Menpar Ingin PHRI dan ASITA Bantu Pemerintah

Kamis, 02 April 2015 - 11:47 WIB
Menpar Ingin PHRI dan...
Menpar Ingin PHRI dan ASITA Bantu Pemerintah
A A A
JAKARTA - Pemerintah ingin pelaku pengusaha perhotelan mentaati Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) No 6 Tahun 2015, tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di luar kantor dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas kerja aparatur. Permen itu merevisi SE MenPAN-RB no 11/2014 soal pembatasan pertemuan di hotel.

“Tentu, ini akan kembali menggairahkan dunia pariwisata, terutama MICE – meetings, incentives, converences and exhibitions akan yang mengundang turisme,” Menteri Pariwisata Arief Yahya menyambut baik turunnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dalam keterangan persnya.

Meski begitu, Menpar Arief Yahya tetap mengingatkan PHRI – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia untuk disiplin dalam bertransaksi. Jaga akuntabilitas dan pastikan bahwa semua harga dan benefit yang ditawarkan hotel dan restoran itu wajar dan masuk akal. Ini salah satu cara untuk menjaga sustainability usaha di bidang hotel dan restoran.

“Sebagai instansi teknis yang berperan dalam regulasi perhotelan, kami berkewajiban untuk terus membina dan mengingatkan perhotelan dan restoran agar mereka juga membantu pemerintah dalam menjaga efisiensi,” ucap mantan CEO PT Telkom Indonesia ini.

Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani sudah menyatakan kesiapannya untuk mensosialisasi imbauan Menteri Pariwisata tersebut. “Keluarga PHRI berterima kasih atas dukungan, support dan sekaligus bimbingan Menteri Pariwisata, untuk bersama-sama mewujudkan good governance. Menpar adalah tempat kami menyampaikan aspirasi dan suara dari dunia perhotelan dan restoran. Revisi Surat Edara MenPAN-RB no 11/2014 ke Permen PAN-RB No 6/2015 itu akan kembali menghidupkan perhotelan dan pariwisata di Indonesia,” sebut Hariadi.

Hotel, restoran dan pariwisata itu ibarat satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Orang berlibur membutuhkan akomodasi, orang menginap perlu konsumsi. MICE, harus diakui, itu merupakan salah satu income bagi perhotelan yang mampu mendorong dan menghidupkan usaha ini. “Sejak diterbitkan surat edaran Men PAN-RB, soal pembatasan pertemuan atau rapat di luar kantor itu, omzet perhotelan drop sampai 40 persen. Kami mendengar jeritan pengelola hotel itu,” tambah Asnawi Bahar, Ketua ASITA – Asosiasi Tour and Travel Indonesia.

“Jujur saja, rapat, pertemuan, seminar, konferensi, simposium, sosialisasi, workshop, konsinyering, focus group discussion (FGD), rapat teknis, rapat kerja dan sebangsanya, di hotel dan restoran itu tidak mahal. Dan itu bisa menghidupkan bisnis pendukungnya, seperti biro perjalanan wisata, transportasi, pedagang, petani, menyerap banyak tenaga kerja dan menghidupkan kawasan, memajukan kota,” jelas Asnawi Bahar.

Seperti diketahui, MenPAN-RB mengeluarkan surat edaran yang berdampak signifikan pada pelaku bisnis pariwisata. Kemenpar beberapa kali melakukan koordinasi dengan Kemen-PAN-RB, untuk mencarikan solusi terbaik. “Agar penghematan negara tetap berjalan, sektor pariwisata juga tetap berkembang, dan mampu menjadi lokomotif bagi usaha terkait,” jelas Menpar Arief Yahya.

Dalam pedoman Permen itu dijelaskan, semua rapat yang dibiayai APBN-APBD harus selektif dan memenuhi kriteria. Pertama, harus memiliki urgensi yang tinggi, terkait pembahasan materi-materi strategis, membutuhkan koordinasi lintas sektoral, membutuhkan penyelesaian cepat, mendesak, dan simultan. Kedua, di kantor tidak memiliki ruang rapat, sarana dan prasarana yang memadai. Ketiga, lokasi rapat sulit dijangkau.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8610 seconds (0.1#10.140)