Tecovirimat Dianggap Ampuh Obati Cacar Monyet, IDI: Masih Dibutuhkan Penelitian Lebih Lanjut
Kamis, 26 Mei 2022 - 14:51 WIB
JAKARTA - Kemunculan isu obat Tecovirimat mampu mengobati cacar monyet masih belum bisa dipastikan. Hal tersebut dijelaskan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD KHOM, .
Menurut Prof Zubairi masih perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mampu mengobati monkeypox (cacar monyet) ini. Sebab dalam penelitian yang diungkapkan oleh majalah Lancet yang juga diungkapkan dalam berita Sky News.
"Namun karena kasusnya masih hangat sangat sedikit dan makan sebetulnya belum bisa diambil kesimpulan, dari hanya mungkin bermanfaat itu saja. Jadi diperlukan penelitian yang lebih besar untuk kasus lebih banyak, untuk bisa mengambil kesimpulan mengenai manfaat Tecovirimat atau TPOXX," ungkap Prof Zubairi kepada MNC Portal, Kamis (26/5/2022).
Dalam informasi yang didapatkan, Studi diterbitkan dalam The Lancet Infectious Diseases mengidentifikasi bahwa meskipun terbatas, penularan di Inggris telah terjadi di rumah tangga dan pengaturan perawatan kesehatan. Juga mengamati tanggapan pasien terhadap dua obat antivirus berbeda, yang dikembangkan untuk dalam keadaan siaga untuk mengobati cacar yaitu Brincidofovir dan Tecovirimat.
Prof Zubairi mengatakan jika obat Tecovirimat atau TPOXX, ini berkemungkinan bisa meringankan sakit monkeypox. Dia menambahkan jika dalam info dia dapatkan, sejauh ini bisa mempersingkat gejala, memperpendek durasi sakit hingga risiko yang ditimbulkan.
"Mengenai obat Tecovirimat ada laporan kasus di majalah langset dan mungkin, mungkin sekali lagi ada kemungkinan bermanfaat. Untuk mempersingkat gejalanya, jadi mempercepat kesembuhan dan juga memendekkan masa penularan dari risiko menjadi lebih pendek," katanya
Sementara, obat kedua antivirus yang dianggap bisa yaitu Brincidofovir. Menurut Prof Zubairi masih membutuhkan bukti, atau penelitian lanjut juga terkait kedua obat tersebut.
"Yang kedua mengenai dari Brincidofovir, namun belum ada data yang muncul hanya ada di majalah Lancet. Kemungkinan tidak sebaik Tecovirimat, sekali lagi terlalu dini untuk mengambil kesimpulan tentang obat tersebut," jelas Prof Zubairi.
Menurut Prof Zubairi masih perlu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mampu mengobati monkeypox (cacar monyet) ini. Sebab dalam penelitian yang diungkapkan oleh majalah Lancet yang juga diungkapkan dalam berita Sky News.
"Namun karena kasusnya masih hangat sangat sedikit dan makan sebetulnya belum bisa diambil kesimpulan, dari hanya mungkin bermanfaat itu saja. Jadi diperlukan penelitian yang lebih besar untuk kasus lebih banyak, untuk bisa mengambil kesimpulan mengenai manfaat Tecovirimat atau TPOXX," ungkap Prof Zubairi kepada MNC Portal, Kamis (26/5/2022).
Dalam informasi yang didapatkan, Studi diterbitkan dalam The Lancet Infectious Diseases mengidentifikasi bahwa meskipun terbatas, penularan di Inggris telah terjadi di rumah tangga dan pengaturan perawatan kesehatan. Juga mengamati tanggapan pasien terhadap dua obat antivirus berbeda, yang dikembangkan untuk dalam keadaan siaga untuk mengobati cacar yaitu Brincidofovir dan Tecovirimat.
Prof Zubairi mengatakan jika obat Tecovirimat atau TPOXX, ini berkemungkinan bisa meringankan sakit monkeypox. Dia menambahkan jika dalam info dia dapatkan, sejauh ini bisa mempersingkat gejala, memperpendek durasi sakit hingga risiko yang ditimbulkan.
"Mengenai obat Tecovirimat ada laporan kasus di majalah langset dan mungkin, mungkin sekali lagi ada kemungkinan bermanfaat. Untuk mempersingkat gejalanya, jadi mempercepat kesembuhan dan juga memendekkan masa penularan dari risiko menjadi lebih pendek," katanya
Sementara, obat kedua antivirus yang dianggap bisa yaitu Brincidofovir. Menurut Prof Zubairi masih membutuhkan bukti, atau penelitian lanjut juga terkait kedua obat tersebut.
"Yang kedua mengenai dari Brincidofovir, namun belum ada data yang muncul hanya ada di majalah Lancet. Kemungkinan tidak sebaik Tecovirimat, sekali lagi terlalu dini untuk mengambil kesimpulan tentang obat tersebut," jelas Prof Zubairi.
(hri)
tulis komentar anda