Gaya Pakaian Jadi Tren, Pussy Riot Luncurkan Clothing Line

Sabtu, 21 Juli 2018 - 11:25 WIB
Gaya Pakaian Jadi Tren, Pussy Riot Luncurkan Clothing Line
Gaya Pakaian Jadi Tren, Pussy Riot Luncurkan Clothing Line
A A A
SELALU menggunakan kostum warna-warni saat tampil, lengkap dengan topeng skinya, membuat aksesori di kepala itu menjadi identik alias trademark bagi Pussy Riot.

Seolah sadar kalau gaya berpakaian mereka dibicarakan orang dan menjadi tren, salah satunya ditiru Gerlan Jeans di New York Fashion Week 2013, Pussy Riot pun mem buat label mode (clothing line) mereka sendiri dengan nama Pussian Federation. Merek ini menampilkan topeng ski atau balaclava berwarna terang, lencana, kaus kaki, serta berbagai kaus grafis.

Harga produk ini berkisar dari USD20 (Rp287.000) untuk kaus kaki pelangi dihiasi kata-kata. Koleksi ini merupakan kolaborasi antara Pussy Riot, komunitas seni Kultrab, dan 9cyka. Hasil penjualan juga akan digunakan untuk mendukung penerbitan berita independen proyek seni politik, MediaZona, yang berfokus pada peradilan pidana dalam konteks Rusia.

“Dalam situasi politik saat ini, kala negara kami tidak memiliki kebebasan berbicara, pakaian menjadi tindakan ekspresi diri, cara menunjukkan bahwa kami tidak setuju,” tulis kutipan dari toko daring mereka. Menurut London The Inside, Pussy Riot pertama kali mulai membuat pakaian dengan koleksi yang diberi nama It’s Gonna Get Worse. Ini merupakan kolaborasi dengan grup hip-hop Rusia, Kultrab dan Krovostok, pada akhir 2017.

Filosofi Mode sang Pembangkang
Setiap tampil di muka umum, Pussy Riot selalu mengenakan kostum tidak lazim. Biasanya dengan gaun, stoking, dan balaclava atau topeng ski berwarna cerah mencolok.

Apa filosofi di balik kostum tersebut? Nadya Tolokonnikova, salah satu anggotanya, mengatakan, semuanya memang bertumpu pada arti kata ‘Pussy Riot’. Di kutip dari V Magazine, menurutnya, riot bisa diartikan sebagai ‘gila’, sedangkan pussy bisa dimak nai sebagai ‘stoking’ dan ‘gaun’.

“Memakai stoking dan gaun buat kami sangat tidak enak dan tidak nyaman. Kami tidak pernah memakai itu dalam keseharian kami, tapi kami harus mengenakannya agar sesuai dengan citra pussy yang ingin kami ciptakan,” ujar Nadya. Sementara soal warna yang mencolok, alasannya lebih sederhana lagi.

“Ini alasan yang bodoh. Kami hanya tidak ingin dilihat sebagai teroris. Kami tidak ingin menakut-nakuti orang, kami ingin membawa kesenangan, jadi kami memutuskan untuk terlihat seperti badut,” ucapnya. Tidak hanya saat tampil di muka umum, Nadya mengaku saat di penjara tetap memakai seragam khas kelompoknya.

Bahkan, dia membuat dan menjahit seragam yang sama untuk narapidana lainnya. Di sisi lain, Nadya menjelaskan, Pussy Riot mendapat inspirasi dari grup band punk lainnya yang juga mewakili cita-cita politik mereka melalui kostum yang berbeda, yakni Sham 69, Angelic Upstarts, Cockney Rejects, Bikini Kill, dan Le Tigre.

Dia menegaskan tidak khawatir jika mode atau yang mereka kenakan akan mengalihkan pesan yang hendak disampaikan. “Ada banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tidak peduli dengan pakaian mereka, tetapi pakaian Anda menceritakan banyak hal tentang Anda,” ujarnya. (Susi Susanti)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7299 seconds (0.1#10.140)