Praktis dan Realistis, Shopping Trend 2015

Kamis, 30 April 2015 - 09:45 WIB
Praktis dan Realistis, Shopping Trend 2015
Praktis dan Realistis, Shopping Trend 2015
A A A
Minggu lalu, saya sempat makan malam di Paulaner dengan seorang yang sangat spesial di mata saya, Prof Dr Irene Jansen. Beliau Direktur DAAD, sebuah lembaga yang menangani pendidikan dari Jerman.

Tahun 1990-an beliau adalah dosen saya di Sastra Jerman Universitas Indonesia (UI) selama 5 tahun. Waktu berlalu, sekarang beliau tidak lagi mengajar di Sastra Jerman UI, tapi kami tetap berhubungan sangat baik. Minat kami sepertinya sama, menulis dan shopping , maklumlah, namanya juga perempuan, mau datang dari belahan mana pun, pasti suka shopping . Dusta belaka rasanya jika seorang perempuan berkata dia tidak suka shopping . Frau Jansen ini cantik. Dari dulu cantik, well shaped dan yang paling penting dan tidak pernah berubah, cantik hatinya.

Pada acara makan malam ala Jerman itu, Frau Jansen membawa sahabatnya, Frau Claudia Kaiser, Vice President Frankfurter Buchmesse, dan Frau Marcia, seorang staf dari Kedutaan Swiss. Ada pembicaraan yang sangat menarik di antara kami, suatu tren shopping baru di kalangan kaum muda di Eropa yang rasanya perlu dicermati karena saya rasa sebentar lagi rasanya bisa sampai ke Indonesia tren itu.

Orang Jerman itu terkenal “quality oriented”. Meski mereka terlihat tidak “glam” seperti orang Parisienne atau tidak chic seperti Milanese , mereka punya standar tersendiri dalam urusan konsumsi. Kualitas di atas segalanya. Mereka dikenal selalu membeli apa pun dengan kualitas yang terbaik meski harganya mahal banget, dan mereka bisa dipastikan akan memakai dan menikmati barang itu seumur hidup.

Coba deh perhatikan barang-barang fashion buatan Jerman (yang banyak tidak begitu dikenal di Indonesia) , Jill Sanders, Joop, Karl Lagerfeld, jika diperhatikan saksama dari dekat, jahitannya, sempurna, rasanya mata telanjang akan sulit menemukan kesalahannya. Begitu juga produk elektronik dan automotifnya. Juara banget! Bukan hanya orang Jerman yang bangga dengan produknya sendiri, orang Indonesia pun banyak yang fanatik dengan produk Jerman. Contoh terdekatnya, ayah saya.

Mobil yang mobil sebenarnya itu, menurut beliau, Mercedez, yang lain itu mobil-mobilan, he-he-he ... Saking fanatiknya, sampai anjing pudel saya pun, waktu saya kecil, namanya Mercy. Kualitas dan daya tahan produk Jerman itu memang top banget. Saya pernah punya sepatu boots Aigner, modelnya klasik dan kulitnya luar biasa kuatnya. Seingat saya, 10 tahun lebih sama sekali tidak rusak atau pudar. Saking kuatnya, saya sampai bosan juga melihatnya. Setelah menemani saya kuliah S-1, S-2, dan bekerja selama beberapa tahun, akhirnya booties itu dipensiunkan bukan karena rusak, tapi karena saya bosan.

Booties itu sekarang ada di museum barang-barang saya di rumah orang tua saya. Itu dulu, sekarang semua sudah berbeda. Kaum muda Jerman, sampai dengan umur 40-an tahun, pemahamannya sudah jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Krisis ekonomi berkepanjangan, biaya hidup yang semakin hari semakin mahal, suku bunga bank yang sudah tidak sehat, harga properti yang sudah tidak lagi terjangkau kaum muda, dan peraturan perpajakan yang luar biasa berbelit dan memberatkan, membuat mereka dituntut untuk mengubah cara berpikir, dari “quality oriented” menjadi praktis, realistis, dan cost efficiency oriented .

Hal ini bukan hanya dialami orang Jerman, juga orang Inggris. Adalah hal yang biasa sekarang buat mereka tetap tinggal di rumah orang tua karena harga properti yang sama sekali tidak terjangkau dan kalaupun pada akhirnya terbeli, beban pajaknya menjadi jauh lebih besar. Begitu juga jika memiliki mobil, pajaknya juga besar sekali. Semua itu membuat mereka merasa kerja keras banting tulang setiap hari hanya untuk membayar pajak buat negara. Berlibur, shopping , jadi “luxurious” buat mereka.

Sekarang mereka tidak lagi pusing mau bersusah-payah menabung bertahun-tahun untuk membeli apartemen dan mobil. Menyewa jauh lebih praktis dan murah karena harga properti belum juga membaik karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Shopping pun, mereka menjadi realistis sekali. Untuk barang-barang yang masa pemakaiannya sebentar, seperti barang-barang fashion , mereka lebih memilih membeli high street brand yang sangat terjangkau atau beli second secara online .

Mereka hanya membeli barang-barang branded jika sudah yakin barang-barang itu masa pakainya bisa lama sekali, di atas 10 tahun. Itu pun sekarang mereka lebih memilih membeli barang-barang branded vintage , makanya tidak usah heran, banyak website shopping online yang menjual barang-barang branded menjamur di Eropa. Untuk barang-barang yang durasi pemakaiannya pendek, mereka biasanya lebih memilih membeli via online , second pun tidak masalah.

Setelah pemakaian, jika sudah tidak tren lagi, sudah bosan, atau sudah tidak dipakai lagi, mereka segera menjualnya di ebay atau di website lainnya. Uangnya bisa digunakan buat shopping lagi, tinggal ditambahi sedikit sudah bisa membeli barang lain. Jalan pikiran seperti ini sangat praktis dan realistis. Buat apa membeli barang-barang mahal jika sebentar saja kita sudah bosan atau sudah tidak tren lagi?

Buat apa menumpuk barangbarang yang sudah tidak terpakai lagi di lemari dan membiarkan barangbarang itu lapuk dan usang termakan waktu? Saya setuju banget sama pemikiran seperti ini. Saya sendiri sudah seperti itu selama beberapa tahun terakhir ini. Saya sering membeli barang-barang branded vintage yang kualitasnya masih bagus dan harganya jelas tidak bikin saya sakit hati. Kalau sudah bosan, saya tidak akan pernah lama-lama membiarkannya teronggok di lemari, pasti langsung sudah saya garage sale .

Saya juga sudah mulai pusing dengan mahalnya biaya pajak, maintenance mobil, biaya dan rusuhnya cari parkir dan gaji sopir. Belum lagi stres mobil takut lecet keserempet motor yang ugal-ugalan. Jadi, lebih praktis dan aman naik taksi. Saya setuju banget dengan gaya hidup modern yang baru ini, “praktis, realistis dan cost efficiency oriented “. Happy shopping , Miss JInjing.

MISS JINJING
Konsultan Fashion
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5718 seconds (0.1#10.140)