Mei 1935) peraih Gramy Award 1965 ini tidak ditempatkan di panggung utama? Ramsey punya jejak panjang dalam dunia jazz dibanding Chris Botti.
Dia pernah rekaman bersama Max Roach (dedengkot drum) pada awal karirnya sempat bergabung bersama Eldee Young (bas) dan hidup dalam tiga zaman jazz. Pasti penyelenggara JJF punya pemikiran lain soal penempatan musisi, tetapi kesan paling kuat bahwa festival tidak mengacu pada kata jazz bisa menjadi benar.
Festival jazz yang kemudian dikesankan bermetamorfosis menjadi ajang pemusik terkenal bukan pemusik memiliki skilfull . Ramsey Lewis sangat layak dan perlu ditonton oleh para penggemar musik jazz di Indonesia. Ada yang menarik dari Ramsey Lewis terkait dunia musik pop Indonesia.
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa lagu Tersiksa Lagi yang didendangkan penyanyi Utha Likumahua dan menjadi begitu terkenal, bahkan sampai hari ini adalah karya Ramsey Lewis dengan judul asli You Are The Reason . Utha Likumahua merekam lagu Tersiksa Lagi pada 1982, sedangkan Ramsey dua tahun sebelumnya bersama quintet -nya. Pasti akan ada tepuk tangan meriah jika Ramsey memainkan Tersiksa Lagi di Java Jazz Festival 2015.
EDDY KOKO
Penikmat Musik Jazz
Mereka bergaya ala jazz, berusaha mendegarkan jazz, memakai baju jazz, dan pendeknya, demam jazz. Perkara ke festival sekadar jalan-jalan melihat keramaian, kongko sesama teman yang juga bingung tentang jazz, tidaklah soal. Tentu yang gila jazz juga tidak mau ketinggalan hadir menyaksikan satu dua pertunjukan musisi jazz luar negeri.
Semua berbaur menjadikan arena Pekan Raya Jakarta ramai selama tiga hari. Festival Java Jazz memang menghibur. Meskipun namanya festival jazz, musik dan musisi yang dihadirkan tidak melulu jazz. Corak musik yang dimainkan seseorang atau grup musik bisa menjadi perdebatan panjang, apakah itu jazz atau bukan? Nikmati saja. Sebab, kata Louis Armstrong, jazz bisa dikenali, tetapi belum tentu bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Jadi, ketika menonton atau mendengar musisi yang tampil di Java Jazz Festival , seperti Idang Rasidi di satu panggung dan Ruth Sahanaya serta Ananda Sukarlan di panggung lain, nikmati saja. Memang, orang akan dengan tegas mengatakan Idang main jazz, Ruth dengan lagu pop, dan Ananda Sukarlan memainkan musik klasik, tetapi siapa tahu mereka akan membuat kejutan dalam jazz.
Sejumlah penggemar musik jazz pasti akan mengatakan, Java Jazz Festival tidak murni festival jazz dan merasa kecele. Namanya festival musik jazz, tetapi musik gado-gado yang dihadirkan. Ada benarnya pendapat tersebut, tetapi abaikan saja karena festival ini kegiatan bisnis yang harus untung dan berkelanjutan. Ibarat warung nasi uduk, bolehlah juga menjual nasi pecel dan nasi goreng tetap pakai sambal.
Itu otoritas yang punya warung dan pembeli boleh datang jika suka, tidak pun tak apa. Yang penting warung ramai, sponsor banyak, uang masuk, besok hari masih bisa jualan lagi. Hanya, memang Java Jazz Festival kurang komplet, semestinya sekalian ada keroncong dan dangdut. Kalau harus ada persyaratan kepada dangdut dan keroncong memainkan lagu Fly Me to The Moon, Misty, Caravan, dan dijamin bisa.
Kepada mereka yang ingin menikmati musik jazz tetap ada sejumlah nama yang layak ditonton permainannya. Dari yang main trio, kwartet, sampai big band dari luar dan dalam negeri. Jadi, tidak perlu khawatir rugi beli karcis karena hanya akan disuguhi musik pop atau sekadar musik eksperimen.
Ambil hikmahnya saja, yang suka musik jazz, tetapi pasangan atau teman nonton “sakit kepala” dengar jazz bisa sejenak berpisah diarahkan nonton Ruth Sahanaya. Adil, bukan?! Dari jadwal yang beredar, hari kedua Java Jazz Festival atau Sabtu malam sampai Minggu malam pertunjukan akan banyak tampil musisi jazz yang layak disimak.
Ada Ramsey Lewis, Anthony Stanco, Blue Note Tokyo-All Stars Jazz Orchestra, Benyamin Herman Quartet, Ron King Big Band, dan lainnya. Yang punya uang lebih bisa beli tiket lagi untuk nonton pertunjukan khusus Bobby McFerrin dan Chris Botti dengan musik lembut pengantar tidur.
Dari Indonesia Karim Suweileh and the Jazzy Quintet Tribute to The Beatles akan menarik dinikmati jika memainkan lagu-lagu The Beatles dalam irama jazz, seperti pernah dilakukan Sarah Vaughn dalam album khusus menyanyikan lagu-lagu The Beatles pada 1981.
Ron King Big Band merupakan kelompok musik dengan segudang pengalaman yang menjadi langganan hadir di Java Jazz Festival dikomandani Ron King seorang peniup terompet. Dalam JJF, Ron tidak hanya main dalam big band, juga quintet pada waktu berbeda. Jazz tidak membosankan karena tidak ada satu lagu bisa dimainkan dalam bentuk yang sama lewat jazz.
Meskipun sudah berkali tampil, menonton Ron King Big Band tetap menarik dan perlu untuk mereka yang ingin mengenal musik jazz. Dalam sejarah jazz, big band ada dalam era swing sebelum kemudian era bebob yang dibidani Charlie Parker dan Dizzy Gillespie hadir.
Ciri big band ada pada musik tiup (brass ) yang memiliki masing-masing empat peniup terompet, saksofon, dan trombone yang sudah menjadi ketentuan standar kemudian piano, bas, gitar, juga drum. Swing band atau grup musik swing pada masanya merupakan musik hiburan untuk mengiringi dansa kemudian dinobatkan menjadi musik pop Amerika pada awal 1930-an.
Musik ini disukai banyak orang dari berbagai usia dan kelas karena sifatnya yang lentur, bisa nge -pop, nge -jazz , waltz, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika Ron King Big Band pernah tampil di JJF bersama kelompok musik pop band GIGI atau Sheila on 7 dari Indonesia. Yang menarik dari penampilan musisi dalam big band , biasanya mereka tampil rapi dengan jas dan sepatu kulit mengkilat atau seragam jika tidak mengenakan jas.
Ramsey Lewis dan Tersiksa Lagi
Perlu juga ditonton adalah peniup terompet Anthony Stanco dari AS yang akan tampil dengan grupnya, biasanya bermain dalam quintet atau ansambel. Anak muda yang sangat berbakat dalam memainkan jazz ini senang berbagi ilmu musik dan terkesan cukup komunikatif dalam musik dan diskusi.
Bebob dalam tiupannya begitu terasa gereget, seperti umumnya musisi kulit hitam memainkan jazz. Jika Stanco banyak bercerita lagu Salt Peanuts karya Dizzy Gillespie dalam setiap diskusinya serta memainkannya, boleh jadi dia begitu terpengaruh oleh sang legenda Gillespie. Bedanya dalam berbagai kesempatan terekam Dizzy memainkan Salt Peanuts dengan urakan, konyol, dan membanyol, sementara Stanco ramah dan sopan.
Bagaimana musik bebob dihadirkan dan dimainkan dengan semestinya, penonton JJF perlu menyempatkan menonton Anthony Stanco. Adapun yang menjadi pertanyaan sebetulnya, mengapa pemain jazz senior Ramsey Lewis (kelahiran Chicago, 27 Mei 1935) peraih Gramy Award 1965 ini tidak ditempatkan di panggung utama? Ramsey punya jejak panjang dalam dunia jazz dibanding Chris Botti.
Dia pernah rekaman bersama Max Roach (dedengkot drum) pada awal karirnya sempat bergabung bersama Eldee Young (bas) dan hidup dalam tiga zaman jazz. Pasti penyelenggara JJF punya pemikiran lain soal penempatan musisi, tetapi kesan paling kuat bahwa festival tidak mengacu pada kata jazz bisa menjadi benar.
Festival jazz yang kemudian dikesankan bermetamorfosis menjadi ajang pemusik terkenal bukan pemusik memiliki skilfull . Ramsey Lewis sangat layak dan perlu ditonton oleh para penggemar musik jazz di Indonesia. Ada yang menarik dari Ramsey Lewis terkait dunia musik pop Indonesia.
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa lagu Tersiksa Lagi yang didendangkan penyanyi Utha Likumahua dan menjadi begitu terkenal, bahkan sampai hari ini adalah karya Ramsey Lewis dengan judul asli You Are The Reason . Utha Likumahua merekam lagu Tersiksa Lagi pada 1982, sedangkan Ramsey dua tahun sebelumnya bersama quintet -nya. Pasti akan ada tepuk tangan meriah jika Ramsey memainkan Tersiksa Lagi di Java Jazz Festival 2015.
EDDY KOKO
Penikmat Musik Jazz
(bbg)