Teater Sastra UI Helat Komedi Lurah Koplak, Terinspirasi Fenomena di Masyarakat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teater Sastra Universitas Indonesia (UI) menghelat Komedi Lurah Koplak: Lingsir, Lungsur, Longsor di Auditorium Gd. IX FIB UI, Kampus UI, Depok sebagai perayaan ulang tahun ke-39.
Lewat penjungkirbalikan logika dan pengungkapan sisi buruk kemanusiaan, pementasan ini mengajak publik menertawakan diri sendiri sambil mengkritisi berbagai praktik penyimpangan di sekitar yang sering dianggap wajar.
Mengambil latar desa Watu Koplak, pagelaran drama yang dibalut komedi satire ini berkisah seorang Lurah desa yang sibuk cawe-cawe menyiapkan penerus demi memastikan kelanjutan program kerja yang belum selesai dengan berbagai cara, termasuk politik uang.
Di produksi ke-399, Teater Sastra UI mengkritisi praktik sang Lurah yang menutupi kasus-kasus korupsi dan kolusi yang melibatkannya, sekaligus melanggengkan kerja sama terselubungnya dengan kelompok pengusaha lokal yang selama ini menjadi penyandang dananya.
"Lurah Koplak ini sendiri adalah personifikasi pemimpin yang menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaannya," kata Yudhi Soenarto, sang sutradara.
Pesan yang ingin disampaikan dalam pagelaran drama ini, kata Yudhi, ada masalah dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.
Soal ide cerita, pria yang juga pendiri Teater Sastra UI ini terinspirasi dari fenomena demokrasi yang terjadi di sekeliling masyarakat.
Dia pun berharap, pagelaran ini bisa membuat publik paham jika pelaksanaan demokrasi yang benar adalah bukan dengan cara bagi-bagi uang.
"Walau memang tak mudah untuk mengubah budaya itu karena sudah puluhan tahun terjadi. Tapi setidaknya bisa menjadi masukan bagi publik, kalau masih ada yang bagi-bagi duit, ambil duitnya tapi pilih sesuai hati nurani," tutur anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini.
Ke depannya, kelompok teater berbasis kampus yang anggotanya terdiri atas mahasiswa, pengajar dan alumni UI ini akan tetap konsisten memproduksi pertunjukan teater aktual, kritis dan berkelas.
Lewat penjungkirbalikan logika dan pengungkapan sisi buruk kemanusiaan, pementasan ini mengajak publik menertawakan diri sendiri sambil mengkritisi berbagai praktik penyimpangan di sekitar yang sering dianggap wajar.
Mengambil latar desa Watu Koplak, pagelaran drama yang dibalut komedi satire ini berkisah seorang Lurah desa yang sibuk cawe-cawe menyiapkan penerus demi memastikan kelanjutan program kerja yang belum selesai dengan berbagai cara, termasuk politik uang.
Di produksi ke-399, Teater Sastra UI mengkritisi praktik sang Lurah yang menutupi kasus-kasus korupsi dan kolusi yang melibatkannya, sekaligus melanggengkan kerja sama terselubungnya dengan kelompok pengusaha lokal yang selama ini menjadi penyandang dananya.
"Lurah Koplak ini sendiri adalah personifikasi pemimpin yang menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaannya," kata Yudhi Soenarto, sang sutradara.
Pesan yang ingin disampaikan dalam pagelaran drama ini, kata Yudhi, ada masalah dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.
Soal ide cerita, pria yang juga pendiri Teater Sastra UI ini terinspirasi dari fenomena demokrasi yang terjadi di sekeliling masyarakat.
Dia pun berharap, pagelaran ini bisa membuat publik paham jika pelaksanaan demokrasi yang benar adalah bukan dengan cara bagi-bagi uang.
"Walau memang tak mudah untuk mengubah budaya itu karena sudah puluhan tahun terjadi. Tapi setidaknya bisa menjadi masukan bagi publik, kalau masih ada yang bagi-bagi duit, ambil duitnya tapi pilih sesuai hati nurani," tutur anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini.
Ke depannya, kelompok teater berbasis kampus yang anggotanya terdiri atas mahasiswa, pengajar dan alumni UI ini akan tetap konsisten memproduksi pertunjukan teater aktual, kritis dan berkelas.
(tdy)