Kuliner Kekinian Bermunculan, Apakah Eksistensi Makanan Tradisional Meredup?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bisnis kuliner saat ini kian berkembang. Berbagai varian makanan baru mulai bermunculan dan meramaikan persaingan pasar. Lalu, apakan makanan kekinian itu menyurutkan popularitas makanan tradisional di mata para konsumen?
Marlyana Shanty, Bacaleg DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil 1 Partai Perindo menilai, di tengah perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat yang modern, popularitas makanan tradisional tak akan pernah surut. Alasannya, variasinya tidak kalah dari makanan-makanan baru yang tengah hits.
“Itu (makanan tradisional) nggak akan tersingkirkan. Karena kita kan punya makanan khas tradisional dan makanan itu sekarang bisa dikemas tidak kalah dengan makanan-makanan yang dari luar dengan berbagai macam variasi ya,” ujar Marlyna Shanty dalam Podcast Aksi Nyata di YouTube Partai Perindo, Jumat, (22/9/2023).
“Misalkan kan ada serabi, serabi itu biasanya oncom atau misalkan cuma polosan sekarang bisa dengan ada sosis, keju, mungkin ada kornet gitu. Jadi sekarang bisa divariasikan gitu, jadi enggak kalah dikemas bagus gitu kan, tidak kalah dengan makanan yang memang datang dari luar dan masih tetap enak dan sehat dibanding makanan yang memang yang misalkan makanan yang pakai pengawet gitu kan,” ujar dia.
Wanita yang akrab disapa Shanty ini juga menjelaskan, selain soal cita rasa yang harus otentik dan khas, packaging atau pengemasan yang bagus juga penting agar kepopuleran makanan tradisional tidak surut. Ia menilai, hal tersebut juga penting untuk menggaet konsumen agar tertarik untuk membeli dan menjajal produk makanan tradisional.
“Kita kan punya pelaku UMKM ya. Jadi kita dikasih pelatihan-pelatihan untuk masyarakat yang memang punya makanan tradisional, nanti yang dikemas bagus untuk dipublikasikan, disajikan, nanti mungkin bisa dikemas bagus yang seperti apa ya,” tuturnya.
“Jadi dilihat menarik gitu kan, jadi pembeli itu senang gitu. Di samping makanannya juga enak, kita kan enggak kalah enak juga ya makanan tradisional kita dibanding makanan-makanan yang dari luar gitu kan, lebih sehat juga,” tutur dia.
Faktor selanjutnya yang tak kalah penting adalah terkait promosi. Di era serba digital seperti saat ini, Shanty menyebut bahwa sosial media bisa menjadi senjata ampuh bagi para pelaku UMKM dalam mempromosikan dan mempopulerkan produknya, tidak terkecuali makanan tradisional.
“Makanya, kita membantu untuk pelaku UMKM untuk mempromosikan gitu kan, dengan makanan-makanan yang sudah ada, biar nanti orang-orang juga jadi pada tahu gitu kan,” ungkapnya.
“Misalnya makanan yang sebelumnya mungkin hanya sebagian orang yang tahu, tapi setelah ada sosial media, mereka jadi lebih tahu. Kita saja suka kadang-kadang tidak tahu, kita tahu makanan enak-enak, tempat-tempat baru itu kan dari sosmed,” kata dia.
Marlyana Shanty, Bacaleg DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil 1 Partai Perindo menilai, di tengah perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat yang modern, popularitas makanan tradisional tak akan pernah surut. Alasannya, variasinya tidak kalah dari makanan-makanan baru yang tengah hits.
“Itu (makanan tradisional) nggak akan tersingkirkan. Karena kita kan punya makanan khas tradisional dan makanan itu sekarang bisa dikemas tidak kalah dengan makanan-makanan yang dari luar dengan berbagai macam variasi ya,” ujar Marlyna Shanty dalam Podcast Aksi Nyata di YouTube Partai Perindo, Jumat, (22/9/2023).
“Misalkan kan ada serabi, serabi itu biasanya oncom atau misalkan cuma polosan sekarang bisa dengan ada sosis, keju, mungkin ada kornet gitu. Jadi sekarang bisa divariasikan gitu, jadi enggak kalah dikemas bagus gitu kan, tidak kalah dengan makanan yang memang datang dari luar dan masih tetap enak dan sehat dibanding makanan yang memang yang misalkan makanan yang pakai pengawet gitu kan,” ujar dia.
Wanita yang akrab disapa Shanty ini juga menjelaskan, selain soal cita rasa yang harus otentik dan khas, packaging atau pengemasan yang bagus juga penting agar kepopuleran makanan tradisional tidak surut. Ia menilai, hal tersebut juga penting untuk menggaet konsumen agar tertarik untuk membeli dan menjajal produk makanan tradisional.
“Kita kan punya pelaku UMKM ya. Jadi kita dikasih pelatihan-pelatihan untuk masyarakat yang memang punya makanan tradisional, nanti yang dikemas bagus untuk dipublikasikan, disajikan, nanti mungkin bisa dikemas bagus yang seperti apa ya,” tuturnya.
“Jadi dilihat menarik gitu kan, jadi pembeli itu senang gitu. Di samping makanannya juga enak, kita kan enggak kalah enak juga ya makanan tradisional kita dibanding makanan-makanan yang dari luar gitu kan, lebih sehat juga,” tutur dia.
Faktor selanjutnya yang tak kalah penting adalah terkait promosi. Di era serba digital seperti saat ini, Shanty menyebut bahwa sosial media bisa menjadi senjata ampuh bagi para pelaku UMKM dalam mempromosikan dan mempopulerkan produknya, tidak terkecuali makanan tradisional.
“Makanya, kita membantu untuk pelaku UMKM untuk mempromosikan gitu kan, dengan makanan-makanan yang sudah ada, biar nanti orang-orang juga jadi pada tahu gitu kan,” ungkapnya.
“Misalnya makanan yang sebelumnya mungkin hanya sebagian orang yang tahu, tapi setelah ada sosial media, mereka jadi lebih tahu. Kita saja suka kadang-kadang tidak tahu, kita tahu makanan enak-enak, tempat-tempat baru itu kan dari sosmed,” kata dia.
(tdy)