Inovasi Pendingin Teknologi Hibrida
A
A
A
Rittal meluncurkan generasi baru unit pendingin bernama Blue e+ yang meningkatkan efektivitas biaya dan energi dengan menggunakan teknologi hibrida inovatif. Melalui inovasi ini, Rittal semakin memantapkan posisinya sebagai pencantum teknologi terkini bagi sistem pendingin panel.
Menurut perkiraan, ada sekitar 20.000 unit pendingin panel yang terhubung ke jaringan listrik di seluruh Indonesia. Dengan asumsi total beban terhubung sebanyak 20 megawatt (rata-rata 1 kw per unit), hal ini diperkirakan akan menghasilkan kira-kira 40.000 ton emisi CO2 per tahun.
Oleh karena itu, tujuan Rittal, sebagai penyedia sistem pendingin panel terdepan di dunia, adalah untuk meminimalisasi konsumsi daya unit pendingin sehingga dapat membuat kontribusi besar terhadap perlindungan iklim dan menanggapi kenaikan harga energi.
Erick Hadi, Country Manager Rittal Indonesia, mengemukakan, untuk meningkatkan efisiensi energi secara signifikan, Rittal menerapkan proses hibrida inovatif yang dipatenkan untuk unit pendingin generasi Blue e+ untuk pertama kalinya. Teknologi pendingin terbaru ini, menurut dia, akan sangat cocok untuk seluruh pabrik dan industri yang membutuhkan pendinginan panel optimum, namun dengan perbaikan tingkat efisiensi terbaik di kelasnya.
Contohnya pabrik automotif, kereta api, bandar udara, maritim, serta peralatan mekanikal elektrikal secara umum. “Dengan inovasi ini, kami menciptakan kembali rekor standar baru, bukan hanya untuk industri tempat kami berada, juga untuk diri kami sendiri,” ujar Erick.
Teguh Permana, Technical Advisor Rittal Indonesia, mengatakan, melalui teknologi hibrida yang menggunakan dua metode pendinginan, pasif dan aktif, kompresor hanya aktif saat pendinginan pasif sudah tidak lagi memadai.
“Ditanamkannya teknologi inverter memungkinkan putaran kipas untuk menyesuaikan kebutuhan pendinginan di dalam panel sehingga jumlah pendingin yang dikeluarkan selalu tepat dengan kebutuhan perangkat. Rittal adalah perusahaan pertama di dunia yang menemukan teknologi ini,” katanya.
Pengujian nyata telah dilakukan pada industri automotif dan hasilnya sangat memuaskan. Pengukuran kinerja di pabrik Audi di Jerman maupun pabrik Renault di Prancis menunjukkan penghematan energi 75% untuk sistem pendingin Blue e+ dari teknologi Rittal sebelumnya, bahkan di dalam kondisi lingkungan yang sama persis tanpa dimodifikasi faktor lingkungannya.
Teknologi dari Rittal ini bakal memberikan efektivitas biaya, di sini semua unit bisa dioperasikan secara fleksibel berkat kemampuan multitegangan yang dipatenkan di seluruh standar grid di dunia. Input tegangan dapat berkisar dari 110 V (fase tunggal) sampai dengan 480 V (tiga fase) pada frekuensi grid 50 atau 60 Hz.
Unit pendingin Blue e+ mencakup rentang daya pendinginan hingga 6.000 watt (sebelumnya hanya hingga 4.000 Watt) serta dapat digunakan pada suhu berkisar antara -30 derajat Celsius hingga +60 derajat Celsius.
Rendra hanggara
Menurut perkiraan, ada sekitar 20.000 unit pendingin panel yang terhubung ke jaringan listrik di seluruh Indonesia. Dengan asumsi total beban terhubung sebanyak 20 megawatt (rata-rata 1 kw per unit), hal ini diperkirakan akan menghasilkan kira-kira 40.000 ton emisi CO2 per tahun.
Oleh karena itu, tujuan Rittal, sebagai penyedia sistem pendingin panel terdepan di dunia, adalah untuk meminimalisasi konsumsi daya unit pendingin sehingga dapat membuat kontribusi besar terhadap perlindungan iklim dan menanggapi kenaikan harga energi.
Erick Hadi, Country Manager Rittal Indonesia, mengemukakan, untuk meningkatkan efisiensi energi secara signifikan, Rittal menerapkan proses hibrida inovatif yang dipatenkan untuk unit pendingin generasi Blue e+ untuk pertama kalinya. Teknologi pendingin terbaru ini, menurut dia, akan sangat cocok untuk seluruh pabrik dan industri yang membutuhkan pendinginan panel optimum, namun dengan perbaikan tingkat efisiensi terbaik di kelasnya.
Contohnya pabrik automotif, kereta api, bandar udara, maritim, serta peralatan mekanikal elektrikal secara umum. “Dengan inovasi ini, kami menciptakan kembali rekor standar baru, bukan hanya untuk industri tempat kami berada, juga untuk diri kami sendiri,” ujar Erick.
Teguh Permana, Technical Advisor Rittal Indonesia, mengatakan, melalui teknologi hibrida yang menggunakan dua metode pendinginan, pasif dan aktif, kompresor hanya aktif saat pendinginan pasif sudah tidak lagi memadai.
“Ditanamkannya teknologi inverter memungkinkan putaran kipas untuk menyesuaikan kebutuhan pendinginan di dalam panel sehingga jumlah pendingin yang dikeluarkan selalu tepat dengan kebutuhan perangkat. Rittal adalah perusahaan pertama di dunia yang menemukan teknologi ini,” katanya.
Pengujian nyata telah dilakukan pada industri automotif dan hasilnya sangat memuaskan. Pengukuran kinerja di pabrik Audi di Jerman maupun pabrik Renault di Prancis menunjukkan penghematan energi 75% untuk sistem pendingin Blue e+ dari teknologi Rittal sebelumnya, bahkan di dalam kondisi lingkungan yang sama persis tanpa dimodifikasi faktor lingkungannya.
Teknologi dari Rittal ini bakal memberikan efektivitas biaya, di sini semua unit bisa dioperasikan secara fleksibel berkat kemampuan multitegangan yang dipatenkan di seluruh standar grid di dunia. Input tegangan dapat berkisar dari 110 V (fase tunggal) sampai dengan 480 V (tiga fase) pada frekuensi grid 50 atau 60 Hz.
Unit pendingin Blue e+ mencakup rentang daya pendinginan hingga 6.000 watt (sebelumnya hanya hingga 4.000 Watt) serta dapat digunakan pada suhu berkisar antara -30 derajat Celsius hingga +60 derajat Celsius.
Rendra hanggara
(ftr)