Ada Sejuta Rumah Murah
A
A
A
PEMERINTAHmencanangkan Program Sejuta Rumah yang akan diluncurkan pada 1 Mei 2015 mendatang, bertepatan dengan Hari Buruh Internasional.
Program ini tentu saja dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah serta menaikkan harkat dan derajat bangsa.
Memiliki rumah yang sehat dan layak merupakan kebutuhan pokok manusia. Namun, akibat permintaan meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang makin stabil, harga tanah lantas meroket gila-gilaan.
Hal ini tentu saja memberatkan kalangan menengah bawah sehingga tidak bakal mampu membeli tempat tinggal. Untuk menyiasati hal ini, pemerintah menggelontorkan Program Sejuta Rumah yang akan diluncurkan pada 1 Mei 2015. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono mengatakan, dari sejuta rumah tersebut, 603.516 unit rumah di antaranya akan diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 396.484 unit rumah lainnya untuk non-MBR.
Rencananya, groundbreaking atau peletakan batu pertama akan dilakukan serentak di 17 provinsi. “Tapi untuk seremonialnya dipusatkan di Ungaran, Semarang,” katanya. Untuk tahap awal, lanjut dia, program Sejuta Rumah akan dimulai dengan pembangunan 331.693 unit yang terdiri dari rumah tapak (landed house ), rumah susun hak milik (rusunami), dan rumah susun hak sewa (rusunawa).
“Untuk rumah tapak, Jawa Barat dan Jawa Timur dapat jatah terbanyak,” sebut Basuki. Sebagai salah satu pusat industri dan berkumpulnya pekerja di Indonesia, Jawa Barat akan menjadi tempat pembangunan 74.263 unit rumah tapak dan 3.745 unit rusunami. Adapun Jawa Timur ada di urutan ke dua dengan 26.717 unit rumah tapak dan 1.200 unit rusunami.
Di posisi ketiga ada Sumatera Utara dengan 16.305 unit rumah tapak dan 1.832 unit rusunami. Lalu di posisi keempat ada Jawa Tengah dengan 11.720 unit rumah tapak, 350 unit rusunami, dan 200 unit rusunawa. Tahun lalu pemerintah sudah menetapkan batasan harga rumah yang bisa mendapat fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibagi dalam sembilan zona.
Misalnya, di kawasan Jabodetabek maksimal Rp120 juta, di Jawa (selain Jabodetabek) Rp105 juta, Sumatera (selain Babel) Rp105 juta, Kalimantan Rp118 juta, Sulawesi Rp110 juta, dan paling mahal Papua serta Papua Barat Rp165 juta. Selain bebas PPN, pemerintah juga sudah sepakat untuk memberikan beberapa insentif lain bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar bisa membeli rumah rakyat.
Misalnya, subsidi uang muka Rp4 juta dan bunga KPR 5% yang jauh lebih rendah daripada suku bunga KPR biasa yang ada di kisaran 12%-13% per tahun. Menanggapi hal ini, pakar perumahan Enggartiasto Lukita mengemukakan, pemerintah perlu menerapkan sistem zonasi guna menyukseskan Program Sejuta Rumah ini. Sementara itu, Indonesia Property Watch meminta kesiapan sebaik mungkin program ini agar hasilnya bisa optimal.
“Program Sejuta Rumah yang segera diluncurkan pemerintah seharusnya bisa lebih terkonsep dan mempunyai visi yang jelas dan tidak sekadar menggelontorkan program perumahan,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda. Menurut dia, program tersebut belum memperlihatkan sebuah mekanisme dan sistematika kerja yang terencana dengan baik.
Dia mengapresiasi beberapa program seperti penurunan 5% suku bunga FLPP, besaran uang muka 1%, dan bantuan uang muka Rp4 juta. Namun, semua hal itu saja dinilai tidak cukup karena hanya memperhatikan sisi permintaan yang bisa membuat daya beli konsumen naik. Dadang H Juhro, Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Bidang Perumahan Sejahtera Tapak, berpendapat, kalau Program Sejuta Rumah ini mau berhasil, paling tidak ada tiga hal yang perlu dilakukan.
“Tiga hal itu sinkronisasi regulasi dan birokrasi hingga tingkat pelaksana, meningkatkan daya beli MBR, dan sinergitas pemerintah dan swasta. Tapi tiga hal ini bukannya sederhana, pelaksanaannya di lapangan bisa sangat kompleks,” ujarnya.
Rendra hanggara
Program ini tentu saja dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah serta menaikkan harkat dan derajat bangsa.
Memiliki rumah yang sehat dan layak merupakan kebutuhan pokok manusia. Namun, akibat permintaan meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang makin stabil, harga tanah lantas meroket gila-gilaan.
Hal ini tentu saja memberatkan kalangan menengah bawah sehingga tidak bakal mampu membeli tempat tinggal. Untuk menyiasati hal ini, pemerintah menggelontorkan Program Sejuta Rumah yang akan diluncurkan pada 1 Mei 2015. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono mengatakan, dari sejuta rumah tersebut, 603.516 unit rumah di antaranya akan diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 396.484 unit rumah lainnya untuk non-MBR.
Rencananya, groundbreaking atau peletakan batu pertama akan dilakukan serentak di 17 provinsi. “Tapi untuk seremonialnya dipusatkan di Ungaran, Semarang,” katanya. Untuk tahap awal, lanjut dia, program Sejuta Rumah akan dimulai dengan pembangunan 331.693 unit yang terdiri dari rumah tapak (landed house ), rumah susun hak milik (rusunami), dan rumah susun hak sewa (rusunawa).
“Untuk rumah tapak, Jawa Barat dan Jawa Timur dapat jatah terbanyak,” sebut Basuki. Sebagai salah satu pusat industri dan berkumpulnya pekerja di Indonesia, Jawa Barat akan menjadi tempat pembangunan 74.263 unit rumah tapak dan 3.745 unit rusunami. Adapun Jawa Timur ada di urutan ke dua dengan 26.717 unit rumah tapak dan 1.200 unit rusunami.
Di posisi ketiga ada Sumatera Utara dengan 16.305 unit rumah tapak dan 1.832 unit rusunami. Lalu di posisi keempat ada Jawa Tengah dengan 11.720 unit rumah tapak, 350 unit rusunami, dan 200 unit rusunawa. Tahun lalu pemerintah sudah menetapkan batasan harga rumah yang bisa mendapat fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibagi dalam sembilan zona.
Misalnya, di kawasan Jabodetabek maksimal Rp120 juta, di Jawa (selain Jabodetabek) Rp105 juta, Sumatera (selain Babel) Rp105 juta, Kalimantan Rp118 juta, Sulawesi Rp110 juta, dan paling mahal Papua serta Papua Barat Rp165 juta. Selain bebas PPN, pemerintah juga sudah sepakat untuk memberikan beberapa insentif lain bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar bisa membeli rumah rakyat.
Misalnya, subsidi uang muka Rp4 juta dan bunga KPR 5% yang jauh lebih rendah daripada suku bunga KPR biasa yang ada di kisaran 12%-13% per tahun. Menanggapi hal ini, pakar perumahan Enggartiasto Lukita mengemukakan, pemerintah perlu menerapkan sistem zonasi guna menyukseskan Program Sejuta Rumah ini. Sementara itu, Indonesia Property Watch meminta kesiapan sebaik mungkin program ini agar hasilnya bisa optimal.
“Program Sejuta Rumah yang segera diluncurkan pemerintah seharusnya bisa lebih terkonsep dan mempunyai visi yang jelas dan tidak sekadar menggelontorkan program perumahan,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda. Menurut dia, program tersebut belum memperlihatkan sebuah mekanisme dan sistematika kerja yang terencana dengan baik.
Dia mengapresiasi beberapa program seperti penurunan 5% suku bunga FLPP, besaran uang muka 1%, dan bantuan uang muka Rp4 juta. Namun, semua hal itu saja dinilai tidak cukup karena hanya memperhatikan sisi permintaan yang bisa membuat daya beli konsumen naik. Dadang H Juhro, Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Bidang Perumahan Sejahtera Tapak, berpendapat, kalau Program Sejuta Rumah ini mau berhasil, paling tidak ada tiga hal yang perlu dilakukan.
“Tiga hal itu sinkronisasi regulasi dan birokrasi hingga tingkat pelaksana, meningkatkan daya beli MBR, dan sinergitas pemerintah dan swasta. Tapi tiga hal ini bukannya sederhana, pelaksanaannya di lapangan bisa sangat kompleks,” ujarnya.
Rendra hanggara
(ars)