Alam Ganjar Kunjungi Museum Tumurun, Dukung Pengembangan Karya Seni di Indonesia
loading...
A
A
A
SOLO- Muhammad Zinedine Alam Ganjar mengunjungi Museum Tumurun di Solo, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023).
Terletak di jantung kota Surakarta, museum tersebut hadir di tengah masyarakat untuk mempromosikan akses yang mudah bagi semua orang dari semua lapisan masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Alam Ganjar datang bersama para mahasiswa untuk melihat secara langsung bagaimana karya dari maestro seniman dipajang.
"Aku emang suka banget sama karya seni dan Tumurun ini jadi salah satu yang aku pengen dan bener orang museum ini karyanya gak ada obat," kata Alam Ganjar.
Tumurun sendiri berasal dari ungkapan “turun temurun” yang berarti mewariskan sesuatu dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bertindak sebagai lensa ke dalam warisan dan lanskap artistik Indonesia yang dinamis.
Untuk diketahui, Museum Tumurun didirikan untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan seni di Solo dan sekitarnya, menciptakan diskusi antara seni Indonesia dan internasional sekaligus menjembatani kesenjangan antara generasi yang berbeda.
Untuk itu, kata Alam kunjungan bersama mahasiswa Institusi Seni Indonesia (ISI) tersebut dirasa tepat. Sebab, melalui kegiatan tersebut dirinya bisa melihat landscape seni dari kacamata seorang institusi akademik.
Di masa di mana layar-layar gawai tampaknya mengambil alih hidup kita, Museum Tumurun mendorong pengunjung untuk melihat karya seni dalam bentuk fisiknya, menyegarkan gagasan untuk menikmati seni melalui mata kita sendiri.
"Aku pengen liat prespektif mereka, bagaimana seorang seniman kedepannya ingin berkarya seperti apa dan juga yang selalu aku tanya bagaimana mereka bisa mendemokratisasi seni dan hal itu secara akses bisa dikonsumsi oleh banyak orang secara aktif," ungkap Alam.
"Mereka cukup kritis dan sharing beberapa hal bagaimana seorang seniman yang dididik oleh institusi itu berproses, yang belum terlihat di sini bagaimana seniman bisa di industrialisasi, hanya kedepannya mereka bisa aware dan menjadikan industri ini menjadi komersil dan berkelanjutan," lanjug Alam.
Museum Tumurun sendiri melambangkan gagasan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah, sangat percaya pada harapan untuk bertindak sebagai jendela wawasan bagi semua yang ingin belajar lebih banyak tentang dunia seni.
"Karya seninya menurutku luar biasa, ini semua seniman hebat tapi ada satu premis yang aku suka adalah ini tuh terjait konsepnya karena geografis, mayoritas seniman dari Bandung dan Yogyakarta dengan karakter beranekaragam, karya seninya tuh kerasa," jawab Alam.
Museum Tumurun kerap kali menyelenggarakan pameran khusus dua kali dalam setahun, menampilkan karya seniman dari seluruh dunia.
Pameran-pameran ini bertujuan untuk menjaga agar museum tetap menarik dan progresif, memastikan perspektif baru tentang komunitas seni, sekaligus memberikan wadah bagi seniman dan pengunjung untuk memulai atau melanjutkan perjalanan mereka di dunia seni.
Terletak di jantung kota Surakarta, museum tersebut hadir di tengah masyarakat untuk mempromosikan akses yang mudah bagi semua orang dari semua lapisan masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Alam Ganjar datang bersama para mahasiswa untuk melihat secara langsung bagaimana karya dari maestro seniman dipajang.
"Aku emang suka banget sama karya seni dan Tumurun ini jadi salah satu yang aku pengen dan bener orang museum ini karyanya gak ada obat," kata Alam Ganjar.
Tumurun sendiri berasal dari ungkapan “turun temurun” yang berarti mewariskan sesuatu dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bertindak sebagai lensa ke dalam warisan dan lanskap artistik Indonesia yang dinamis.
Untuk diketahui, Museum Tumurun didirikan untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan seni di Solo dan sekitarnya, menciptakan diskusi antara seni Indonesia dan internasional sekaligus menjembatani kesenjangan antara generasi yang berbeda.
Untuk itu, kata Alam kunjungan bersama mahasiswa Institusi Seni Indonesia (ISI) tersebut dirasa tepat. Sebab, melalui kegiatan tersebut dirinya bisa melihat landscape seni dari kacamata seorang institusi akademik.
Di masa di mana layar-layar gawai tampaknya mengambil alih hidup kita, Museum Tumurun mendorong pengunjung untuk melihat karya seni dalam bentuk fisiknya, menyegarkan gagasan untuk menikmati seni melalui mata kita sendiri.
"Aku pengen liat prespektif mereka, bagaimana seorang seniman kedepannya ingin berkarya seperti apa dan juga yang selalu aku tanya bagaimana mereka bisa mendemokratisasi seni dan hal itu secara akses bisa dikonsumsi oleh banyak orang secara aktif," ungkap Alam.
"Mereka cukup kritis dan sharing beberapa hal bagaimana seorang seniman yang dididik oleh institusi itu berproses, yang belum terlihat di sini bagaimana seniman bisa di industrialisasi, hanya kedepannya mereka bisa aware dan menjadikan industri ini menjadi komersil dan berkelanjutan," lanjug Alam.
Museum Tumurun sendiri melambangkan gagasan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah, sangat percaya pada harapan untuk bertindak sebagai jendela wawasan bagi semua yang ingin belajar lebih banyak tentang dunia seni.
"Karya seninya menurutku luar biasa, ini semua seniman hebat tapi ada satu premis yang aku suka adalah ini tuh terjait konsepnya karena geografis, mayoritas seniman dari Bandung dan Yogyakarta dengan karakter beranekaragam, karya seninya tuh kerasa," jawab Alam.
Museum Tumurun kerap kali menyelenggarakan pameran khusus dua kali dalam setahun, menampilkan karya seniman dari seluruh dunia.
Pameran-pameran ini bertujuan untuk menjaga agar museum tetap menarik dan progresif, memastikan perspektif baru tentang komunitas seni, sekaligus memberikan wadah bagi seniman dan pengunjung untuk memulai atau melanjutkan perjalanan mereka di dunia seni.
(tdy)