Waspada Bahaya Laten Multitasking

Sabtu, 04 April 2015 - 09:41 WIB
Waspada Bahaya Laten...
Waspada Bahaya Laten Multitasking
A A A
Multitasking dianggap menguntungkan dan membuat sebuah pekerjaan menjadi jauh lebih mudah. Apakah benar demikian? Kita mungkin familier dengan istilah satu ini. Multitasking atau diterjemahkan kira-kira mampu melakukan banyak hal dalam satu waktu sekaligus.

Kemampuan ini kerap didewa-dewakan dan tak pelak banyak orang yang mengharapkan bisa memilikinya. Namun, penelitian di Universitas Stanford memberikan hasil yang cukup mencengangkan. Multitasking dianggap tidak lebih produktif daripada mengerjakan sebuah tugas dalam satu waktu. Para peneliti membuktikan, orang-orang yang dibombardir terus-menerus dengan beberapa aliran informasi elektronik hasilnya malah tidak terlalu bagus.

Orang-orang ini tidak dapat memberikan perhatian penuh atau fokus, tidak dapat mengingat informasi, atau bahkan tidak mampu beralih dari satu tugas ke tugas berikutnya dibandingkan orangorang yang hanya menyelesaikan satu tugas dalam satu waktu. Ada empat hal yang harus dimengerti terkait multitasking . Berikut penjabarannya menurut The Huffington Post

Kemampuan istimewa?

Lalu, bagaimana dengan sejumlah orang yang dianggap memiliki pemberian atau bakat multitasking ? Standford pun punya jawabannya. Universitas asal California, Amerika Serikat (AS), ini membandingkan kelompok-kelompok orang yang memiliki kecenderungan multitasking dan keyakinan bahwa hal ini membantu performa kinerja mereka. Hasilnya mengejutkan.

Para peneliti menemukan pelaku multitasking atau disebut multitaskers ini jauh lebih buruk dalam kinerja dibandingkan orang yang mengerjakan satu tugas dalam satu waktu. Mengapa bisa demikian? Alasannya cukup masuk akal. Performa multitaskers ini jauh lebih buruk karena mereka kesulitan mengatur pikiran dan menyaring informasi-informasi yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka.

Mereka pun menjadi sangat lambat untuk beralih dari satu tugas ke tugas lainnya. Multitasking dianggap menurunkan efisiensi dan performa karena sesungguhnya otak yang dimiliki manusia hanya bisa fokus pada satu hal dalam satu waktu. Ketika Anda mencoba mengerjakan dua pekerjaan sekaligus dalam satu waktu, otak Anda pun tidak mampu melakukan keduanya dengan total dan sukses.

Menurunkan IQ

Penelitian juga membuktikan, selain membuat Anda lamban, multitasking juga menurunkan tingkat kecerdasan otak atau IQ Anda. Studi di Universitas London menemukan peserta yang memiliki kemampuan multitasking dalam mengerjakan tugas terbukti mengalami penurunan IQ yang mirip dengan kondisi ketika mengisap mariyuana atau begadang pada malam hari.

Penurunan hingga 15 poin bagi laki-laki multitasking ini hampir sama dengan kisaran IQ ratarata anak-anak berusia 8 tahun. Dari sini Anda bisa berkaca. Jika suatu hari Anda sedang menulis pesan elektronik atau email untuk bos Anda saat sedang rapat, Anda harus ingat jika kemampuan kognisi Anda sedang berkurang ke titik paling bawah. Artinya, Anda membiarkan anak 8 tahun menulis surat untuk bos Anda.

Merusak Otak

Sudah lama diyakini jika gangguan kognitif dari multitasking bersifat sementara saja. Namun, penelitian terbaru membuktikan hal sebaliknya. Para peneliti di Universitas Sussex di Inggris mencoba membandingkan sejumlah orang yang melakukan dua hal sekaligus dalam satu waktu. Misalkan menulis pesan di telepon seluler, sembari menonton televisi. Mereka pun dites otaknya melalui tes MRI.

Hasilnya, multitaskers memiliki lebih sedikit kepadatan otak di kulit otak bagian depan (anterior cingulate cortex ). Ini merupakan bagian otak yang bertanggung jawab untuk empati serta kontrol kognitif dan emosi. Meskipun penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk membuktikan bahwa multitasking secara fisik memang merusak otak.

Hal ini dibutuhkan untuk melawan versi sebaliknya, versi kerusakan otaklah yang akhirnya membuat orang menjadi multitasker. Kendati demikian, multitasking telah terbukti memiliki dampak negatif. “Saya merasa sangat penting untuk menciptakan kesadaran bahwa cara kita berinteraksi dengan perangkat mungkin mengubah cara kita berpikir dan perubahan ini mungkin terjadi pada tingkat struktur otak,” ungkap ilmuwan yang mempelajari otak manusia sekaligus kepala penelitian Kep Kee Loh.

Belajar dari Multitasking

Jika Anda memiliki kecenderungan untuk menjadi multitasking , tentu saja ini bukan kebiasaan yang membuat Anda menjadi orang yang cepat puas. Malah sebaliknya, kebiasaan ini akan membuat Anda semakin lamban dan menurunkan kualitas bekerja. Meskipun jika multitasking ini tidak menyebabkan kerusakan pada otak, ketika membiarkan multitasking “masuk” dalam diri Anda, maka bersiaplah untuk berbagai kesulitan.

Termasuk konsentrasi, mengorganisasi, dan perhatian hingga detail. Melakukan multitasking menunjukkan rendahnya kepedulian pribadi dan sosial, dua kecerdasan emosional (EQ) yang sangat penting untuk meraih kesuksesan dalam dunia kerja. TalentSmart telah menguji lebih dari sejuta orang dan menemukan 90% dari top manajemen memiliki EQ yang tinggi.

Jika multitasking memang merusak bagian otak yang penting untuk EQ, tentu saja hal itu akan ikut menurunkan EQ Anda nantinya. Artinya, setiap kali Anda melakukan multitasking , berarti Anda tidak hanya merugikan kinerja Anda pada saat itu. Namun, Anda kemungkinan besar akan merusak area otak Anda yang penting untuk kesuksesan masa depan Anda di tempat kerja.

Susi susanti
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6727 seconds (0.1#10.140)