3 Setting Utama di kamera (2)
A
A
A
KITA tentunya sering melihat foto-foto yang indah dan menarik baik di majalah, website, hotel, restoran, maupun di iklan-iklan atau poster yang tersebar di mana-mana.
Alangkah senangnya jika kita juga bisa mengambil foto-foto keluarga atau foto wisata kita dengan hasil seperti itu. Namun seringkali foto yang kita ambil terlihat ‘biasa-biasa’ saja, tidak sesuai dengan bayangan/harapan kita saat memotretnya, atau bahkan gagal untuk sekadar mendapat gambar yang tajam saja di kondisi tertentu.
Padahal bisa jadi kamera yang kita gunakan sudah merupakan salah satu kamera tercanggih saat ini. Untuk dapat menghasilkan gambar yang indah dan sesuai dengan keinginan kita, ada 3 setting/pengaturan utama pada kamera yang perlu kita pahami, yaitu:
1. Kecepatan rana/Shutter speed
2. Bukaan lensa/Aperture
3. Sensitivitas Sensor/Kecepatan ISO/ISO Speed
Setelah memahami fungsi dan efek pengaturan kecepatan rana/shutter speed di edisi sebelumnya, kali ini kita akan membahas unsur kedua dari Segitiga Pencahayaan/Exposure Triangle yaitu
Bukaan lensa/Aperture
Seringkali dianggap sama atau identik dengan difragma lensa. Sesungguhnya yang dimaksud dengan aperture adalah lubang/bukaan lensa yang dibentuk oleh bilah diafragma lensa. Jika dibandingkan dengan mata manusia, maka diafragma adalah iris mata dan aperture adalah pupil mata.
Pengaturan aperture berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk melalui lensa dan diterima oleh sensor. Semakin besar lubang aperture kita buka, maka semakin banyak pula cahaya yang akan masuk dan diterima sensor dalam proses pembentukan foto. Oleh karena itu pengaturan aperture yang kita lakukan pada dasarnya adalah proses memperbesar/membuka lubang aperture atau memperkecil/menutup aperture.
Untuk melakukan pengaturan besarnya bukaan lensa/aperture pada kamera yang menyediakan opsi pengaturan secara manual, carilah pilihan mode Av seperti di beberapa contoh kamera berikut ini. Aperture dinyatakan dalam satuan angka f/stop dan umumnya pembagi (per) pada ukuran aperture tidak disebutkan ataupun ditampilkan di indikator kamera. Kita biasanya hanya menyebutkan angka denominator di belakang pembagi (per).
Misalnya f/1.4 kita hanya menyebut aperture 1.4 atau bukaan 1.4, sehingga semakin besar angka denominator yang disebutkan maka sebenarnya nilai ukuran lubang aperture-nya semakin kecil. Misalnya bukaan aperture f/2.8 lebih besar dari f/11 sehingga cahaya yang masuk pada bukaan f/2.8 pun lebih banyak.
Oleh karena aperture dibentuk oleh diafragma pada lensa, maka bukaan maksimum dan minimum yang tersedia juga bergantung pada jenis lensa yang digunakan, bukan kameranya. Aperture maksimum dan minimum pada lensalensa yang dipasarkan produsen umumnya berkisar dari f/1.2 hingga f/32. Setiap kenaikan atau penurunan aperture sebanyak 1 stop beserta ilustrasi perubahan ukuran lubang aperture dapat dilihat di deretan berikut.
Aperture secara umum memengaruhi kedalaman ruang tajam/depth of field (DOF) dari area fokus bidikan kita. Semakin besar bukaan aperture lensa kita (semakin kecil angka f/stop), maka semakin sempit ruang tajam pada hasil foto kita. Sebaliknya semakin kecil aperture yang digunakan (semakin besar angka f/stop), maka semakin lebar ruang tajam pada hasil foto kita.
Ruang tajam yang sempit (Shallow Depth Of Field) menjadikan fokus bidikan kita terlihat menonjol karena objek-objek di depan maupun di belakangnya terlihat blur sehingga cocok digunakan untuk foto potret close up atau benda tunggal yang mau ditonjolkan. Sebaliknya ruang tajam yang dalam menjadikan area bidikan kita yang terlihat tajam semakin luas.
Pengaturan ini cocok untuk foto-foto yang perlu menampilkan keseluruhan elemen bidikan dengan jelas, misalnya foto wisata kita dengan pemandangan gunung di latar belakang atau foto hamparan pemandangan. Saat memotret di tempat dengan pencahayaan rendah, hasil foto kita yang terlihat kabur/berbayang dan tidak tajam bisa disebabkan oleh penggunaan shutter speed yang terlalu rendah seperti yang dibahas di edisi sebelumnya. Namun seringkali kita tidak bisa menggunakan shutter speed yang cukup cepat karena pencahayaan yang minim. Di sini kita bisa menggunakan aperture yang lebih besar jika bukaan lensa kita masih dapat diperbesar lagi.
Sintra Wong
Division Manager Canon Image Communication Product Div. PT Datascrip
Alangkah senangnya jika kita juga bisa mengambil foto-foto keluarga atau foto wisata kita dengan hasil seperti itu. Namun seringkali foto yang kita ambil terlihat ‘biasa-biasa’ saja, tidak sesuai dengan bayangan/harapan kita saat memotretnya, atau bahkan gagal untuk sekadar mendapat gambar yang tajam saja di kondisi tertentu.
Padahal bisa jadi kamera yang kita gunakan sudah merupakan salah satu kamera tercanggih saat ini. Untuk dapat menghasilkan gambar yang indah dan sesuai dengan keinginan kita, ada 3 setting/pengaturan utama pada kamera yang perlu kita pahami, yaitu:
1. Kecepatan rana/Shutter speed
2. Bukaan lensa/Aperture
3. Sensitivitas Sensor/Kecepatan ISO/ISO Speed
Setelah memahami fungsi dan efek pengaturan kecepatan rana/shutter speed di edisi sebelumnya, kali ini kita akan membahas unsur kedua dari Segitiga Pencahayaan/Exposure Triangle yaitu
Bukaan lensa/Aperture
Seringkali dianggap sama atau identik dengan difragma lensa. Sesungguhnya yang dimaksud dengan aperture adalah lubang/bukaan lensa yang dibentuk oleh bilah diafragma lensa. Jika dibandingkan dengan mata manusia, maka diafragma adalah iris mata dan aperture adalah pupil mata.
Pengaturan aperture berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk melalui lensa dan diterima oleh sensor. Semakin besar lubang aperture kita buka, maka semakin banyak pula cahaya yang akan masuk dan diterima sensor dalam proses pembentukan foto. Oleh karena itu pengaturan aperture yang kita lakukan pada dasarnya adalah proses memperbesar/membuka lubang aperture atau memperkecil/menutup aperture.
Untuk melakukan pengaturan besarnya bukaan lensa/aperture pada kamera yang menyediakan opsi pengaturan secara manual, carilah pilihan mode Av seperti di beberapa contoh kamera berikut ini. Aperture dinyatakan dalam satuan angka f/stop dan umumnya pembagi (per) pada ukuran aperture tidak disebutkan ataupun ditampilkan di indikator kamera. Kita biasanya hanya menyebutkan angka denominator di belakang pembagi (per).
Misalnya f/1.4 kita hanya menyebut aperture 1.4 atau bukaan 1.4, sehingga semakin besar angka denominator yang disebutkan maka sebenarnya nilai ukuran lubang aperture-nya semakin kecil. Misalnya bukaan aperture f/2.8 lebih besar dari f/11 sehingga cahaya yang masuk pada bukaan f/2.8 pun lebih banyak.
Oleh karena aperture dibentuk oleh diafragma pada lensa, maka bukaan maksimum dan minimum yang tersedia juga bergantung pada jenis lensa yang digunakan, bukan kameranya. Aperture maksimum dan minimum pada lensalensa yang dipasarkan produsen umumnya berkisar dari f/1.2 hingga f/32. Setiap kenaikan atau penurunan aperture sebanyak 1 stop beserta ilustrasi perubahan ukuran lubang aperture dapat dilihat di deretan berikut.
Aperture secara umum memengaruhi kedalaman ruang tajam/depth of field (DOF) dari area fokus bidikan kita. Semakin besar bukaan aperture lensa kita (semakin kecil angka f/stop), maka semakin sempit ruang tajam pada hasil foto kita. Sebaliknya semakin kecil aperture yang digunakan (semakin besar angka f/stop), maka semakin lebar ruang tajam pada hasil foto kita.
Ruang tajam yang sempit (Shallow Depth Of Field) menjadikan fokus bidikan kita terlihat menonjol karena objek-objek di depan maupun di belakangnya terlihat blur sehingga cocok digunakan untuk foto potret close up atau benda tunggal yang mau ditonjolkan. Sebaliknya ruang tajam yang dalam menjadikan area bidikan kita yang terlihat tajam semakin luas.
Pengaturan ini cocok untuk foto-foto yang perlu menampilkan keseluruhan elemen bidikan dengan jelas, misalnya foto wisata kita dengan pemandangan gunung di latar belakang atau foto hamparan pemandangan. Saat memotret di tempat dengan pencahayaan rendah, hasil foto kita yang terlihat kabur/berbayang dan tidak tajam bisa disebabkan oleh penggunaan shutter speed yang terlalu rendah seperti yang dibahas di edisi sebelumnya. Namun seringkali kita tidak bisa menggunakan shutter speed yang cukup cepat karena pencahayaan yang minim. Di sini kita bisa menggunakan aperture yang lebih besar jika bukaan lensa kita masih dapat diperbesar lagi.
Sintra Wong
Division Manager Canon Image Communication Product Div. PT Datascrip
(ftr)