Pentingnya Multidisiplin Onkologi dan Penanganan Komprehensif untuk Tingkatkan Kualitas Pelayanan Kanker

Senin, 16 Oktober 2023 - 21:00 WIB
loading...
Pentingnya Multidisiplin...
Angka kejadian dan kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk Indonesia. Foto Ilustrasi/iStock
A A A
JAKARTA - Angka kejadian dan kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk Indonesia. Data GLOBOCAN 2020 memperkirakan ada 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada 2020.

Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker yang terjadi pada usia kurang dari 50 tahun. Meningkatnya angka harapan hidup dan berbagai faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok serta pola diet mungkin berkontribusi pada peningkatan beban kanker ini.

Menurut Guru Besar FKUI Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM, dalam penanganan kanker, terdapat berbagai tantangan mulai pencegahan hingga paliatif.

"Pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan baru datang berobat saat stadium lanjut. Faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang didapat pasien," beber Prof. Ikhwan Rinaldi saat dikukuhkan sebagai Guru Besar FKUI di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, belum lama ini.
Pentingnya Multidisiplin Onkologi dan Penanganan Komprehensif untuk Tingkatkan Kualitas Pelayanan Kanker

Guru Besar FKUI Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM. Foto/Ist

"Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga biaya pelayanan kesehatan," tambahnya.

Peningkatan biaya, kata Prof. Ikhwan, berkaitan dengan pilihan pengobatan pada pasien dengan stadium lanjut. Obat-obat yang diterima bukan lagi dalam golongan kemoterapi, namun sudah menggunakan golongan obat baru seperti terapi target dan imunoterapi yang memerlukan pemeriksaan molekular khusus (kedokteran presisi) dengan biaya yang tidak sedikit.

"Bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, kanker dapat menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada 2045, bersamaan dengan Indonesia berusia tepat 100 tahun atau disebut sebagai Indonesia Emas 2045," katanya.

Prof. Ikhwan menambahkan, hampir sepertiga hingga setengah kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker serta perkembangan intervensi pencegahan kanker.

Terkait hal ini, WHO merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada equity dan akses serta mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, dan perawatan paliatif. Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker.

"Pusat kanker komprehensif merupakan pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker. Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insidens kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup," terang Prof. Ikhwan.

Terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker yaitu penelitian, perawatan klinis, dan pendidikan. Dalam perawatan klinis, pasien kanker memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal.

"Perawatan multidisiplin memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien. Pembentukan tim multidisiplin onkologi yang dapat menjalankan perannya dengan baik tidak terlepas dari pendidikan interprofesional yang membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya dan mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain," papar Prof. Ikhwan.

Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi berperan penting dalam pembelajaran interprofesional.
WHO juga merekomendasikan layanan primer dapat melakukan pengendalian kanker melalui pencegahan, skrining, survivorship, serta perawatan paliatif.

Integrasi antara pusat kanker komprehensif dan layanan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker. Mahasiswa fakultas kedokteran yang nantinya akan menjadi dokter umum yang bekerja di layanan primer dan residen spesialis penyakit dalam serta residen disiplin lain yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna menghadapi tantangan beban kanker di masa depan.

"Agar dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrumen assessment yang memadai. Entrustable professional activity/EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik," kata Prof. Ikhwan.

"EPA dapat diartikan sebagai praktik profesional yang dipercayakan pada peserta didik segera setelah peserta didik tersebut dianggap mampu melakukan praktik profesional yang dipercayakan tanpa pengawasan," lanjutnya.

Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di bidang onkologi melalui penerapan EPA dapat membentuk lulusan yang siap menerapkan upaya preventif, promotif, survivorship, dan paliatif dalam penanganan komprehensif kanker di berbagai tingkat layanan, termasuk di layanan primer.

"Hal ini diharapkan dapat menjawab rekomendasi WHO untuk menguatkan layanan kanker di layanan primer," tutup Prof. Ikhwan.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1303 seconds (0.1#10.140)