Mengenal Trigeminal Neuralgia, Nyeri Saraf Wajah yang Sakitnya Melebihi Melahirkan

Senin, 10 Juli 2023 - 06:30 WIB
loading...
Mengenal Trigeminal...
Trigeminal neuralgia adalah suatu kondisi yang menyebabkan sensasi nyeri seperti tersengat listrik pada satu sisi wajah. Foto Ilustrasi/Pexels
A A A
JAKARTA - Di dunia ini ada banyak kondisi yang bisa memicu rasa sakit luar biasa pada tubuh. Salah satunya trigeminal neuralgia yang rasa nyerinya begitu hebat, melebihi sakit gigi bahkan konon lebih sakit dari melahirkan.

Trigeminal neuralgia (TN) adalah suatu kondisi yang menyebabkan sensasi nyeri seperti tersengat listrik pada satu sisi wajah. Serangan nyeri hebat ini terjadi tiba-tiba, berlangsung dalam waktu singkat dan cenderung berulang.

Rasa nyeri berasal dari saraf trigeminal, saraf kelima dari 12 pasang saraf yang berasal dari otak. Saraf tersebut terletak di sisi wajah, dimulai di dekat bagian atas telinga dan bercabang ke tiga arah yaitu mata atau dahi, pipi, dan rahang.

Serangan trigeminal neuralgia bisa diawali dengan kesemutan atau mati rasa di wajah. Rasa sakit terjadi dalam semburan intermiten biasanya berlangsung beberapa detik hingga dua menit, namun bisa jadi semakin sering hingga terasa sakit terus-menerus.



Intensitas rasa sakitnya luar biasa. Beberapa penderita TN menyebut lebih parah daripada mengalami serangan jantung, mengeluarkan batu ginjal, atau bahkan melahirkan. Nyeri TN juga berkali-kali lipat lebih sakit dibanding sakit gigi.

Hal itu dibenarkan oleh Rianty Rusmiati, salah satu pasien asal Jakarta, yang didiagnosis TN pada 1997. Rasa nyeri hebat sampai membuatnya susah makan minum, tidur, hingga kesulitan berbicara sudah dirasakannya.

“Dokter tanya, dari skala 0-10 sakitnya di level berapa? Saya bilang, ada nggak skala sampai 20? Kalau ada, saya di 16,” ujarnya saat berbincang dengan SINDOnews, dikutip Minggu (9/7/2023).

Tidak seperti nyeri wajah yang disebabkan oleh masalah lain, nyeri TN kerap digambarkan sebagai sensasi seperti tertusuk, tersengat, tersayat atau panas yang sangat hebat. Rasa sakit dengan cepat menjalar dalam hitungan detik, namun seiring perkembangan kondisi, rasa sakit bisa berlangsung beberapa menit bahkan lebih lama.

“Kalau lagi kambuh, sisi wajah kanan rasanya kayak panas sekali dan itu cepat merambatnya dari rahang, pipi sampai ke dekat pelipis,” ungkap Edi, pasien lainnya dari Brebes yang mengalami TN sejak akhir 2022.

Dokter Spesialis Bedah Saraf dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) Mustaqim Prasetya dalam wawancara dengan SINDOnews menjelaskan, pada pasien TN, datangnya rasa nyeri bisa dipicu oleh apa pun yang menyentuh wajah atau gigi. Contohnya bercukur, merias wajah, mencuci muka, menyikat gigi, menyentuh gigi atau bibir dengan lidah, makan, minum, berbicara, tersenyum. Bahkan, percikan air dan angin sepoi-sepoi yang mengenai wajah juga bisa menjadi pemicunya.

“Jadi, nyeri di cabang saraf trigeminal ini muncul oleh hal-hal yang seharusnya tidak membuat nyeri. Contohnya ngomong atau makan minum, itu harusnya kan nggak bikin sakit. Tapi pada pasien TN, menyentuh wajah atau kena angin pun bisa memicu rasa sakit,” beber dokter Tyo, sapaan akrab Mustaqim Prasetya.


Penyebab Trigeminal Neuralgia

Trigeminal neuralgia secara statistik terjadi pada usia 40-an, dan paling sering menyerang orang berusia di atas 50. Meskipun tak menutup kemungkinan dialami oleh usia di bawah itu. TN juga lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.

Mengutip laman hopkinsmedicine.org, di Amerika Serikat (AS), TN adalah penyebab paling umum nyeri wajah dan didiagnosis pada sekitar 15.000 orang per tahun.

TN biasanya terjadi secara spontan namun terkadang dikaitkan dengan trauma wajah atau prosedur gigi. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan tekanan pembuluh darah terhadap pangkal saraf trigeminal, juga dikenal sebagai kompresi vaskular. Multiple sclerosis atau tumor juga dapat menyebabkan TN, meskipun kasusnya jarang.

“Kebanyakan TN disebabkan pembuluh darah yang menekan atau nempel, dan ini tidak menyebabkan kematian. Kasus TN yang disebabkan oleh tumor itu hanya sekitar 3%. Pada beberapa pasien wanita, dicurigai ada hubungannya dengan kelainan autoimun,” terang Tyo.

Sementara itu, para peneliti juga tengah menyelidiki apakah postherpetic neuralgia yang disebabkan oleh herpes zoster ada hubungannya dengan kondisi nyeri TN.

Kualitas Hidup Menurun hingga Ingin Bunuh Diri

Meski kondisi nyeri hebat yang dirasakan pasien TN tidak mengancam jiwa, intensitas rasa sakitnya bisa melemahkan dan menurunkan kualitas hidup.

Menurut Tyo, TN dikenal juga dengan istilah penyakit bunuh diri (suicide disease). Berdasarkan literatur, nyeri pada saraf trigeminal ini merupakan rasa nyeri paling berat yang dirasakan oleh manusia. Satu atau lebih dari cabang saraf trigeminal dapat mengalami nyeri luar biasa yang dipicu hal-hal yang semestinya tidak menyebabkan nyeri.

Saat serangan nyeri datang, otomatis orang tersebut tidak bisa makan atau minum dan bagi yang bekerja juga terganggu produktivitasnya.

Berdasarkan pengakuan pasien, sebut Tyo, rasa nyerinya bermacam-macam, paling sering seperti tersengat listrik, panas, tersayat, terbakar. Rasa sakit itu tidak bisa hilang dengan obat pereda nyeri yang dijual bebas.

“Sebenarnya TN bukan penyakit yang mengancam nyawa secara langsung, tapi sungguh mengganggu kualitas hidup seseorang karena nyeri hebat yang dialami. Nyeri luar biasa hilang-timbul, minum pereda nyeri tidak hilang, mau bekerja juga nggak bisa,” papar Tyo melalui siaran di kanal YouTube Kata Dokter.

Jadi, sambung Tyo, secara psikologis dan biologis memang pasien mengalami penderitaan luar biasa. Ditambah lagi kadang orang sekitar menganggap lebay alias berlebihan karena penderita TN tampilan luarnya seperti orang normal pada umumnya.

“Penderitaan luar biasa itu yang membuat putus asa sehingga muncul ide mengakhiri hidup mereka,” ujarnya.

Sering Dikira Sakit Gigi

Gejala pada TN bisa serupa dengan yang disebabkan oleh masalah gigi. Sering kali orang dengan TN yang tidak terdiagnosis mencoba melakukan beberapa prosedur gigi untuk mengendalikan rasa sakit.

Hal ini dialami oleh Rianty dan Edi. Rianty bercerita, sebelum didiagnosis TN pada 1997, dirinya mengalami sakit gigi.

“Saya cabut gigi tahun 1994. Kata dokter ada akar gigi yang ketinggalan, harus dioperasi, saya diperlihatkan dan percaya. Tahun 1996 kok sakit lagi dan lebih dahsyat,” tuturnya.
Mengenal Trigeminal Neuralgia, Nyeri Saraf Wajah yang Sakitnya Melebihi Melahirkan

Dokter Mustaqim Prasetya dan sang pasien, Rianty. Foto/SINDOnews/Inda Susanti

Rianty curiga dirinya terkena malpraktik dan sempat ingin mengajukan tuntutan. Selama setahun dia mengunjungi banyak klinik dan puluhan rumah sakit di Jakarta untuk mencari kebenaran. Hingga akhirnya dokter menyimpulkan biang keladi nyerinya bukan dari gigi melainkan saraf trigeminal.

“Kata dokter, kalau orang giginya sakit itu diketok-ketok bakal terasa ngilu, tapi saya nggak. Jadi, ini masalahnya bukan pada gigi dan mau keliling ke dokter gigi mana pun nggak akan sembuh,” bebernya.

“Ibu itu kena saraf, trigeminal neuralgia. Minum aja obat saraf,” tambah Rianty, menirukan perkataan dokter yang menanganinya.

Edi juga sangat awam, bahkan tak pernah mendengar istilah trigeminal neuralgia. Pria 71 tahun itu mengira rasa sakit di bagian rahang yang muncul pada akhir tahun lalu akibat kondisi giginya yang rusak dan menyisakan akar gigi.

Dia pun mendatangi dokter gigi dan pada pertemuan kedua dilakukan pencabutan gigi. Namun, hal itu tak menyelesaikan masalah.

“Rasa sakit masih sering datang dan saya hanya minum obat pereda nyeri. Sampai akhirnya saya dirujuk ke dokter saraf,” bebernya.

Diagnosis Trigeminal Neuralgia

Diagnosis Trigeminal Neuralgia melibatkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis terperinci untuk menyingkirkan penyebab nyeri wajah lainnya.

Biasanya dokter saraf akan bertanya tentang frekuensi dan intensitas rasa sakit, hal-hal yang kerap memicu rasa sakit, dan yang membuat rasa sakit jadi membaik atau memburuk.

Lantaran tidak ada tes tunggal untuk TN, mengetahui sifat nyeri adalah kunci dari diagnosis dan dokter yang menangani juga harus paham betul.

“Gejala TN sangat khas. Diagnosisnya pertama kali secara klinis, berdasar keluhan yang dirasakan pasien. Nyeri pada satu sisi wajah, bisa di satu atau lebih cabang persyarafan trigeminal, yang sifatnya hilang timbul dan dipicu oleh hal-hal yang seharusnya tidak menyebabkan nyeri,” jelas Tyo.

“Kalau sudah minum obat nyeri dan tidak mengalami perubahan, maka arahnya cenderung ke TN,” tambah dokter yang mendalami tentang TN di Jepang itu.

Jika sudah ada indikasi TN, dokter biasanya merekomendasikan tes pencitraan atau laboratorium, seperti pemindaian CAT atau MRI resolusi tinggi dari saraf trigeminal dan area sekitarnya. Tes ini dapat membantu menentukan penyebab nyeri TN.

Teknik MRI lanjutan tertentu juga membantu dokter melihat di mana pembuluh darah menekan cabang saraf trigeminal.

“Kita perlu mengetahui penyebabnya karena berhubungan dengan alternatif pengobatan yang akan dilakukan,” tandas Tyo.

Penanganan TN, Minum Obat hingga Operasi

Pengobatan trigeminal neuralgia bisa dilakukan secara berjenjang. Dokter biasanya dapat menangani TN secara efektif dengan obat-obatan, suntikan, hingga operasi atau pembedahan.

Obat yang digunakan bukan penghilang nyeri biasa melainkan golongan antikejang, di antaranya Carbamazepine dan Gabapentin. Sebagian besar pasien memulai dengan dosis rendah, lalu secara bertahap meningkatkan dosis di bawah pengawasan klinis sampai mereka mencapai pereda nyeri terbaik dengan efek samping paling minimal.

“Kita coba dengan satu dosis, evaluasi ketat efek obat tersebut. Kalau tidak ada perubahan bermakna atau reda tapi tidak optimal, bisa menaikkan dosis atau menambah obat dari golongan lain,” terang Tyo.

Tes darah rutin mungkin diperlukan untuk beberapa obat untuk memeriksa jumlah sel darah putih, trombosit, kadar natrium, dan fungsi hati pasien.

“Sembari menjalani pengobatan, bisa dilakuan MRI. Lalu dievaluasi lagi, kalau masih belum optimal harus naik ke jenjang berikutnya,” papar dia.

Operasi atau pembedahan dekompresi mikrovaskular atau MVD dianggap sebagai pengobatan paling tahan lama untuk TN yang disebabkan oleh kompresi pembuluh darah, dan itu membantu sekitar 80% orang dengan diagnosis ini.

Metode ini sangat cocok untuk orang dengan kesehatan yang baik yang dapat mentolerir pembedahan dan anestesi umum, dan yang gaya hidupnya bisa mengakomodasi masa pemulihan selama 4-6 minggu.

Adapun tujuan operasi MVD adalah memisahkan pembuluh darah dari saraf trigeminal dengan menempatkan bantalan yang terbuat dari Teflon di antara keduanya.

Dokter bedah membuat sayatan di belakang telinga dan mengangkat sebagian kecil tengkorak untuk mendapatkan akses ke saraf trigeminal dan pembuluh darah di sekitarnya. Kemudian, ahli bedah menempatkan bantalan di sekitar pembuluh darah sehingga tidak lagi menekan atau bergesekan dengan saraf.

“MVD ini paling bagus, bisa untuk kontrol jangka panjang, tidak menyebabkan baal di wajah, dan menawarkan kesembuhan sampai 90%,” terang Tyo.

Rianty adalah satu pasien yang sukses menjalani operasi MVD. Dia bercerita, lima tahun sejak didiagnosis TN pada 1997, dokter di sebuah rumah sakit sudah menyarankan untuk operasi TN di Jepang. Namun, Riyanti urung dan memilih kembali rutin minum obat.

Rasa sakit yang terus berulang akhirnya membuat wanita 66 itu mantap untuk operasi MVD di RS PON dan ditangani dokter Tyo bersama tim dokter lain.

“Setelah operasi dan berhasil, saya serasa terlahir kembali. Saya merasa hidup yang kedua kali. Kebahagiaan saya menular ke keluarga, teman, dan semuanya. Saya juga bisa reunian dan alhamdulillah menunaikan ibadah haji pada tahun 2023 ini,” tutur wanita berhijab itu.

Meski MVD merupakan pilihan utama, tidak semua pasien TN mau melakukan atau diterapkan operasi ini.

“Kalau pasiennya takut ya tidak boleh dipaksa, atau pasien dengan kondisi medis tertentu yang tidak memungkinkan dioperasi MVD,” kata Tyo, yang berpraktik di sejumlah rumah sakit.

Kabar baiknya, ada alternatif lain yang juga bisa memberikan efek bermakna namun risikonya lebih rendah dan biaya lebih murah. Metode tersebut adalah radiofrekuensi ablasi atau PRFR dan kompresi balon ganglion perkutan atau PBC.

Sederhananya kedua metode tersebut merupakan tindakan pembaalan wajah yang prosesnya diawali dengan penyuntikan menggunakan jarum khusus.

“Baik PRFR maupun PBC tidak mengatasi pembuluh darah yang nempel, hanya membuat baal, kayak sakit gigi disuntik jadi baal, jadi tidak terasa sakit,” bebernya.

Lantas, apa perbedaan keduanya?

“Kalau PRFR itu selektif, bisa pilih cabang saraf trigeminal di rahang, pipi, atau dahi saja. Sedangkan PBC tidak selektif, kalau dipakai, setengah wajah baal,” sebut dia.

Berdasarkan pengalaman Tyo melakukan ketiga prosedur tersebut, PBC paling prospektif dilakukan di Indonesia dan paling visible dilakukan setiap waktu di klinik sekali pun.

Hanya, jarum khusus yang digunakan untuk PBC hingga kini belum diproduksi di dalam negeri sehingga ketersebarannya juga belum memadai.

Merawat Orang dengan Trigeminal Neuralgia

Meski tidak fatal, nyeri neuralgia trigeminal dan kecemasan yang ditimbulkannya dapat mengikis kualitas hidup tidak hanya bagi penderita, tetapi juga orang-orang di sekitarnya.

Memahami tingkat keparahan rasa sakit yang dialami orang tersebut dan bersikap akomodatif adalah langkah pertama untuk merawat orang yang dicintai dengan trigeminal neuralgia. Beberapa upaya lainnya termasuk juga sebagai berikut:

1. Membantu orang dengan TN agar tetap konsisten dan disiplin dengan pengobatannya serta mengomunikasikan tentang keberhasilan pengobatan.

2. Berkonsultasi dengan dokter dan menjajaki pilihan pengobatan lain ketika obat tidak lagi mempan.

3. Membantu mencari dan mengoordinasikan janji temu dengan dokter yang dapat menawarkan evaluasi dan pendapat kedua.

4. Bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan atau dokter ahli yang berpengalaman dan penuh kasih yang dapat membantu memberikan alternatif pengobatan atau terapi terbaik untuk setiap penderita TN.

“Pastikan juga tekanan darah penderita TN agar tidak tinggi, tidak boleh merokok, hindari makanan yang bisa memicu nyeri seperti yang terlalu pedas atau dingin, juga suhu ekstrem. Untuk kesehatan saraf, pasien bisa mengonsumsi suplemen omega 3 dan vitamin B12 dosis tinggi,” saran dokter Tyo.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1513 seconds (0.1#10.140)