Beri Ruang Apresiasi Pengrajin Batik, Lakon Indonesia Harap Adanya Sistem Kelestarian Budaya Tradisional

Jum'at, 18 November 2022 - 21:54 WIB
Thresia Mareta, selaku founder Lakon Indonesia memberikan ruang kreasi dan apresiasi kepada pengrajin batik dengan memamerkan instalasi seni bersama Adi Purnomo, yang biasa disapa Mamo. Foto/Thomas Manggalla
JAKARTA - Lakon Indonesia memberikan ruang kreasi dan apresiasi kepada pengrajin batik dengan memamerkan instalasi seni berkolaborasi bersama Adi Purnomo, yang biasa disapa dengan Mamo, seorang arsitek dan juga seniman. Instalasi ini akan menjadi media untuk menyampaikan sebuah tujuan usaha pelestarian budaya.

Thresia Mareta, selaku founder Lakon Indonesia mengatakan dulu mereka (pengrajin batik) merupakan bagian industri mainstream dan bisnis fashion berubah sesuai perkembangan zaman yang terjadi.

"Kita minta ajarin mereka bahwa situasi berubah industri berubah ada yang namanya mesin pun ikut mengubah secara cepat industri fashion dari segi kuantitas, harga, kualitas berubah dan mereka tertinggal jauh dengan eksekusi manual," ungkapnya.



Thresia Mareta mengungkapkan pengrajin batik hanya dibantu keluar dari sebuah sistem yang pada akhirnya mereka terjebak dalam satu sistem yang rusak.



"Kalau sistem itu bisa diperbaiki mereka bisa menghasilkan buat mereka sendiri, misalkan mereka gak perlu bantuan beli seragam sekolah tapi bisa beli sendiri, seragam sekolah untuk anaknya dan tentu hal itu membuat harga diri mereka lebih tinggi," ungkapnya.

Thresia pun mencontohkan dengan sistem harga batik dengan wine. Menurutnya jika di lihat wine anggur di luar negeri mereka punya sistem yang jelas.

"Dan kalau kita pergi ke sana kita gak takut untuk membeli, memang harga sekian dengan kualitas sekian, beda dengan batik gak ada padahal wine sesuatu yang lebih sulit dinilai tapi mereka bisa bikin sistem itu tapi batik gak punya sistem itu," tandasnya.

"Sistem itu artinya misalnya batik apakah mas bisa benar bisa menentukan ini batik pantas harga 2 juta kita sulit gitu karena kita gak punya sistem untuk menentukan harga itu sesuai dengan kualitas, harga yang beda sama makanya kalo bikin batik lebih mahal sulit menjual itu karena orang berpikir benar gak harga Rp2 juta saya dibohongin gak sih, nah itu salah satu contohnya saja," katanya.

Terkait proses kurasi sekitar 300 pengrajin batik tulis dan batik cap sendiri, Thresia mengaku lebih banyak mengkurasi dari segi sikap. Mmenurutnya hal itu yang utama, lalu menyusul kreatifitas, kualitas karena dua hal itu nanti bisa dibina.

Pihaknya berharap dengan Lakon Indonesia bisa memberikan ruang apresiasi sekaligus memamerkan hasil karya pengrajin ini dalam menciptakan sebuah ekosistem budaya yang bisa terus berjalan dan lestari. "Tujuan saya pasti untuk melestarikan budaya sesimple itu saja," harapnya.
(hri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More