CERMIN: Kisah Romeo dan Juliet Versi PKI
loading...

Film Kupu-Kupu Kertas ibarat kisah Romeo dan Juliet dengan karakter terkait PKI dan GP Ansor. Foto/Maxima Pictures
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1597. William Shakespeare mempublikasikan drama Romeo and Juliet yang sesungguhnya bukan murni hasil karyanya.
Kisah tentang dua anak muda yang saling mencintai di tengah dua keluarganya yang saling bermusuhan itu meminjam plot dari kisah Italia yang ditulis Matteo Bandello, dan diterjemahkan ke dalam syair berjudul The Tragical History of Romeus and Juliet oleh Arthur Brooke pada 1562. Kisah ini lantas diceritakan kembali dalam bentuk prosa berjudul Palace of Pleasure oleh William Painter pada 1567.
William banyak meminjam inspirasi dari kedua tulisan di atas, tapi memperluas plot dengan mengembangkan sejumlah karakter pendukung, khususnya Mercutio dan Paris. Kisah Romeo dan Juliet lantas menjadi klasik dan diadaptasi menjadi film dalam berbagai periode dari tahun 1936 oleh George Cukor, tahun 1968 oleh Franco Zeffirelli, dan bisa jadi yang paling terkenal pada tahun 1996 oleh Baz Luhrmann.
Produser Denny Siregar yang mencuri perhatian dengan debutnya dalam film Sayap-Sayap Patah(2022) meminjam plot dari Romeo dan Juliet dan menginjeksikannya ke dalam cerita berlatar tahun 1965 di Banyuwangi berjudul puitis, Kupu-Kupu Kertas. Kisahnya diolah oleh duet penulis skenario Rahabi Mandra dan Jocelyn Coroelia.
Sutradara Emil Heradi tak membuang waktu, langsung mempertemukan kita dengan dua karakter utama sejak menit awal film dibuka. Ada Ning, seorang perawat yang anak seorang simpatisan PKI dan Ikhsan, adik dari aktivis GP Ansor.
![CERMIN: Kisah Romeo dan Juliet Versi PKI]()
Foto: Maxima Pictures
Kita melihat pertemuan keduanya, melihat bagaimana mereka membuka hati satu sama lain di tengah kekacauan yang tengah terjadi. Mereka mengambil risiko untuk menjaga kesucian cinta mereka dan kelak memperjuangkannya hingga mati.
Tapi ketika kita sebagai penonton merasa kurang bersimpati pada perjalanan cinta mereka, maka terasa ada sesuatu yang salah. Bisa jadi karena beberapa alasan yang logis. Pertama, kita melihat Ning dan Ikhsan pertama kali menjalin hubungan di tengah kekacauan dan sesungguhnya sedari awal mereka sudah tahu risikonya.
Dalam durasinya yang 113 menit, skenario tak pernah memperlihatkan kepada penonton mengapa hubungan mereka layak dipertahankan mati-matian. Akhirnya memang kita melihat Amanda Manopo dan Chicco Kurniawan yang meski berusaha mati-matian memainkan karakternya sepenuh hati, tetap saja kurang terasa jalinan kimiawi di antara mereka berdua yang sampai ke hati penonton.
Kisah tentang dua anak muda yang saling mencintai di tengah dua keluarganya yang saling bermusuhan itu meminjam plot dari kisah Italia yang ditulis Matteo Bandello, dan diterjemahkan ke dalam syair berjudul The Tragical History of Romeus and Juliet oleh Arthur Brooke pada 1562. Kisah ini lantas diceritakan kembali dalam bentuk prosa berjudul Palace of Pleasure oleh William Painter pada 1567.
William banyak meminjam inspirasi dari kedua tulisan di atas, tapi memperluas plot dengan mengembangkan sejumlah karakter pendukung, khususnya Mercutio dan Paris. Kisah Romeo dan Juliet lantas menjadi klasik dan diadaptasi menjadi film dalam berbagai periode dari tahun 1936 oleh George Cukor, tahun 1968 oleh Franco Zeffirelli, dan bisa jadi yang paling terkenal pada tahun 1996 oleh Baz Luhrmann.
Baca Juga :
CERMIN: Mercusuar Harapan Itu Bernama Imajinari
Produser Denny Siregar yang mencuri perhatian dengan debutnya dalam film Sayap-Sayap Patah(2022) meminjam plot dari Romeo dan Juliet dan menginjeksikannya ke dalam cerita berlatar tahun 1965 di Banyuwangi berjudul puitis, Kupu-Kupu Kertas. Kisahnya diolah oleh duet penulis skenario Rahabi Mandra dan Jocelyn Coroelia.
Sutradara Emil Heradi tak membuang waktu, langsung mempertemukan kita dengan dua karakter utama sejak menit awal film dibuka. Ada Ning, seorang perawat yang anak seorang simpatisan PKI dan Ikhsan, adik dari aktivis GP Ansor.

Foto: Maxima Pictures
Kita melihat pertemuan keduanya, melihat bagaimana mereka membuka hati satu sama lain di tengah kekacauan yang tengah terjadi. Mereka mengambil risiko untuk menjaga kesucian cinta mereka dan kelak memperjuangkannya hingga mati.
Tapi ketika kita sebagai penonton merasa kurang bersimpati pada perjalanan cinta mereka, maka terasa ada sesuatu yang salah. Bisa jadi karena beberapa alasan yang logis. Pertama, kita melihat Ning dan Ikhsan pertama kali menjalin hubungan di tengah kekacauan dan sesungguhnya sedari awal mereka sudah tahu risikonya.
Dalam durasinya yang 113 menit, skenario tak pernah memperlihatkan kepada penonton mengapa hubungan mereka layak dipertahankan mati-matian. Akhirnya memang kita melihat Amanda Manopo dan Chicco Kurniawan yang meski berusaha mati-matian memainkan karakternya sepenuh hati, tetap saja kurang terasa jalinan kimiawi di antara mereka berdua yang sampai ke hati penonton.
Lihat Juga :