Latih Anak Berpuasa Sejak Dini

Jum'at, 16 Juni 2017 - 11:28 WIB
Latih Anak Berpuasa Sejak Dini
Latih Anak Berpuasa Sejak Dini
A A A
JAKARTA - Memperkenalkan puasa kepada si kecil memang tak mudah. Berbagai permasalahan seperti tak kuat menahan haus dan lapar atau susah bangun sahur menjadi tantangan tersendiri, baik bagi anak sekaligus orangtua. Bagaimana menyiasatinya?

"Alhamdulillah Ari mulai pintar puasanya, masih TK A tapi sudah puasa setengah hari dan ikut bangun sahur," ujar seorang ibu.

Ibu lain menimpali, "kalau Azka malah dari TK sudah puasa sehari penuh," beber ibu tersebut.

Lalu bagaimana dengan anak Anda sendiri apakah sudah mulai berpuasa? Setiap orangtua pastilah menginginkan buah hatinya tumbuh dengan pemahaman agama serta akhlak yang baik. Harapan ini tentunya hanya keinginan belaka jika tidak dibiasakan ataupun dididik dalam norma agama yang berlaku. Maka itu pendidikan agama sangatlah pentingnya untuk diterapkan kepada anak sedini mungkin, termasuk urusan belajar berpuasa.

Kendati demikian tidak dapat dimungkiri, mengajarkan anak untuk berpuasa tidaklah semudah yang dibayangkan. Sulit dibangunkan saat sahur, tidak tahan lapar dan haus, malas beraktivitas lantaran berpuasa, belum lagi harus membujuknya dengan berbagai reward jika dia berhasil menjaga puasanya.

Sederet hal ini menjadi tantangan yang harus ditaklukan orangtua. Psikolog Anak dari Lembaga Psikologi Terapan UI Vera Itabiliana Hadiwidjojo S Psi Psi mengatakan mengajarkan salah satu kewajiban umat muslim ini adalah dengan membangkitkan sense of Ramadan mereka.

Caranya bermacam-macam, bisa dengan menyiapkan makanan berbuka puasa, membangunkan sahur, mengajak tarawih, dan lainnya. Dengan begitu anak akan terbiasa dengan suasana Ramadan di sekitar mereka. Anak usia enam tahun ke atas sudah bisa diajarkan berpuasa secara bertahap terlebih dahulu.

Vera tidak mempermasalahkan pemberian penghargaan kepada anak sebagai salah satu bentuk motivasi agar mereka semakin semangat dalam menjalankan ibadahnya, tapi sebaiknya pemberian reward ini bukanlah dalam bentuk materi, misalnya dengan memasakkan makanan kesukaan anak.

“Terapkan seperti ini, jika berpuasa setengah hari maka menu berbukanya biasa saja, tapi kalau puasanya full nanti mama buatkan makanan kesukaan adik,” contoh Vera.

Hal inilah yang dilakukan Miranti kepada kedua buah hatinya. Ibu muda ini berjanji memasakkan masakan kesukaan keduanya.

"Plus saya iming-imingi es krim atau makanan lain yang dia suka. Bahkan boleh berbuka di restoran juga sesekali," tutur Miranti.

Alhasil, kedua putrinya itu malah antusias untuk menamatkan puasanya hingga waktu beduk Magrib tiba. Lebih jauh dituturkan Vera, terdapat dua sisi puasa yang harus diperkenalkan kepada anak. Pertama sisi konkret, misalnya tidak boleh makan dan minum, tidak boleh bicara kasar atau marah.

Dengan mengenalkan sisi puasa yang nyata ini, orangtua pun selayaknya mengelola emosi mereka dengan baik ketika berhadapan dengan anak.

Sementara dari sisi abstrak, puasa adalah sebagai suatu bentuk ibadah yang bertujuan menyucikan diri dan mendapat ganjaran yang setimpal dari Allah SWT. Nah, sisi inilah yang belum dipahami oleh anak.

“Buat anak-anak masalah pahala itu masih mengawang-ngawang. Itu sesuai dengan tahapan perkembangan pemikiran dari anak. Dalam usia 11-12 tahun anak baru ngerti konsep abstrak dari puasa. Di bawah usia tersebut, anak bukan berarti tidak bisa diajarkan berpuasa, bisa diajarkan dengan cara yang khusus, dan yang lebih penting lagi adalah mengajarkan anak berpuasa dengan cara yang menyenangkan,” ujar Vera.

Karena masih dalam proses belajar, mengajarkan anak berpuasa hendaklah dilakukan bertahap. Misalnya tidak kuat setengah hari tidak apa-apa puasa dua jam dulu. Lalu sejam lagi, kemudian sampai belajar puasa seharian penuh.

“Lalu ajarkan anak tanpa paksaan, juga tanpa ancaman, seperti kalau tidak puasa, nanti tidak diajak mudik, nanti tidak dibelikan sesuatu, itu mengancam, tidak boleh,” kata Vera.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6577 seconds (0.1#10.140)