Klise tapi Tetap Menghibur
A
A
A
DI usianya yang ke-62 tahun, Liam Neeson rupanya makin sering terlihat di film yang mengharuskannya terus berlari sepanjang film.
Tahun ini saja, setelah A Walk Among The Tombstone dan Taken 3, ada Run All Night. Dari judulnya saja, bisa dikira-kira akan seperti apa film garapan Jaume Collet-Serra ini. Neeson memerankan seorang mantan pembunuh bayaran gaek bernama Jimmy Conlon.
Tidak seperti pembunuh bayaran yang sudah pensiun, hidup tenang dan damai bersama keluarga tercinta, hidup Jimmy justru sangat menyedihkan. Dia ditinggalkan oleh keluarganya, hidup sendiri di apartemen yang tanpa penghangat pada malam Natal yang dingin.
Masih belum cukup, Jimmy juga menjadi pemabuk. Hidup sedemikian hancur begitu, satu-satunya orang yang selalu mau membantunya hanyalah Shawn Maguire (Ed Harris). Shawn adalah temannya saat di militer dulu sekaligus mantan bosnya. Shawn pula yang telah “mendidik” Jimmy, sekaligus memberikan pekerjaan sebagai pembunuh bayaran.
Sudah tak terhitung berapa ratus orang yang dibunuh Jimmy atas perintah Shawn. Bahkan, seorang polisi, Harding (Vincent D’Onofrio), masih rajin mengejar-ngejar Jimmy agar mau mengaku membunuh banyak orang agar bisa menyeretnya ke penjara. Namun, Jimmy bergeming. Meski sudah pensiun, kesetiaannya pada Shawn masih dipegangnya dengan teguh.
Sampai pada suatu ketika, dilema itu datang pada Jimmy. Anaknya, Mike (Joel Kinnaman) tanpa sengaja menyaksikan pembunuhan yang dilakukan anak Shawn, Danny (Boyd Holbrook). Shawn mengutus Jimmy agar mau membujuk Mike untuk bungkam. Tapi kekacauan membuat hidup Jimmy dan Mike semakin sulit.
Seperti judulnya, Run All Night mengajak penonton untuk terus-menerus melihat Jimmy dan Mike berlari sepanjang malam menghindari para pengejarnya, mulai para polisi hingga anak buah Shawn yang para pembunuh profesional. Mulai dari kejaran-kejaran di stasiun kereta, di apartemen, di jalanan kota, hingga aksi tukar peluru di area hutan dekat rumah peristirahatan keluarga Jimmy.
Meski adegan-adegannya klasik dan ceritanya mudah ditebak, sejumlah scene yang diciptakan sutradara tetap mampu membuat penonton duduk diam di tempat duduknya. Ada ketegangan yang ikut mengalir setiap kali Jimmy dan Mike dikejar-kejar Price (Common), pembunuh bayaran yang geraknya cekatan dan memiliki peralatan canggih ini.
Dan Liam Neeson rupanya masih tetap memukau di film laga seperti ini. Tambahan lagi, skenario buatan Brad Ingelsby cukup mampu menyelipkan kisah drama keluarga yang emosional di tengah dan akhir cerita. Hubungan bapak-anak yang renggang dan bermasalah, juga keinginan Jimmy untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarga kecil Jimmy, bisa hadir dengan baik tanpa mengganggu ketegangan cerita.
Justru, sisi emosional itulah yang membuat film ini terasa lebih bernyawa dibandingkan film sejenis. Singkatnya, meski tak klise dan tak istimewa, Run All Nighttetap menghibur dan tak membosankan.
Herita endriana
Tahun ini saja, setelah A Walk Among The Tombstone dan Taken 3, ada Run All Night. Dari judulnya saja, bisa dikira-kira akan seperti apa film garapan Jaume Collet-Serra ini. Neeson memerankan seorang mantan pembunuh bayaran gaek bernama Jimmy Conlon.
Tidak seperti pembunuh bayaran yang sudah pensiun, hidup tenang dan damai bersama keluarga tercinta, hidup Jimmy justru sangat menyedihkan. Dia ditinggalkan oleh keluarganya, hidup sendiri di apartemen yang tanpa penghangat pada malam Natal yang dingin.
Masih belum cukup, Jimmy juga menjadi pemabuk. Hidup sedemikian hancur begitu, satu-satunya orang yang selalu mau membantunya hanyalah Shawn Maguire (Ed Harris). Shawn adalah temannya saat di militer dulu sekaligus mantan bosnya. Shawn pula yang telah “mendidik” Jimmy, sekaligus memberikan pekerjaan sebagai pembunuh bayaran.
Sudah tak terhitung berapa ratus orang yang dibunuh Jimmy atas perintah Shawn. Bahkan, seorang polisi, Harding (Vincent D’Onofrio), masih rajin mengejar-ngejar Jimmy agar mau mengaku membunuh banyak orang agar bisa menyeretnya ke penjara. Namun, Jimmy bergeming. Meski sudah pensiun, kesetiaannya pada Shawn masih dipegangnya dengan teguh.
Sampai pada suatu ketika, dilema itu datang pada Jimmy. Anaknya, Mike (Joel Kinnaman) tanpa sengaja menyaksikan pembunuhan yang dilakukan anak Shawn, Danny (Boyd Holbrook). Shawn mengutus Jimmy agar mau membujuk Mike untuk bungkam. Tapi kekacauan membuat hidup Jimmy dan Mike semakin sulit.
Seperti judulnya, Run All Night mengajak penonton untuk terus-menerus melihat Jimmy dan Mike berlari sepanjang malam menghindari para pengejarnya, mulai para polisi hingga anak buah Shawn yang para pembunuh profesional. Mulai dari kejaran-kejaran di stasiun kereta, di apartemen, di jalanan kota, hingga aksi tukar peluru di area hutan dekat rumah peristirahatan keluarga Jimmy.
Meski adegan-adegannya klasik dan ceritanya mudah ditebak, sejumlah scene yang diciptakan sutradara tetap mampu membuat penonton duduk diam di tempat duduknya. Ada ketegangan yang ikut mengalir setiap kali Jimmy dan Mike dikejar-kejar Price (Common), pembunuh bayaran yang geraknya cekatan dan memiliki peralatan canggih ini.
Dan Liam Neeson rupanya masih tetap memukau di film laga seperti ini. Tambahan lagi, skenario buatan Brad Ingelsby cukup mampu menyelipkan kisah drama keluarga yang emosional di tengah dan akhir cerita. Hubungan bapak-anak yang renggang dan bermasalah, juga keinginan Jimmy untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarga kecil Jimmy, bisa hadir dengan baik tanpa mengganggu ketegangan cerita.
Justru, sisi emosional itulah yang membuat film ini terasa lebih bernyawa dibandingkan film sejenis. Singkatnya, meski tak klise dan tak istimewa, Run All Nighttetap menghibur dan tak membosankan.
Herita endriana
(ftr)