#Basri Menyapa: Pandemi, Visi Berbagi dan Farhan Siki

Jum'at, 05 Juni 2020 - 14:42 WIB
#Basri Menyapa menghadirkan dua sesi Bedah Profil (45 menit), sebagai “sapaan ramah, lepas lagi bernas” -- tiap bintang tamu yang membahas berbagai topik tertentu seputar latar belakang profesi dan visi kreatifnya. Dan sesi ke-2, Bedah Karya (45 menit), “sapaan atas karya dan berbagi pesan”—bagi tiap bintang tamu yang bereksplorasi dan unjuk karya- karyanya dengan pesan-pesan yang disampaikan pada apresian.

Lihat Video: Mengisi Waktu, Anak-anak di Banyumas Membuat Alat Pelindung Diri

Para tokoh kreatif yang menjadi bintang tamu bisa desainer, arsitek, ketua komunitas seni, seniman & perupa, kolektor dan art dealer, gallerist, pakar Museum, ilmuwan humaniora dan sosial, film maker, penulis dan pekerja-pekerja kreatif lain. Pada Minggu pertama Juni 2020 ini, kita bertemu Farhan Siki, alumni Fakultas Sastra Universitas Jember dengan visi-nya sebagai seniman street art. “Seniman Lahir di Jalanan” akan menjadi tajuk utama. Semenjak dipesan karya gigantiknya yang memaknai “kegelisahan di kota” pada pameran ArtJog 2009, yang kala itu Art Fair berjuluk Jogja Art Fair segera saja Farhan diundang ke benua Eropa.

Melakukan kerja-kerja kolektif dan mandiri di kantung-kantung komunitas street art Eropa serta terpilih oleh galeri privat mapan, Primo Marella di tahun 2012 dengan solo show-nya: Implosion di Milan, Italia. Sebelumnya, semenjak era Orde Baru lengser, kepengapan iklim politik dan ekspresi bebas membuncah, para seniman mengikrarkan kreatifitas seluas-luasnya.

Farhan Siki melakukan berbagai proyek mandiri dan saling interdependesi dengan para seniman-seniman di Jakarta, Bandung, Yogjakarta sampai Surabaya dan Bali sejak akhir 1990-an sampai 10 tahun kemudian dengan bergiat pameran kelompok atau solo, merespons beragam atmosfer kota serta pilihan artistiknya: kritik pada kehidupan urban.

Pada karya terakhirnya, merespon Covid 19 ia menyusuri “kotak Pandora” kegelisahan manusia, pertempuran batin melawan derita, wabah coronavirus ia tampilkan justru sebagai jalan sakral menuju sang Khaliq. Judul Via Via yang berarti “jalan-jalan” dalam bahasa Italia, yang ia benturkan dengan makna Via Dolorosa, jalan kesengsaraan menuju spiritualitas.

Penderitaan akan wabah membuka jalan ke Tuhan. Sementara, karya yang lain, seperti Dalam Gersang, Farhan menampilkan sayup-sayup karakter virus Corona bertumpuk di imej pohon-pohon kaktus, segera melayangkan konstruksi pikiran kita bahwa kondisi kegersangan melanda manusia bad 21 ini, mungkin tak hanya karena wabah penyakit tapi masa depan kemanusiaan kita: konflik geo-politik dibeberapa wilayah jagat mencipta gurun nan tandus pada nalar dan rasa.

#Basri Menyapa seri ke-1, Mei 2020 lalu mengundang perupa perempuan Arahmaiani yamg mengulik narasi perjalanannya sebagai seniman perempuan yang menjelajah Tibet, Jerman sampai bagian wilayah-wilayah tertentu di Bali yang menarik minatnya sebagai aktivis lingkungan hidup.

Terutama ia berbagi pengalaman pada bagaimana Tibet menyumbang sumber air bersih bagi 47% populasi dunia (85% populasi Asia) dari sungai-sungai yang berhulu di dataran tinggi: Gangga, Brahmaputra, Indus, Karnali, Sutlej, Yangzi, Huanghe (Sungai Kuning), Mekong, Salween sampai Irrawady; dan yang paling penting adalah peran apa yang disumbangkan oleh seniman Arahmaiani di sana.

Tamu seri ke-2 #Basri Menyapa, masih di bulan Mei menghadirkan Teguh Ostenrik, seniman senior yang tenar membangun instalasi raksasa seperti Tembok Berlin di Kalijodo Jakarta atau membuat coral buatan di perairan-perairan Indonesia dengan visi Underwater Sculpture Museum. Karya Teguh terakhir menyoal berbagi makanan dalam masa wabah sebagai bagian dari estetika relasi dengan menghubungkan orang-orang dan lingkungan sekitar yang disantuni makanan-makanan siap santap.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More