Cegah Kanker Prostat di Usia Produktif Pria dengan Pemeriksaan Prostate Health Index

Selasa, 08 Agustus 2023 - 21:59 WIB
loading...
Cegah Kanker Prostat di Usia Produktif Pria dengan Pemeriksaan Prostate Health Index
Prostate Health Index merupakan salah satu pemeriksaan darah yang baru dikerjakan langsung di Indonesia, bersifat non-invasive dengan kemampuan 2.5 kali lebih spesifik dalam mendeteksi adanya kanker prostat. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kanker prostat merupakan kanker kedua yang paling banyak terjadi pada pria di dunia.

Kanker prostat lebih sering terjadi pada pria usia 60 tahun ke atas. Namun, seiring bertambahnya usia, risiko kanker prostat semakin tinggi. Saat ini banyak kasus kanker prostat terjadi pada pria dengan usia lebih muda, di bawah 40 tahun.

The American Cancer Society’s memperkirakan terdapat sekitar 288.300 kasus kanker prostat baru dan sekitar 34.700 kematian disebabkan oleh kanker prostat di Amerika pada 2023.

Di Indonesia, Global Cancer Statistics menunjukkan bahwa kanker prostat adalah kanker kelima yang paling umum terjadi pada pria, dengan jumlah kasus baru sebanyak 13.563 pada 2020.

Sebanyak 70% pria yang terdiagnosa dengan kanker prostat baru mencari pengobatan medis ketika sudah terlambat. Oleh karena itu, deteksi dini kanker prostat sangat diperlukan untuk pria dimulai pada usia 40 tahun.

Terkait kanker prostat, RS Grha Kedoya (RSGK) Jakarta kembali menyuguhkan pemeriksaan Prostate Health Index (PHI) yang merupakan salah satu pemeriksaan darah yang baru dikerjakan langsung di Indonesia, bersifat non-invasive dengan kemampuan 2.5 kali lebih spesifik dalam mendeteksi adanya kanker prostat, dibandingkan dengan pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA), pemeriksaan PHI yang selama ini dilakukan terbukti menurunkan keperluan biopsi prostat yang bersifat invasif.

Prostate Specific Antigen (PSA) adalah jenis pemeriksaan darah yang mengukur level antigen untuk mendeteksi secara dini kanker prostat yang paling sering digunakan saat ini di Indonesia.

Sel kanker cenderung memproduksi PSA lebih banyak, sehingga pada pasien dengan kanker prostat terdapat lonjakan level PSA ketika pemeriksaan dilakukan. Namun, penggunaan PSA sebagai skrining sering kali menyebabkan over-diagnosis dan meningkatkan biopsi yang tidak perlu.

Hal ini disebabkan karena beberapa penyakit juga meningkatkan kadar PSA selain kanker, antara lain Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), inflamasi, faktor usia, dan penggunaan obat-obatan tertentu.

Keputusan biopsi pada pasien dengan kriteria klinis mengarah pada kanker prostat tidaklah mudah. Lebih dari dua pertiga pria dengan hasil pemeriksaan rektal digital tanpa kelainan dan hasil tPSA berkisar 4 sampai 10 ng/mL, memberikan hasil bukan kanker.

Sedangkan biopsi sendiri merupakan tindakan invasif yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien seperti perdarahan, nyeri, dan infeksi.

Prostate Health Index (phi) telah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA) sejak 2012 sebagai pemeriksaan yang bertujuan untuk membedakan kanker prostat dengan kondisi pembesaran prostat jinak lainnya pada pasien-pasien pria yang hasil pemeriksaan rektal digitalnya tidak menunjukkan kelainan dan hasil serum tPSA berkisar 4 sampai 10 ng/mL.

Kini, pasien dan dokter memiliki pilihan baru yang non-invasif untuk mendiagnosa kanker prostat lebih efektif dan efisien. Hal ini menggambarkan kemajuan sains dalam manajemen kanker prostat yang membuat deteksi dini kanker prostat lebih akurat, membuat kenyamanan PSA yang lebih baik dengan pemeriksaan non-invasif dan sekarang sudah dapat diperiksa di Indonesia tanpa harus mengirimkan sampel ke luar negeri.

Dokter Spesialis Urologi RS Grha Kedoya dr. Johanes W. Sulistyo, Sp.U mengatakan, mendengar kata biopsi bagi pasien sangat menakutkan. Biopsi sendiri merupakan prosedur medis untuk mengangkat sampel jaringan tubuh lalu diamati di bawah mikroskop.

"Sampai saat ini biopsi prostat masih menjadi teknik diagnostik dalam mendeteksi kanker prostat. Biopsi prostat dilakukan jika didapatkan tiga indikasi umum, yaitu kelainan pada pemeriksaan rektal digital, peningkatan kadar PSA, dan kecurigaan klinis kanker prostat," terang dr. Johanes.

"Sebelumnya, selain pemeriksaan rektal digital dan klinis, kami merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai pilihan pertama yang non-invasif untuk skrining kanker prostat. Namun PSA memiliki spesifisitas yang terbatas dalam mendeteksi kanker prostat yang menyebabkan biopsi yang tidak perlu untuk hasil positif palsu dari beberapa kasus tumor," tambahnya.

Melalui pemeriksaan Prostate Health Index, diharapkan dapat memberi angin segar kepada pasien dan juga dokter klinisi, terutama pada pasien dengan hasil skrining PSA total berada di angka 4-10 ng/mL.

“PHI dapat menjadi pilihan bagi pasien, karena bersifat non-invasif dan memiliki spesifisitas lebih baik dalam mendeteksi adanya kanker prostat. Deteksi lebih dini dan lebih akurat membuat tatalaksana pasien juga akan lebih terarah dan memberikan hasil yang lebih baik," kata dr. Henry Andrean, MHS (HA), MARS, Direktur RS Grha Kedoya.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1227 seconds (0.1#10.140)