Diet Sehat bagi Remaja
A
A
A
SAAT ini semakin banyak remaja yang mengeluhkan masalah berat badan dan gangguan makan. Salah satunya karena pola makan yang salah. Kondisi ini bisa memengaruhi kualitas hidup mereka pada masa depan. Untuk itu menanamkan pola makan sehat pada remaja menjadi sangat penting.
Jumlah angka obesitas pada remaja di dunia terus meningkat. Berdasarkan data Centres for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika, angka obesitas pada remaja terus meningkat dari 5% pada 1980 hingga 21% pada 2012 dengan 20,5% remaja perempuan dan laki-laki mengalami obesitas.
Di Indonesia, meskipun angka obesitas tidak setinggi di negara lain, angka ini terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Riskesdas, pada 2010 sebesar 1,4% remaja mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Namun, pada 2013 angka tersebut meningkat menjadi 10,8% dengan 8,3% menderita kelebihan berat dan 2,5 % menderita obesitas.
Semakin banyak pasien remaja yang mengeluhkan mengenai masalah berat badan dan juga gangguan makan yang dapat dilihat dari besarnya berat badan atau body mass index (BMI) ataupun sangat minimnya berat badan atau BMI mereka sehingga tidak sesuai dengan tinggi badan dan usia mereka. Masalah ini sangat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Masalah diet pada remaja penting untuk diperhatikan. Apalagi sekarang pola makan tidak sehat seolah sudah menjadi gaya hidup. Selain itu, banyak kasus masalah makan yang belum tertangani dengan baik sehingga banyak remaja melakukan diet secara tidak sehat. Pada dasarnya remaja sangat terpengaruh pada apa yang dikatakan teman, keluarga, bahkan dirinya sendiri terhadap bentuk tubuhnya.
Tak heran ini akan memicu mereka untuk bertindak di luar kendali untuk membentuk tubuh ideal dengan melakukan diet tidak sehat, seperti bulimia, anoreksia, ataupun binge eating . Diet tidak sehat ini sangat rentan pada remaja. Itu karena pada masa ini adalah masa pencarian identitas diri. Mereka akan sangat mudah terpengaruh lingkungan (orang tua dan sosial).
Selain itu, faktor emosional memegang peran penting dalam membuat keputusan. Tak banyak remaja yang menyadari bahwa tindakan saat ini memengaruhi masa depan mereka. ”Remaja yang sedang melalui tahapan pembentukan identitas diri akan mudah terpengaruh oleh komentar dan kritikan dari orang lain. Ini termasuk komentar mengenai tubuh, penampilan, dan berat badan sehingga kaitannya akan mengganggu citra diri mereka,” kata Tara Adisty de Thouars BA Mpsi, psikolog yang banyak menangani pasien dengan gangguan makan di klinik lightHOUSE.
Sebetulnya, masalah makan merupakan masalah kontrol diri. Remaja selama ini hanya terjebak pada siklus diet yang salah. Beberapa akibat dari diet tidak sehat, di antaranya bukan menambah rasa percaya diri, malah sebaliknya semakin tidak percaya diri. Selain itu, bukannya menurunkan berat badan tetapi sebaliknya berat badan malah naik.
Banyak remaja juga terlalu terfokus pada hal yang kurang tepat sehingga tumbuh kembang fisik dan mental secara normal dan sehat menjadi terganggu. Tidak sedikit di antara remaja mengeluh kurang puas dengan bentuk tubuhnya. Itu karena dipicu citra ideal standar dari iklan.
”Orang tua punya peranan yang sangat besar dalam membentuk citra diri remaja yang positif dan membantu mereka melewati masa remaja mereka dengan sehat dan percaya diri,” sebut Tara.
Namun, mengedukasi remaja tidak cukup dengan menjaga pola makan. Pola hidup sehat dimulai dari rumah dan biasanya atas inisiatif orang tua juga diperlukan. Itulah mengapa orang tua perlu dilibatkan untuk mengatasi obesitas pada remaja.
”Ajari remaja untuk menyayangi tubuh dengan menjaga kesehatan dan mengonsumsi makanan sehat sesuai sinyal tubuh. Di lain sisi, jika mencapai berat badan yang normal merupakan bentuk kecintaan pada tubuh, maka remaja tidak akan menempuh cara yang menyakiti diri sendiri dengan diet yang berlebihan,” ujar Tara dalam acara peluncuran buku Cara Fun & Smart Diet Remaja di klinik lightHOUSE, Kebayoran, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Menurut pengamatan dr Grace yang juga peneliti tingkah laku, orang tua sering memberi contoh yang salah. ”Pada saat akhir pekan memberikan hiburan dengan makan di pusat-pusat perbelanjaan. Semua dibeli sehingga anak terbiasa lapar mata,” katanya.
Bila anak yang beranjak remaja mulai kelebihan berat badan, orang tua baru panik dan ingin anaknya kurus dengan selalu mengkritik. ”Ini memberikan pesan yang rancu pada anak. Itu karena orang tua ingin anaknya turun berat badan, tapi juga ketakutan bila anaknya kurang makan,” ujar dr Grace yang juga merupakan pendiri klinik penurunan berat badan.
Solusinya adalah dengan memberikan edukasi pula kepada orang tua. ”Orang yang tahu pola makan yang benar akan dapat mengajari anak-anaknya memilih makanan sehat. Bukan dengan diet berlebihan yang membatasi asupan atau selalu menyediakan santapan tanpa gizi yang baik,” kata dr Grace.
Remaja yang menjalani diet ketat cenderung memiliki kekhawatiran berlebih terhadap makanan dan berat badan hingga akhirnya mengalami gangguan makan.
Larissa huda
Jumlah angka obesitas pada remaja di dunia terus meningkat. Berdasarkan data Centres for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika, angka obesitas pada remaja terus meningkat dari 5% pada 1980 hingga 21% pada 2012 dengan 20,5% remaja perempuan dan laki-laki mengalami obesitas.
Di Indonesia, meskipun angka obesitas tidak setinggi di negara lain, angka ini terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Riskesdas, pada 2010 sebesar 1,4% remaja mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Namun, pada 2013 angka tersebut meningkat menjadi 10,8% dengan 8,3% menderita kelebihan berat dan 2,5 % menderita obesitas.
Semakin banyak pasien remaja yang mengeluhkan mengenai masalah berat badan dan juga gangguan makan yang dapat dilihat dari besarnya berat badan atau body mass index (BMI) ataupun sangat minimnya berat badan atau BMI mereka sehingga tidak sesuai dengan tinggi badan dan usia mereka. Masalah ini sangat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Masalah diet pada remaja penting untuk diperhatikan. Apalagi sekarang pola makan tidak sehat seolah sudah menjadi gaya hidup. Selain itu, banyak kasus masalah makan yang belum tertangani dengan baik sehingga banyak remaja melakukan diet secara tidak sehat. Pada dasarnya remaja sangat terpengaruh pada apa yang dikatakan teman, keluarga, bahkan dirinya sendiri terhadap bentuk tubuhnya.
Tak heran ini akan memicu mereka untuk bertindak di luar kendali untuk membentuk tubuh ideal dengan melakukan diet tidak sehat, seperti bulimia, anoreksia, ataupun binge eating . Diet tidak sehat ini sangat rentan pada remaja. Itu karena pada masa ini adalah masa pencarian identitas diri. Mereka akan sangat mudah terpengaruh lingkungan (orang tua dan sosial).
Selain itu, faktor emosional memegang peran penting dalam membuat keputusan. Tak banyak remaja yang menyadari bahwa tindakan saat ini memengaruhi masa depan mereka. ”Remaja yang sedang melalui tahapan pembentukan identitas diri akan mudah terpengaruh oleh komentar dan kritikan dari orang lain. Ini termasuk komentar mengenai tubuh, penampilan, dan berat badan sehingga kaitannya akan mengganggu citra diri mereka,” kata Tara Adisty de Thouars BA Mpsi, psikolog yang banyak menangani pasien dengan gangguan makan di klinik lightHOUSE.
Sebetulnya, masalah makan merupakan masalah kontrol diri. Remaja selama ini hanya terjebak pada siklus diet yang salah. Beberapa akibat dari diet tidak sehat, di antaranya bukan menambah rasa percaya diri, malah sebaliknya semakin tidak percaya diri. Selain itu, bukannya menurunkan berat badan tetapi sebaliknya berat badan malah naik.
Banyak remaja juga terlalu terfokus pada hal yang kurang tepat sehingga tumbuh kembang fisik dan mental secara normal dan sehat menjadi terganggu. Tidak sedikit di antara remaja mengeluh kurang puas dengan bentuk tubuhnya. Itu karena dipicu citra ideal standar dari iklan.
”Orang tua punya peranan yang sangat besar dalam membentuk citra diri remaja yang positif dan membantu mereka melewati masa remaja mereka dengan sehat dan percaya diri,” sebut Tara.
Namun, mengedukasi remaja tidak cukup dengan menjaga pola makan. Pola hidup sehat dimulai dari rumah dan biasanya atas inisiatif orang tua juga diperlukan. Itulah mengapa orang tua perlu dilibatkan untuk mengatasi obesitas pada remaja.
”Ajari remaja untuk menyayangi tubuh dengan menjaga kesehatan dan mengonsumsi makanan sehat sesuai sinyal tubuh. Di lain sisi, jika mencapai berat badan yang normal merupakan bentuk kecintaan pada tubuh, maka remaja tidak akan menempuh cara yang menyakiti diri sendiri dengan diet yang berlebihan,” ujar Tara dalam acara peluncuran buku Cara Fun & Smart Diet Remaja di klinik lightHOUSE, Kebayoran, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Menurut pengamatan dr Grace yang juga peneliti tingkah laku, orang tua sering memberi contoh yang salah. ”Pada saat akhir pekan memberikan hiburan dengan makan di pusat-pusat perbelanjaan. Semua dibeli sehingga anak terbiasa lapar mata,” katanya.
Bila anak yang beranjak remaja mulai kelebihan berat badan, orang tua baru panik dan ingin anaknya kurus dengan selalu mengkritik. ”Ini memberikan pesan yang rancu pada anak. Itu karena orang tua ingin anaknya turun berat badan, tapi juga ketakutan bila anaknya kurang makan,” ujar dr Grace yang juga merupakan pendiri klinik penurunan berat badan.
Solusinya adalah dengan memberikan edukasi pula kepada orang tua. ”Orang yang tahu pola makan yang benar akan dapat mengajari anak-anaknya memilih makanan sehat. Bukan dengan diet berlebihan yang membatasi asupan atau selalu menyediakan santapan tanpa gizi yang baik,” kata dr Grace.
Remaja yang menjalani diet ketat cenderung memiliki kekhawatiran berlebih terhadap makanan dan berat badan hingga akhirnya mengalami gangguan makan.
Larissa huda
(ftr)