Rhoma Irama Berharap Asosiasi Bela Hak Cipta Untungkan Musisi di Era Digital

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 18:03 WIB
Di era digital masyarakat dimudahkan untuk mengcover lagu. Sayangnya, Rhoma Irama merasakan penerapan UU Nomor 28 tentang hak cipta belum diimplementasikan. Foto/Istimewa.
JAKARTA - Di era digital masyarakat dimudahkan untuk mengcover lagu. Mereka bisa memilih lagu yang disukainya dan bahkan, bisa membuat nama mereka viral, yang pada akhirnya menguntungkan para pengguna. Kondisi ini berbeda dengan penyanyi dan pencipta lagu. Mungkin, mereka hanya bisa menyaksikan lagu mereka digunakan tanpa izin, yang membuatnya tidak menerima pemasukan dari karya yang sudah ditelurkan. Padahal, semuanya tertuang dalam Undang Undang (UU) Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta.

Raja Dangdut Rhoma Irama yang mewakili Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia (PAMMI) merasakan bahwa penerapan UU tersebut dirasakan para musisi. “Lahirnya UU no.14 sampai detik ini belum terimplementasi dalam pelaksanaan Undang -Undang itu,” kata Rhoma.

Lahirnya Asosiasi Bela Hak Cipta dinilai membawa angin segar bagi para musisi untuk mendapatkan hak karena menjadi wadah yang bisa diharapkan. “Tentunya lahirnya asosiasi ini angin segar buat seniman kita. Saya ingin bicara, kenapa music harus dihargai? Karena musik itu tidak hanya memiliki efek ekonomi. Kita tahu ekonomi kreatif sebagai dipacu untuk devisa negara,” jelas dia.

Sebagai seniman, Rhoma sendiri mengaku tertib pajak, di mana setiap penghasilan dari kontrak kerjanya, baik onair atu offair itu harus ada potongan pajak dan pajak itu yang menjadi pemasukan negara dari para musisi.



“Saya sebagai seniman pembayar pajak, tertib. Setiap kontrak kerja saya harus ada pemotongan pajak. setiap saya tampil di televisi, pasti pajak saya bayar, artinya di sana ada devisa negara, ada pemasukan Negara,” jelasnya. (Baca juga: 4 Alasan Musik Jadul Lebih Keren Dibanding Musik Kekinian ).

Sementara, sekarang ini musisi tengah menbutuhkan bantuan ekonomi lantaran pandemi. Jadi, dia berharap masyarakat yang menggunakan karya para musisi harus berizin.

“Menampilkan karya seni itu harus berizin. ini sulit diimplementasikan. Misalnya, kemarin saya bawa temen-teman ke stasiun tv, mereka menutut harus berizin, tetapi pihak televisi menjawab, menemui penciptanya susah. Misalnya live concert yang formal, atau pesta kawin, kalau itu harus berizin, itu akan sepi dari bermusik. Jadi, bagaimana mengimplementasikan itu (perizinan). ya seperti apalah, biar jangan sampai para user tidak bisa menampilkan karya lagu, karena sulit izin,” tutur dia.

Sementara, Miftah Faridh Oktofani perwakilan YouTube Indonesia partner mengatakan musik di YouTube dibagi dua, ada musik dan nonmusik. “Di musik juga terbagi partnernya, ada publishing, sisi master dan saya di master. Nah, YouTube memberikan tools untuk mengklaim dari master. Jadi, kalau ada pencurian dari ranah terkait, kita sudah bisa ambil tindakan,” jelasnya.

Menurutnya, Youtuber juga sudah bekerja sama dengan publisher di Indonesia memberikan tools untuk mengklaim karyanya. “Kalau melihat UU hak cipta no.28, harus izin di depan. mungkin ini karena YouTube tidak mengadopsi hukum di Indonesia. Jadi, ini yang sering menjadi masalah,” beber dia.
(tdy)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More