Menikmati Dunia Berhenti di Kampung Sindangbarang

Sabtu, 30 Desember 2017 - 09:43 WIB
Menikmati Dunia Berhenti di Kampung Sindangbarang
Menikmati Dunia Berhenti di Kampung Sindangbarang
A A A
BOGOR - Memasuki Kampung Budaya Sindangbarang seakan melangkah ke dimensi lain. Pintu masuk berukuran dua kali lebar badan orang dewasa itu seolah menjadi penyekat dua wilayah yang sangat berbeda. Semrawut-rapi, buruk-baik, berisik-tenang, dan hal-hal lain yang bertolak belakang.

Ketika berada di luar, waktu terasa berjalan cepat, tapi saat masuk ke kompleks kampung budaya yang berada di Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor ini, seolah melambat atau berhenti sama sekali. Tidak ada godaan materi yang membuncah. Menimbulkan kedamaian di hati serta pikiran.

Perasaan tenang yang muncul ini mungkin ada hubungannya mengapa kampung ini dinamakan Sindangbarang. Dalam bahasa Sunda, Sindang berarti berhenti, sedangkan Barang diartikan sebagai duniawi. Ini menunjukkan bahwa Sindangbarang adalah tempat/lokasi di mana tidak ada lagi segala hal yang bersifat keduniaan.

Saat pertama melangkah masuk, pengunjung langsung disuguhi suasana pedesaan yang tenang. Rumah-rumah adat Sunda yang terbuat dari kayu beratapkan ijuk dan berdinding gedeg berjejer rapi dengan lapangan rumput yang rapi di depannya.

Bentuk bangunan kayu itu berbeda-beda tergantung fungsinya. Deretan pertama di sisi kanan lapangan adalah Saung Lisung, tempat menumbuk padi. Lalu di sisi selatan lapangan terdapat Imah Gede, tempat tinggal kepala adat. Kemudian di sebelahnya ada Girang Serat, rumah penasehat raja yang sekarang difungsikan sebagai kantor Kampung Budaya Sindangbarang.

Di sisi barat lapangan ada bangunan kayu sebagai tempat berlatih gamelan yang diberi nama Saung Talu. Kemudian ada pula Bale Riungan yang terletak di sebelah utara lapangan. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat untuk berdiskusi atau bermusyawarah mufakat.

Melewati lapangan, pengunjung benar-benar dibawa ke suasana masa lalu yang jauh dari ingar bingar kota. Jalanan setapak dengan kanan kiri pohon menuju rumah-rumah pondokan yang tertata rapi. Rumah yang berada di kanan jalan setapak bernama Panengen sementara yang di sisi kiri jalan disebut Pangiwa.

Seperti di kampung-kampung zaman dahulu, di kompleks rumah-rumah itu juga terdapat Bale Tajug yang berfungsi sebagai musala dan pos ronda lengkap dengan kentongannya. Para pengunjung yang menginap bisa bernostalgia bergadang di pos ronda sambil bermain gaple atau sejenisnya.

Untuk pasokan air, tidak perlu diragukan lagi kesegarannya. Meski menggunakan perkakas masa kini berupa keran, tapi pasokan air bukan dari sumur dalam atau PDAM. Air mengalir dari sumber mata air Gunung Salak yang dingin dan segar.

Menikmati Dunia Berhenti di Kampung Sindangbarang


Kampung Tertua
Sindangbarang diyakini sebagai kampung tertua di Kabupaten/Kota Bogor. Menurut sumber naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran, kampung ini telah ada sejak Kerajaan Sunda pada abad XII. Semasa kerajaan ini terdapat 3 kasta, yakni golongan Raja (raja, keluarga, pengawal, abdi dalem), Rama (pejabat dan pegawai pemerintah) dan Resi (orang suci/penyair/tokoh religi/ahli kanuragan).

"Nah, Sindangbarang ini merupakan wilayah keresian," kata Kokolot Kampung Sindangbarang, Bogor, Ukat Sukatma saat berbincang dengan Sindonews, Jumat (29/12/2017).

Sebagai wilayah keresian, Sindangbarang dijadikan tempat menggembleng para prajurit kerajaan dan pusat budaya serta kesenian. Tak heran jika kemudian peninggalan seni budaya Sunda masih sangat lekat di Kampung Sindangbarang hingga saat ini. Sebut saja rengkong, angklung gubrag, tutunggulan, jaipong, calung, angklung, kendang penca, dan reog.

Selain kesenian tersebut, salah satu peninggalan budaya Sunda yang masih dilestarikan di Kampung Sindangbarang adalah pencak silat cimande dan menyumpit. "Kami menggelar pelatihan semua kesenian tersebut bagi yang mau belajar," tutur Ukat yang mengaku berumur 57 tahun ini.

Dalam upaya melestarikan seni budaya sekaligus pariwisata, Kampung Budaya Sindangbarang juga menggelar atraksi yang dilaksanakan dua kali dalam sebulan. Yakni setiap Minggu kedua dan keempat, dimulai pukul 13.00 WIB. Beragam kesenian dipertunjukkan seperti pencak silat cimande, jaipong, reog, calung, angklung, dan lainnya.

Selain atraksi bulanan, Kampung Budaya Sindangbarang juga mempunyai agenda besar tahunan yakni upacara Serentaun yang digelar setiap Tahun Baru Hijriah atau 1 Muharam. Upacara yang digelar sebagai penghormatan kepada Dewi Sri Pohacih (dewi padi) ini mirip dengan sedekah bumi dalam tradisi Jawa.

Menikmati Dunia Berhenti di Kampung Sindangbarang


Dibangun pada 2006/2007
Kampung Budaya Sindangbarang tidak berdiri begitu saja. Kompleks budaya ini baru dibangun pada 2006/2007. Cikal bakal kampung budaya ini adalah Sanggar Giri Sundapura yang berada di wilayah Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Sanggar ini melatih generasi muda kesenian Sunda, misalnya jaipong, gamelan, pencak silat cimande, dan lain-lain.

Lama kelamaan, Sanggar Sundapura berkembang pesat. Banyak turis belajar gamelan di tempat ini, sehingga akhirnya tercetus ide untuk membangun sebuah kampung budaya yang bertujuan untuk melestarikan seni budaya Sunda.

Setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemkab Bogor menyetujui pembangunan Kampung Budaya Sindangbarang di atas lahan seluas 8.600 meter persegi. Pemilihan lokasi di Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari karena dinilai lebih adem dibanding lokasi Sanggar Giri Sundapura. Selain itu, energi positif yang terpancar dari lokasi tersebut juga menjadi salah satu pertimbangan.

"Di sini juga dekat dengan situs purbakala. Misalnya Sumur Jalatunda, Taman Sribaginda, Batu Kursi, dan Batu Tapak," ujar Ukat.

Kampung Budaya Sindangbarang terus berkembang. Tidak hanya sebagai tempat edukasi dan penelitian tapi juga sebagai tempat wisata. Bagi mereka yang ingin menepi dari hiruk pikuk ibu kota bisa datang ke Kampung Budaya Sindangbarang. Mereka bisa menginap bersama teman atau keluarga untuk menikmati suasana pedesaan sambil belajar seni budaya Sunda dan melakukan hal-hal yang jarang dikerjakan. Semisal menangkap ikan dan menanam padi.

Berjarak hanya 5 kilometer dari pusat Kota Bogor, Kampung Budaya Sindangbarang bisa menjadi destinasi wisata keluarga kaum urban. Satu hal yang menjadi catatan adalah jalan menuju ke sana cukup berbelok-belok karena di bawah kaki Gunung Salak. Perlu membuka aplikasi peta online agar tidak berulang kali bertanya dan tidak kesasar. Tidak terlalu banyak tanda yang menunjukkan arah lokasi Kampung Budaya Sindangbarang. Kondisi jalan juga tidak terlalu lebar hanya cukup untuk dua mobil simpangan. Jalan agak rusak saat akan sampai ke lokasi.

Meski butuh effort yang cukup untuk mencapai ke sana, tapi semuanya terbayar lunas setelah sampai lokasi Kampung Budaya Sindangbarang. Dunia terasa berhenti dan Anda tinggal menikmatinya.
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4855 seconds (0.1#10.140)