Terapi Nyeri Tanpa Operasi
A
A
A
PAIN Management menjadi terapi alternatif untuk menangani nyeri akut dan kronik pada tulang belakang. Bertujuan memberikan rasa nyaman, meningkatkan kualitas hidup pasien, hingga menghilangkan ketergantungan pada obat penghilang rasa sakit.
Nyeri tulang belakang (leher, pinggang, dan tulang belakang) dialami oleh hampir 85% penduduk dunia. Keluhan nyeri sebagian besar terjadi di pinggang (80%), leher (10%–15%), dan punggung (5%).
Beberapa penyebabnya, antara lain rasa nyeri di otot dan urat yang berhubungan dengan tulang belakang, hernia nucleus pulposus (saraf terjepit), peradangan sendi tulang belakang, degenerasi bantalan tulang belakang, tulang yang patah akibat kecelakaan, tulang keropos, tumor, dan infeksi di tulang belakang.
Penderita nyeri tulang belakang mau tak mau harus berkompromi dengan rasa nyeri yang tak tertahankan, terlebih jika obat-obatan dan fisioterapi tak juga membantu. Bukan hanya itu, anggapan bahwa penyakit ini akan mengalami kecacatan atau lumpuh sampai risiko kematian membuat penderita nyeri tulang belakang menghindari tindakan operasi.
“Jadi, bagi pasien yang belum siap untuk operasi, tapi mengeluh nyeri tak tertahan, bisa mengambil solusi Pain Management. Prosedur ini lebih tepat sasaran dan dengan dosis yang tepat. Sebab, obat antiperadangan dan penghilang rasa sakit dimasukkan langsung ke daerah sekitar saraf yang meradang. Dengan begitu, tidak mengganggu organ tubuh lain, seperti lambung atau ginjal yang akan terkena dampak jika terus meminum obat,” papar Dr Ibnu Benhadi SpBS (K), spesialis bedah saraf Bunda Neuro Center – RSU Bunda Jakarta kepadaKORAN SINDO.
Prosedur ini, lanjut Ibnu, dilakukan di kamar operasi dengan menempatkan pasien pada posisi tertelungkup. Dengan panduan C-arm (X-ray) Fluoroscopy yang berfungsi untuk menentukan lokasi nyeri secara akurat, dokter akan menyuntikkan obat anestesi (bius) lokal terlebih dahulu, kemudian obat anti-peradangan dimasukkan.
Pain Management bertujuan menangani nyeri akut dan kronik pada tulang belakang dengan mengurangi frekuensi dan intensitasnya. Di samping itu, juga memberikan rasa nyaman, meningkatkan kualitas hidup pasien (seperti aktivitas keseharian termasuk aktivitas seksual), serta mengurangi atau menghilangkan ketergantungan pasien pada obat-obatan penghilang rasa sakit.
Salah satu jenis tindakan Pain Management yang juga terdapat di RSU Bunda Jakarta adalah Percutaneous Epidural Neuroplasty (PEN) Technique. Terapi khusus untuk nyeri leher dan tulang belakang dengan indikasi saraf terjepit ringan yang memanfaatkan teknologi terbaru untuk mengatasi rasa nyeri tanpa tindakan operasi dan pembiusan.
Berlangsung kurang lebih 30–45 menit, menggunakan micro catetheryang disuntikkan menelusuri celah sumsum tulang belakang dengan panduan C-Arm. Obat atau gelombang radiofrekuensi yang ditujukan ke cabang-cabang kecil akan mematikan rasa nyeri tersebut.
“Pasien dapat langsung pulang dan beraktivitas kembali setelah beristirahat dua jam di ruang pemulihan,” kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, tahun 1991 dan Fakultas Kedokteran Spesialis Bedah Saraf UI pada 2002 ini.
Meski begitu, perlu diingat secara prinsip tindakan ini hanya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang diderita, bukan mengobati keluhan nyeri secara total. Apabila tindakan ini tidak memberikan hasil memuaskan, pasien disarankan untuk melakukan tindakan operasi sebagai pilihan terakhir dalam penanganan kasus tulang belakang.
Efektivitas tindakan ini bergantung pada kondisi ambang nyeri pasien dan tingkat keparahan penyakit tulang belakang yang diderita. Umumnya, rasa nyeri akan berkurang antara kurun waktu 3–12 bulan. Tindakan ini dapat diulang sebanyak maksimal empat kali dalam setahun dan tidak memiliki efek samping.
Pain Management memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi karena dilakukan dengan menggunakan panduan C-Arm untuk menentukan lokasi dilakukannya tindakan. “Setelah tindakan, boleh saja pasien berolahraga. Hanya, disesuaikan dengan kondisi tubuh dan saran dokter. Misalnya berenang atau jalan santai,” kata Ibnu yang tercatat sebagai Fellows in Division of Neurosurgery, Dept of Surgery, National University Hospital, Singapore pada 2000 ini.
Dia menjelaskan, ada lima tahapan penanganan nyeri akibat gangguan tulang belakang. Pertama, perubahan gaya hidup yakni menurunkan berat badan dan berhenti merokok. Kedua, berolahraga seperti berenang, berjalan, fisioterapi, dan sebagainya.
Ketiga, konsumsi obat yang meliputi obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), pelemas otot, kortikosteroid, opioid, dan obat anti-depresan. Keempat, menjalani Pain Management. Terakhir, jika keluhan nyeri tidak juga hilang, lakukan terapi pembedahan.
Sri noviarni
Nyeri tulang belakang (leher, pinggang, dan tulang belakang) dialami oleh hampir 85% penduduk dunia. Keluhan nyeri sebagian besar terjadi di pinggang (80%), leher (10%–15%), dan punggung (5%).
Beberapa penyebabnya, antara lain rasa nyeri di otot dan urat yang berhubungan dengan tulang belakang, hernia nucleus pulposus (saraf terjepit), peradangan sendi tulang belakang, degenerasi bantalan tulang belakang, tulang yang patah akibat kecelakaan, tulang keropos, tumor, dan infeksi di tulang belakang.
Penderita nyeri tulang belakang mau tak mau harus berkompromi dengan rasa nyeri yang tak tertahankan, terlebih jika obat-obatan dan fisioterapi tak juga membantu. Bukan hanya itu, anggapan bahwa penyakit ini akan mengalami kecacatan atau lumpuh sampai risiko kematian membuat penderita nyeri tulang belakang menghindari tindakan operasi.
“Jadi, bagi pasien yang belum siap untuk operasi, tapi mengeluh nyeri tak tertahan, bisa mengambil solusi Pain Management. Prosedur ini lebih tepat sasaran dan dengan dosis yang tepat. Sebab, obat antiperadangan dan penghilang rasa sakit dimasukkan langsung ke daerah sekitar saraf yang meradang. Dengan begitu, tidak mengganggu organ tubuh lain, seperti lambung atau ginjal yang akan terkena dampak jika terus meminum obat,” papar Dr Ibnu Benhadi SpBS (K), spesialis bedah saraf Bunda Neuro Center – RSU Bunda Jakarta kepadaKORAN SINDO.
Prosedur ini, lanjut Ibnu, dilakukan di kamar operasi dengan menempatkan pasien pada posisi tertelungkup. Dengan panduan C-arm (X-ray) Fluoroscopy yang berfungsi untuk menentukan lokasi nyeri secara akurat, dokter akan menyuntikkan obat anestesi (bius) lokal terlebih dahulu, kemudian obat anti-peradangan dimasukkan.
Pain Management bertujuan menangani nyeri akut dan kronik pada tulang belakang dengan mengurangi frekuensi dan intensitasnya. Di samping itu, juga memberikan rasa nyaman, meningkatkan kualitas hidup pasien (seperti aktivitas keseharian termasuk aktivitas seksual), serta mengurangi atau menghilangkan ketergantungan pasien pada obat-obatan penghilang rasa sakit.
Salah satu jenis tindakan Pain Management yang juga terdapat di RSU Bunda Jakarta adalah Percutaneous Epidural Neuroplasty (PEN) Technique. Terapi khusus untuk nyeri leher dan tulang belakang dengan indikasi saraf terjepit ringan yang memanfaatkan teknologi terbaru untuk mengatasi rasa nyeri tanpa tindakan operasi dan pembiusan.
Berlangsung kurang lebih 30–45 menit, menggunakan micro catetheryang disuntikkan menelusuri celah sumsum tulang belakang dengan panduan C-Arm. Obat atau gelombang radiofrekuensi yang ditujukan ke cabang-cabang kecil akan mematikan rasa nyeri tersebut.
“Pasien dapat langsung pulang dan beraktivitas kembali setelah beristirahat dua jam di ruang pemulihan,” kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, tahun 1991 dan Fakultas Kedokteran Spesialis Bedah Saraf UI pada 2002 ini.
Meski begitu, perlu diingat secara prinsip tindakan ini hanya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang diderita, bukan mengobati keluhan nyeri secara total. Apabila tindakan ini tidak memberikan hasil memuaskan, pasien disarankan untuk melakukan tindakan operasi sebagai pilihan terakhir dalam penanganan kasus tulang belakang.
Efektivitas tindakan ini bergantung pada kondisi ambang nyeri pasien dan tingkat keparahan penyakit tulang belakang yang diderita. Umumnya, rasa nyeri akan berkurang antara kurun waktu 3–12 bulan. Tindakan ini dapat diulang sebanyak maksimal empat kali dalam setahun dan tidak memiliki efek samping.
Pain Management memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi karena dilakukan dengan menggunakan panduan C-Arm untuk menentukan lokasi dilakukannya tindakan. “Setelah tindakan, boleh saja pasien berolahraga. Hanya, disesuaikan dengan kondisi tubuh dan saran dokter. Misalnya berenang atau jalan santai,” kata Ibnu yang tercatat sebagai Fellows in Division of Neurosurgery, Dept of Surgery, National University Hospital, Singapore pada 2000 ini.
Dia menjelaskan, ada lima tahapan penanganan nyeri akibat gangguan tulang belakang. Pertama, perubahan gaya hidup yakni menurunkan berat badan dan berhenti merokok. Kedua, berolahraga seperti berenang, berjalan, fisioterapi, dan sebagainya.
Ketiga, konsumsi obat yang meliputi obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), pelemas otot, kortikosteroid, opioid, dan obat anti-depresan. Keempat, menjalani Pain Management. Terakhir, jika keluhan nyeri tidak juga hilang, lakukan terapi pembedahan.
Sri noviarni
(ftr)