Hukum bagi yang Belum Membayar Qadha Puasa Ramadan

Senin, 29 Januari 2024 - 09:45 WIB
loading...
Hukum bagi yang Belum Membayar Qadha Puasa Ramadan
Jika seseorang menunda-nunda qadha’ puasa Ramadan dengan tanpa udzur, maka dia wajib bertaubat dari dosa tersebut, menyesalinya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Bulan suci Ramadan akan segera tiba, dan semua umat Islam wajib melaksanakan puasa Ramadan tersebut. Lantas bagaimana yang masih belum membayar qadha puasa Ramadan sebelumnya dan apa hukumnya?

Menurut Ustadz Fadly Gugul, S.Ag, dai yang berkhidmat dilembaga bimbingan Islam ini menjelaskan, jika seseorang menunda-nunda qadha’ puasa Ramadan dengan tanpa udzur, maka dia wajib bertaubat dari dosa tersebut, menyesalinya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kemudian dia melaksanakan qadha’ sesuai jumlah puasa yang kita tinggalkan dengan tanpa ada denda apapun.

Dilarang keras menunda-nunda utang puasa sampai datang Ramadan berikutnya. Dan ini merupakan dosa yang sangat buruk. Karena di antara ciri orang yang beriman ialah mereka ini bersegera didalam melaksanakan kebaikan dan kewajiban agama.

Allah ta’ala berfirman :

أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ


“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”. (QS. Al-Mukminun : 61).

Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ta’ala ‘anha berkata :

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ


“Dulu saya pernah memiliki hutang puasa Ramadan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan sya’ban”. (HR. Bukhari, no.1950, Muslim, no. 1146).

Riwayat ini menerangkan kepada kita bahwa batas akhir mengqadha’ puasa Ramadan ialah hingga akhir sya’ban sebelum datang Ramadan berikutnya. Namun jika mengakhirkan qadha’ puasa hingga datang Ramadan setelahnya dikarenakan adanya udzur syar’i maka tidak mengapa dan tidak ada dosa bagi dia ketika itu.

Adapun bagi orang yang mengakhirkan qadha’ puasa Ramadan hingga datang Ramadan berikutnya tanpa ada udzur, maka para ulama berselisih pendapat tentang cara menggantinya menjadi dua pendapat :

1. Wajib bagi dia bertaubat lalu mengqadha’ sesuai jumlah hari yang ia tinggalkan, kemudian membayar kafarat/denda berupa memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang ia akhirkan qadha’nya.

Diantara dalilnya ialah riwayat sebagai berikut :

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata kepada seorang lelaki yang sakit di bulan Ramadhan. Kemudian sembuh namun tidak puasa hingga datang Ramadhan berikutnya. Abu Hurairah berkata kepada lelaki ini ; ‘Ia berpuasa hari yang ia temui di Ramadhan itu, dan memberi makan dari awal setiap hari satu mud berupa gandum untuk setiap orang miskin. Apabila ia telah selesai dari hal ini, baru ia membayar hutang puasanya”. (HR Ad-Daruquthni : 2/421).

2. Wajib bagi dia bertaubat dan mengqadha’ sesuai jumlah hari yang ia tinggalkan dengan tanpa denda apapun.

Kami condong pada pendapat yang kedua ini, karena tidak ada riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan untuk membayar kaffarah dalam permasalahan ini. Maka dari itu Syaikh Al-Albani rahimahullah ketika ditanya tentang kewajiban kaffarah bagi orang yang menunda qadha’ hingga datang Ramadhan berikutnya, beliau menjawab :

هناك قول، ولكن ليس هناك حديث مرفوع


Ada yang berpendapat demikian, namun tidak ada hadis marfu’ di sana yang melandasinya. (Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Muyassarah : 3/327).

"Jadi orang yang menunda qadha’ hingga datang Ramadan berikutnya, ia wajib bertaubat kepada Allah Ta’ala, berjanji tidak akan mengulanginya kembali, kemudian mengganti puasa di hari yang lain dengan tanpa tambahan kaffarah,"ujar Ustaz Fadly.

Namun jika ia menginginkan membayar kaffarah, maka itu baik dan lebih sempurna dan sifatnya sunnah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian para sahabat.



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1240 seconds (0.1#10.140)