Mengenal Gangguan Kepribadian Ambang

Senin, 14 September 2020 - 15:30 WIB
Foto/dok
JAKARTA - Pada populasi umum terdapat 2% orang dengan gangguan kepribadian ambang (ODGKA). Sebanyak 10% ditemukan pada pasien rawat jalan dan 20% pada pasien rawat inap. Sekitar 70% ODGKA melakukan perilaku merusak diri sendiri, dan sebanyak 8%-10% meninggal akibat bunuh diri.

“Gangguan Kepribadian Ambang (GKA) merupakan kondisi yang tidak banyak diketahui atau disadari oleh yang mengalaminya maupun lingkungan terdekatnya,” jelas dr. Sylvia Detri Elvira, SpKJ(K) pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM dalam peluncuran buku “Mengenal dan Menyikapi Gangguan Kepribadian Ambang”. (Baca: Wabah Corona, Bolehkah Salat Memakai Masker?)

GKA adalah salah satu bentuk kepribadian yang ditandai dengan tidak stabilnya hubungan sosial (khususnya hubungan interpersonal), citra diri, adanya ketidakmampuan mengendalikan emosi, seringkali bersikap impulsif, dan kerap berperilaku merusak diri sendiri.



GKA merupakan kondisi yang akhir-akhir ini sering dijumpai dalam praktik klinis dan juga dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada remaja dan dewasa muda. Kondisi GKA kerap tidak diketahui atau disadari oleh mereka yang mengalami dan lingkungan orang terdekatnya.

Orang dengan GKA akan mengalami keadaan yang sangat tidak nyaman karena emosinya yang tidak stabil, mudah berganti dalam hitungan menit, jam, atau hari. Orang dengan GKA membutuhkan bantuan segera, karena seringkali melakukan tindakan menyakiti dan atau membahayakan diri sendiri (self-harming behavior) untuk mengatasi rasa kosong atau hampa yang dialami. (Baca juga: PSBB Jilid II ala Anies Kantongi Dukungan dari Kadin)

Keadaan ini yang juga membuat orang dengan GKA sering mengunjungi unit-unit gawat darurat rumah sakit-rumah sakit terdekat. Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB menuturkan, adanya pandemi Covid-19 saat ini tidak hanya mengancam kesehatan fisik, melainkan juga kesehatan mental yang perlu menjadi perhatian khusus. “Kita dapat melihat dari meningkatnya pasien-pasien yang datang ke praktik klinis psikiatri,”kata Prof. Ari.

Selama ini terdapat kesulitan bagi masyarakat umum untuk mengakses informasi-informasi kesehatan yang benar dan terpercaya. Dengan banyaknya hoaks yang beredar melalui media sosial, tidak jarang pasien maupun keluarga pasien mengambil keputusan yang salah karena informasi tersebut. “Oleh karena itu, buku ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan sumber informasi yang mudah dipahami oleh semua golongan agar dapat membantu siapapun yang membacanya,”imbuh Prof. Ari. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala dalam Sejarah Berdirinya Kota Solo)

Ditambahkan dr. Sylvia, kebutuhan akan pengetahuan tentang isi buku ini ternyata sangat dirasakan dan cenderung meningkat dalam praktik klinik psikiatri sepuluh tahun terakhir ini. “Dengan mempelajari tanda dan gejala GKA, diharapkan dapat mengantisipasi seandainya ia atau teman atau kerabatnya mengalami kondisi tersebut, agar dapat secara lebih dini mencari pertolongan medis, dengan demikian fungsinya dalam kehidupan sehari-hari dapat pulih kembali,” ujar dr. Sylvia. (Sri Noviarni)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More