Manfaatkan Saluran Pengaduan Kasus Bullying saat PPDS, Ini Saran PB IDI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Moh. Adib Khumaidi mengungkapkan, kasus bullying (perundungan) di kalangan peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menjadi perhatian seluruh pihak.
Ia menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi dari berbagai lembaga hingga organisasi profesi untuk mencegah kasus bullying tersebut.
“Jadi bullying ini bukan hanya jadi perhatian pemerintah, tapi kami dari profesi kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia, bersama juga ikatan dokter di seluruh asia,” ujar Dr. Adib, dalam jumpa pers yang dilakukan secara daring, Sabtu, (22/7/2023).
“Kami mendeklarasikan juga pada hari ini sebagai bagian dari perhatian dan tanggung jawab yang juga harus kita lakukan bersama stakeholder yang lain, terutama di institusi pendidikan,” imbuhnya.
Presiden Medical ASEAN (MASEAN) ini juga menjelaskan, nantinya fakultas kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan sebagai pengelola pendidikan juga berkoordinasi dengan organisasi profesi bersama Kementerian Kesehatan, untuk bersama-sama melakukan suatu upaya dalam pencegahan kasus bullying tersebut.
“Yang pertama adalah pencegahan, yang kedua adalah membuka hotline dan sangat terbuka. Termasuk juga yang kita lakukan adalah perlindungan kepada teman-teman sejawat dokter yang melaporkan terkait dengan hal ini,” terangnya.
Menurutnya, perlindungan yang diberikan terhadap peserta program pendidikan kedokteran yang mengalami kasus perundungan menjadi concern utama dari IDI.
“Perlindungan ini sebagai salah satu upaya yang juga menjadi concern bagi kami di organisasi profesi, supaya keterbukaan ini bisa kemudian bisa terjamin tanpa mengganggu proses pendidikan yang juga dilakukan oleh para dokter tersebut,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia, Dr. Tommy Dharmawan. Ia menyebut, banyak saluran hotline yang bisa digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan aduan terkait kasus bullying di kalangan pendidikan kedokteran.
“Banyak saluran yang mungkin bisa disederhanakan nantinya. Tapi memang saluran-saluran itu penting. Saluran itu mungkin bisa ada di kami, IDI, atau di JDN, ataupun di Kemenkes,” paparnya.
“Saya kira makin banyak saluran karena memang beberapa mungkin lebih enak memberikan infonya ke Kemenkes, atau memberikan infonya ke Dikti, boleh, atau ke IDI,” imbuhnya.
Dr. Tommy juga memastikan bahwa aduan-aduan ini nantinya akan di follow up tergantung dengan jenis kasus bullying itu sendiri.
“Tapi memang semua itu akan di follow up. Kalau memang masalahnya di etika, lalu memang itu organisasi profesi akan ke IDI, tapi memang kalau masalah kriminal ke legal, terus kalau masalahnya memang selama ini bulying ini selalu dikaitkan misal dengan organisasi profesi,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi dari berbagai lembaga hingga organisasi profesi untuk mencegah kasus bullying tersebut.
“Jadi bullying ini bukan hanya jadi perhatian pemerintah, tapi kami dari profesi kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia, bersama juga ikatan dokter di seluruh asia,” ujar Dr. Adib, dalam jumpa pers yang dilakukan secara daring, Sabtu, (22/7/2023).
“Kami mendeklarasikan juga pada hari ini sebagai bagian dari perhatian dan tanggung jawab yang juga harus kita lakukan bersama stakeholder yang lain, terutama di institusi pendidikan,” imbuhnya.
Presiden Medical ASEAN (MASEAN) ini juga menjelaskan, nantinya fakultas kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan sebagai pengelola pendidikan juga berkoordinasi dengan organisasi profesi bersama Kementerian Kesehatan, untuk bersama-sama melakukan suatu upaya dalam pencegahan kasus bullying tersebut.
“Yang pertama adalah pencegahan, yang kedua adalah membuka hotline dan sangat terbuka. Termasuk juga yang kita lakukan adalah perlindungan kepada teman-teman sejawat dokter yang melaporkan terkait dengan hal ini,” terangnya.
Menurutnya, perlindungan yang diberikan terhadap peserta program pendidikan kedokteran yang mengalami kasus perundungan menjadi concern utama dari IDI.
“Perlindungan ini sebagai salah satu upaya yang juga menjadi concern bagi kami di organisasi profesi, supaya keterbukaan ini bisa kemudian bisa terjamin tanpa mengganggu proses pendidikan yang juga dilakukan oleh para dokter tersebut,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia, Dr. Tommy Dharmawan. Ia menyebut, banyak saluran hotline yang bisa digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan aduan terkait kasus bullying di kalangan pendidikan kedokteran.
“Banyak saluran yang mungkin bisa disederhanakan nantinya. Tapi memang saluran-saluran itu penting. Saluran itu mungkin bisa ada di kami, IDI, atau di JDN, ataupun di Kemenkes,” paparnya.
“Saya kira makin banyak saluran karena memang beberapa mungkin lebih enak memberikan infonya ke Kemenkes, atau memberikan infonya ke Dikti, boleh, atau ke IDI,” imbuhnya.
Dr. Tommy juga memastikan bahwa aduan-aduan ini nantinya akan di follow up tergantung dengan jenis kasus bullying itu sendiri.
“Tapi memang semua itu akan di follow up. Kalau memang masalahnya di etika, lalu memang itu organisasi profesi akan ke IDI, tapi memang kalau masalah kriminal ke legal, terus kalau masalahnya memang selama ini bulying ini selalu dikaitkan misal dengan organisasi profesi,” jelasnya.
(hri)