Suka Lapar saat Lihat Konten Makanan di Media Sosial? Ini Alasannya
Kamis, 08 Februari 2024 - 14:35 WIB
“Intensitas respons tersebut memprediksi jumlah asupan makanan selanjutnya. Mengkonsumsi makanan tidak sehat secara berulang-ulang dapat mempengaruhi jaringan otak, sehingga menyebabkan lebih banyak nafsu makan dan asupan makanan yang lebih tinggi,” tutur Dr. Mireille Serlie.
Teknik psikologis seperti ini sering kali dimanfaatkan oleh brand-brand makanan untuk meningkatkan penjualan melalui iklan di media sosial.
Para penontonnya jadi tergiur pada visualisasi makanan yang dilihatnya, kemudian meningkatkan keinginan untuk membeli dan memakannya. Ditambah lagi jika melihat konten makanan yang digemarinya, hal ini dapat melepaskan hormon dopamin seseorang yang menimbulkan perasaan bahagia.
Selain itu, media sosial juga dapat mempengaruhi makanan dan kebiasaan gaya hidup yang Anda coba. Semakin sering Anda terpapar pada jenis konten dengan gaya hidup tidak sehat, maka hal ini dapat mempengaruhi kondisi kesehatan Anda, begitupun sebaliknya.
“Kandungan junk food dapat mengaktifkan sistem dopamin di otak sehingga menghasilkan perasaan senang,” ujarnya.
Teknik psikologis seperti ini sering kali dimanfaatkan oleh brand-brand makanan untuk meningkatkan penjualan melalui iklan di media sosial.
Para penontonnya jadi tergiur pada visualisasi makanan yang dilihatnya, kemudian meningkatkan keinginan untuk membeli dan memakannya. Ditambah lagi jika melihat konten makanan yang digemarinya, hal ini dapat melepaskan hormon dopamin seseorang yang menimbulkan perasaan bahagia.
Selain itu, media sosial juga dapat mempengaruhi makanan dan kebiasaan gaya hidup yang Anda coba. Semakin sering Anda terpapar pada jenis konten dengan gaya hidup tidak sehat, maka hal ini dapat mempengaruhi kondisi kesehatan Anda, begitupun sebaliknya.
“Kandungan junk food dapat mengaktifkan sistem dopamin di otak sehingga menghasilkan perasaan senang,” ujarnya.
(tdy)
tulis komentar anda