Jangan Sepelekan Alergi pada Anak
A
A
A
DARI tahun ke tahun angka kejadian alergi terus meningkat. Jika dibiarkan, alergi pada anak bisa mengganggu tumbuh kembangnya. Lantas bagaimana mengatasinya?
International Study of Asthma and Allergies in Childhood memprediksi prevalensi asma pada anak semakin meningkat, termasuk di negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi prevalensi asma akan mencapai 400 juta orang pada 2025 dan sekitar 50%-nya diperkirakan menderita alergi makanan.
Organisasi Pangan Dunia (WAO) memperkirakan sekitar 1,9%-4,9% anak-anak di dunia menderita alergi protein susu sapi (CMA)1.2. Penyakit yang timbul akibat alergi bisa ditangani secara medis. Namun, jika tidak dikenali sebagai gejala alergi, maka keluhan penyakit tetap ada dan akan mengganggu penderitanya. Dari tahun ke tahun,angka kejadian penyakit alergi semakin meningkat.
Penyakit lergi seperti asma, rhinitis alergi, alergi makanan, dan dermatitis atopi diderita oleh 30%-40% dari total populasi di seluruh dunia,” kata Prof DR dr Budi Setiawan Spa(KK) MKes, Ketua Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, dalam acara media edukasi kampanye ”semua dari ingin tahu” yang diadakan Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia bersama Kalbe Moringa.
Alergi merupakan reaksi yang berbeda atau menyimpang dari normal terhadap berbagai rangsangan atau zat dari luar tubuh. Biasanya penyebabnya bisa dari makanan, lingkungan, atau pengaruh obat-obatan. Penyakit alergi hanya mengenai anak yang mempunyai bakat alergi yang disebut atopik. Bakat atopik atau alergi diturunkan oleh salah satu atau kedua orang tuanya.
“Oleh karena itu, untuk mendeteksi anak yang sedang menderita alergi, bisa dilihat dengan hanya melihat apakah ayah, ibu, atau saudara kandungnya, apakah salah satu dari mereka menderita alergi,” sebut Budi Setiawan. Alergi bisa terjadi pada siapa pun. Bahkan, anak yang kedua orang tuanya tidak menderita alergi mempunyai risiko sebesar 5%-15% terjangkit alergi.
Salah satu saudara kandung yang menderita alergi akan memberikan risiko pada saudara kandung lainnya sebesar 20%-35%. Salah satu orang tua anak terkena alergi akan menularkan sekitar 20%-40% risiko alergi. Kedua orang tua yang mengidap alergi turut berkontribusi menurunkan bakat alergi pada anak sekitar 4%-60%.
Angka ini akan semakin diperparah jika kedua orang tua mengidap jenis alergi yang sama, yakni berisiko sekitar 50%-80%. Gejala alergi bisa menyerang saluran cerna, kulit, atau saluran napas. Jika alergi menyerang saluran cerna, maka reaksi yang akan terjadi adalah mual, muntah, refluks gastroesofagus, diare, dan BAB berdarah.
Kemudian, saat alergi menyerang kulit, reaksi yang terjadi adalah utikaria (bentol berwarna merah disertai rasa gatal) atau dermatitis atopi (gejala eksim di pipi, siku, dan tepi pinggir kulit anggota gerak, atau selangkangan). Selain itu, jika menyerang saluran napas, reaksi yang akan terjadi adalah batuk, asma, dan rhinitis (gejala alergi pada hidung).
Jika tetap dibiarkan, masalah sistemik yang akan muncul adalah anak akan mengalami anafilaksis (reaksi gejala alergi hebat yang disertai gangguan pernapasan). Jika diabaikan, alergi pada anak ternyata dapat mengganggu tumbuh kembang secara optimal. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengenali gejala umum.
Setelah mengenali gejalanya, orang tua bisa mencegah anak mewarisi bakat alerginya. Langkah pencegahan yang bisa dilakukan salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, hindari paparan rokok, dan menghindari makanan pemicu alergi. Pada saat pengenalan makanan padat pada usia 6 bulan, sebaiknya jangan memberikan makanan pemicu alergi.
“Strategi yang paling tepat untuk mengatasi alergi terhadap protein susu sapi adalah dengan menghindari protein susu sapi utuh, dan sebagai penggantinya dapat diberikan susu formula hidrolisat, formula asam amino atau formula isolate protein kedelai (soya),” ujar Dr dr Zakiudin Munasir SpA(K), Ketua Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM.
Langkah yang dapat dilakukan selanjutnya adalah menyebarkan informasi yang tepat terkait alergi anak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk pencegahan dan penanganan sedini mungkin. Ketiga langkah pencegahan alergi pada anak merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh World Allergy Organization(WAO) lewat program World Allergy Week.
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman mengenai alergi dan penyakit lainnya. Di Indonesia, gagasan tersebut direalisasikan melalui kampanye “Semua dari Ingin Tahu” yang diselenggarakan pada 17 April dan 25 April 2015 yang dilakukan oleh Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia bersama Kalbe Morinaga.
“Dalam rangka edukasi terkait alergi pada anak, Morinaga merilis aplikasi dan websitewww.cekalergi.com untuk membantu orang tua mengetahui risiko alergi pada anak dan rujukan dokter. Dengan begitu, kita bersama-sama dapat mewujudkan Indonesia sehat,” sebut Helly Oktaviana, Bussiness Unit Head Nutrition for Kids-Kalbe Nutritionals.
Larissa huda
International Study of Asthma and Allergies in Childhood memprediksi prevalensi asma pada anak semakin meningkat, termasuk di negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi prevalensi asma akan mencapai 400 juta orang pada 2025 dan sekitar 50%-nya diperkirakan menderita alergi makanan.
Organisasi Pangan Dunia (WAO) memperkirakan sekitar 1,9%-4,9% anak-anak di dunia menderita alergi protein susu sapi (CMA)1.2. Penyakit yang timbul akibat alergi bisa ditangani secara medis. Namun, jika tidak dikenali sebagai gejala alergi, maka keluhan penyakit tetap ada dan akan mengganggu penderitanya. Dari tahun ke tahun,angka kejadian penyakit alergi semakin meningkat.
Penyakit lergi seperti asma, rhinitis alergi, alergi makanan, dan dermatitis atopi diderita oleh 30%-40% dari total populasi di seluruh dunia,” kata Prof DR dr Budi Setiawan Spa(KK) MKes, Ketua Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, dalam acara media edukasi kampanye ”semua dari ingin tahu” yang diadakan Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia bersama Kalbe Moringa.
Alergi merupakan reaksi yang berbeda atau menyimpang dari normal terhadap berbagai rangsangan atau zat dari luar tubuh. Biasanya penyebabnya bisa dari makanan, lingkungan, atau pengaruh obat-obatan. Penyakit alergi hanya mengenai anak yang mempunyai bakat alergi yang disebut atopik. Bakat atopik atau alergi diturunkan oleh salah satu atau kedua orang tuanya.
“Oleh karena itu, untuk mendeteksi anak yang sedang menderita alergi, bisa dilihat dengan hanya melihat apakah ayah, ibu, atau saudara kandungnya, apakah salah satu dari mereka menderita alergi,” sebut Budi Setiawan. Alergi bisa terjadi pada siapa pun. Bahkan, anak yang kedua orang tuanya tidak menderita alergi mempunyai risiko sebesar 5%-15% terjangkit alergi.
Salah satu saudara kandung yang menderita alergi akan memberikan risiko pada saudara kandung lainnya sebesar 20%-35%. Salah satu orang tua anak terkena alergi akan menularkan sekitar 20%-40% risiko alergi. Kedua orang tua yang mengidap alergi turut berkontribusi menurunkan bakat alergi pada anak sekitar 4%-60%.
Angka ini akan semakin diperparah jika kedua orang tua mengidap jenis alergi yang sama, yakni berisiko sekitar 50%-80%. Gejala alergi bisa menyerang saluran cerna, kulit, atau saluran napas. Jika alergi menyerang saluran cerna, maka reaksi yang akan terjadi adalah mual, muntah, refluks gastroesofagus, diare, dan BAB berdarah.
Kemudian, saat alergi menyerang kulit, reaksi yang terjadi adalah utikaria (bentol berwarna merah disertai rasa gatal) atau dermatitis atopi (gejala eksim di pipi, siku, dan tepi pinggir kulit anggota gerak, atau selangkangan). Selain itu, jika menyerang saluran napas, reaksi yang akan terjadi adalah batuk, asma, dan rhinitis (gejala alergi pada hidung).
Jika tetap dibiarkan, masalah sistemik yang akan muncul adalah anak akan mengalami anafilaksis (reaksi gejala alergi hebat yang disertai gangguan pernapasan). Jika diabaikan, alergi pada anak ternyata dapat mengganggu tumbuh kembang secara optimal. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengenali gejala umum.
Setelah mengenali gejalanya, orang tua bisa mencegah anak mewarisi bakat alerginya. Langkah pencegahan yang bisa dilakukan salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, hindari paparan rokok, dan menghindari makanan pemicu alergi. Pada saat pengenalan makanan padat pada usia 6 bulan, sebaiknya jangan memberikan makanan pemicu alergi.
“Strategi yang paling tepat untuk mengatasi alergi terhadap protein susu sapi adalah dengan menghindari protein susu sapi utuh, dan sebagai penggantinya dapat diberikan susu formula hidrolisat, formula asam amino atau formula isolate protein kedelai (soya),” ujar Dr dr Zakiudin Munasir SpA(K), Ketua Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM.
Langkah yang dapat dilakukan selanjutnya adalah menyebarkan informasi yang tepat terkait alergi anak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk pencegahan dan penanganan sedini mungkin. Ketiga langkah pencegahan alergi pada anak merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh World Allergy Organization(WAO) lewat program World Allergy Week.
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman mengenai alergi dan penyakit lainnya. Di Indonesia, gagasan tersebut direalisasikan melalui kampanye “Semua dari Ingin Tahu” yang diselenggarakan pada 17 April dan 25 April 2015 yang dilakukan oleh Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia bersama Kalbe Morinaga.
“Dalam rangka edukasi terkait alergi pada anak, Morinaga merilis aplikasi dan websitewww.cekalergi.com untuk membantu orang tua mengetahui risiko alergi pada anak dan rujukan dokter. Dengan begitu, kita bersama-sama dapat mewujudkan Indonesia sehat,” sebut Helly Oktaviana, Bussiness Unit Head Nutrition for Kids-Kalbe Nutritionals.
Larissa huda
(ftr)