CERMIN: Panggung Srimulat dan Perspektif Orang Luar
loading...

Film Srimulat dan Hil yang Mustahal bisa jadi arsip bagi dunia lawak sebagai perfilman di Indonesia. Foto/IDN Pictures, MNC Pictures
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1950. Ayah saya lahir dan bersamaan dengan itu Teguh Slamet Rahardjo mendirikan Srimulat.
Sebagai generasi yang lahir pada akhir tahun 1970-an, tentu saja saya tahu Srimulat. Tapi sebagai orang luar (non-Jawa), saya tak pernah betul-betul mengakrabinya. Mungkin sekali dua ketika pertunjukan panggungnya diputar di TVRI semasa saya masih kecil pernah saya saksikan. Tapi tak ada yang melekat kuat di ingatan. Sepak terjang Srimulat pun tak pernah benar-benar saya ikuti.
Berbeda dengan Srimulat, saya justru mengikuti sepak terjang Fajar Nugros sejak awal kariernya sebagai sutradara. Meskipun saya belum pernah sekali pun diundang ke premiere filmnya, tapi hampir semua filmnya saya tonton di bioskop. Termasuk Srimulat: Hil yang Mustahil” yang kini bisa disaksikan kembali di Prime Video.
Buat saya sebagai sesama pembuat film maupun penonton film, film kali ini menandai jejak karier penyutradaraan Nugros ke level yang lebih tinggi. Terlihat sekali betapa seriusnya film ini dibuat dan bagaimana IDN Pictures selaku rumah baru bagi Nugros tak tanggung-tanggung mendukung visi besar itu. Srimulat: Hil yang Mustahaladalah sebuah penghargaan bagi Srimulat yang dibuat dengan hati, niat, dan modal yang besar.
![CERMIN: Panggung Srimulat dan Perspektif Orang Luar]()
Foto: IDN Pictures/MNC Pictures
Sedari awal film dibuka, saya langsung ngeh betapa Nugros mengambil pendekatan panggung dalam setiap adegan yang disusunnya. Nyaris terasa seperti sketsa demi sketsa walau masih memberi ruang untuk memperkenalkan anggota Srimulat ke penonton masa kini.
Begitupun perkenalan tersebut nyaris tak memberi ruang yang cukup bagi penonton seperti saya untuk tahu lebih jauh seputar masing-masing personel Srimulat. Tahu-tahu Srimulat sudah jadi grup yang ajek, tahu-tahu Srimulat sudah siap lepas landas dan menuju ke pusat dari pinggiran, tahu-tahu Srimulat sudah diundang untuk melawak di depan presiden dan istri.
Pendekatan yang diambil Nugros yang langsung memperlihatkan Srimulat sebagai grup yang ajek, meski bisa jadi brilian tapi cenderung berisiko terutama bagi mereka yang tak punya referensi cukup soal Srimulat. Termasuk saya.
Seperti yang sudah saya utarakan di awal, samar-samar saya mengingat penampilan mereka ketika saya masih bocil di TVRI tapi tak lebih dari itu. Akibatnya, sebagai orang luar (non-Jawa), saya bergulat dengan referensi itu sepanjang durasi filmnya. Sesekali saya terbahak, kali lain saya hanya manggut-manggut sembari mendengar penonton lain tertawa.
Sebagai generasi yang lahir pada akhir tahun 1970-an, tentu saja saya tahu Srimulat. Tapi sebagai orang luar (non-Jawa), saya tak pernah betul-betul mengakrabinya. Mungkin sekali dua ketika pertunjukan panggungnya diputar di TVRI semasa saya masih kecil pernah saya saksikan. Tapi tak ada yang melekat kuat di ingatan. Sepak terjang Srimulat pun tak pernah benar-benar saya ikuti.
Berbeda dengan Srimulat, saya justru mengikuti sepak terjang Fajar Nugros sejak awal kariernya sebagai sutradara. Meskipun saya belum pernah sekali pun diundang ke premiere filmnya, tapi hampir semua filmnya saya tonton di bioskop. Termasuk Srimulat: Hil yang Mustahil” yang kini bisa disaksikan kembali di Prime Video.
Baca Juga :
CERMIN: Persahabatan bagai Kepompong
Buat saya sebagai sesama pembuat film maupun penonton film, film kali ini menandai jejak karier penyutradaraan Nugros ke level yang lebih tinggi. Terlihat sekali betapa seriusnya film ini dibuat dan bagaimana IDN Pictures selaku rumah baru bagi Nugros tak tanggung-tanggung mendukung visi besar itu. Srimulat: Hil yang Mustahaladalah sebuah penghargaan bagi Srimulat yang dibuat dengan hati, niat, dan modal yang besar.

Foto: IDN Pictures/MNC Pictures
Sedari awal film dibuka, saya langsung ngeh betapa Nugros mengambil pendekatan panggung dalam setiap adegan yang disusunnya. Nyaris terasa seperti sketsa demi sketsa walau masih memberi ruang untuk memperkenalkan anggota Srimulat ke penonton masa kini.
Begitupun perkenalan tersebut nyaris tak memberi ruang yang cukup bagi penonton seperti saya untuk tahu lebih jauh seputar masing-masing personel Srimulat. Tahu-tahu Srimulat sudah jadi grup yang ajek, tahu-tahu Srimulat sudah siap lepas landas dan menuju ke pusat dari pinggiran, tahu-tahu Srimulat sudah diundang untuk melawak di depan presiden dan istri.
Pendekatan yang diambil Nugros yang langsung memperlihatkan Srimulat sebagai grup yang ajek, meski bisa jadi brilian tapi cenderung berisiko terutama bagi mereka yang tak punya referensi cukup soal Srimulat. Termasuk saya.
Seperti yang sudah saya utarakan di awal, samar-samar saya mengingat penampilan mereka ketika saya masih bocil di TVRI tapi tak lebih dari itu. Akibatnya, sebagai orang luar (non-Jawa), saya bergulat dengan referensi itu sepanjang durasi filmnya. Sesekali saya terbahak, kali lain saya hanya manggut-manggut sembari mendengar penonton lain tertawa.
Lihat Juga :