Waspadai Obesitas, Atasi dengan Menjalankan Pola Hidup Sehat
A
A
A
JAKARTA - Obesitas atau kegemukan menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat Indonesia selain stunting. Bahkan proporsi obesitas pada orang dewasa sejak 2007 hingga 2018 terus menunjukkan tren meningkat.
Obesitas patut menjadi perhatian serius karena merupakan salah satu sumber penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, jantung, stroke, diabetes hingga gagal ginjal.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penduduk berusia lebih dari 18 tahun yang mengalami obesitas meningkat dari 14,8% (2013) menjadi 21,8% (2018). Pola hidup masyarakat yang tidak sehat menyebabkan angka obesitas kian naik.
Penyebab obesitas salah satunya adalah kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan masyarakat. Pada Hari Kesehatan Nasional 12 November, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengungkapkan, masalah obesitas di Indonesia terjadi karena kurangnya kesadaran pola hidup sehat.
Sesuai dengan Riskesdas 2018, di Indonesia perilaku makan buah dan sayur yang cukup (5 porsi per hari) sesuai dengan anjuran WHO baru mencapai 5%. “Kesehatan itu kompleks, jangan menganggap masalah kesehatan itu sampingan,” kata Nila F Moeloek.
Menkes pantas khawatir karena di Tanah Air angka kematian akibat PTM-termasuk akibat obesitas-semakin meningkat, dari 49,9% pada 2001 menjadi 59,5% pada 2007. Konsumsi gula, garam, dan lemak menjadi pemicunya.
“Ingat, cukup 4.1.5 sehari, yaitu 4 sendok makan gula, 1 sendok teh garam, 5 sendok makan lemak per hari,” tegas Nila. Terlalu banyak gula berakibat kegemukan dan diabetes. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) dr BRM Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K), FIHA menjelaskan, penderita obesitas sering mengalami pelebaran dan penebalan otot jantung.
Penebalan otot jantung dapat mengakibatkan gangguan kelistrikan pompa jantung. “Jantung berdetak begitu cepat, penyebaran darah ke organ-organ di tubuh menjadi tidak merata dan menyebabkan kematian mendadak,” papar dr Ario.
Pakar gizi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Abdul Razak Thaha menyebut transisi industrialis dan kecanggihan teknologi menjadi salah satu faktor banyak masyarakat Indonesia yang terkena obesitas. “Masyarakat kian mudah dapat kendaraan.
Banyak yang jadi malas bergerak. Berbagai aktivitas yang dulu dilakukan dengan tenaga manusia kini sudah dengan mesin, termasuk bertani dan berkebun,” papar Ketua Dewan Pakar PB IDI ini. Masyarakat urban atau perkotaan menjadi masyarakat yang paling rentan terkena obesitas karena mereka diyakini jarang bergerak.
Para pekerja kantoran lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer, belum lagi saat menuju kantor atau pulang ke rumah menggunakan kendaraan. Selain itu mengonsumsi makanan yang lebih banyak karbohidrat seperti junk food sudah menjadi gaya hidup.
Pemerintah saat ini terus menggencarkan edukasi, sosialisasi, dan kampanye mengenai asupan gizi kepada masyarakat dan pola hidup sehat. Strategi implementasi pedoman gizi seimbang, termasuk pencegahan penyakit tidak menular, dilaksanakan bertingkat dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga puskesmas dan tingkat keluarga.
Misalnya edukasi agar masyarakat membatasi konsumsi makanan tinggi natrium seperti garam, penyedap rasa, kecap, saus dan makanan awetan seperti kornet, sosis, sarden, mayonais. Batasi konsumsi lemak trans seperti gorengan dan mentega.
Pemerintah juga terus menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Germas diterapkan melalui tiga kegiatan utama, yaitu mengecek kesehatan secara rutin, olahraga teratur, serta memperbanyak makan sayur dan buah.
Pakar gizi Dr dr Fiastuti Witjaksono, MS, MSc, SpGK (K) mengatakan untuk mengurangi obesitas, karbohidrat sederhana hanya boleh dikonsumsi 10% setiap hari. Karbohidrat sederhana antara lain gula.
Dia mencontohkan, dengan makan sebanyak 1.600 kkal, 10%-nya untuk karbohidrat sederhana yang boleh dimakan adalah 160 kkal. Jika 1 gram mengandung 4 kkal, kandungan karbohidrat sederhana yang diperbolehkan adalah 40 gram.
Jadi maksimal gula yang boleh dikonsumsi adalah 4 sendok gula. “Bila kita mengonsumsi terlalu banyak gula, risiko terkena diabetes pun semakin tinggi,” kata Fiastuti. Sebagai informasi, obesitas adalah kelebihan berat badan yang dapat ditentukan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Obesitas merupakan penyakit yang dapat dicegah dan penyebab kematian di Amerika. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang mengalami kelebihan berat badan di negara-negara industri telah meningkat secara signifikan; meningkat begitu banyak sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebutkan bahwa obesitas sebagai epidemi.
Saat ini populasi orang kelebihan berat badan atau obesitas yang terus meningkat menjadi ancaman global karena berisiko menimbulkan penyakit mematikan. The New England Journal of Medicine pada Juni 2017 menyebutkan, lebih dari 2,2 miliar orang atau sepertiga penduduk dunia kelebihan berat badan.
Jurnal kesehatan ini menganalisis puluhan juta orang dari 195 negara dan wilayah. Dari 100 negara dengan populasi terbesar di dunia, Arab Saudi (27,5% dari penduduk), Mesir (26,8%), dan Amerika Serikat (26,5%) masuk tiga besar negara dengan tingkat obesitas paling tinggi.
Menurut para peneliti, pada 2015 terdapat 4 juta kematian yang disebabkan obesitas. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas pada 2013, terdapat 15,4% yang mengalami obesitas. Jumlah ini meningkat karena pada 2010 ada 11,3%.
Jumlah obesitas tertinggi berada di Sulawesi Utara (24,1% dari populasi), Gorontalo (21%), dan DKI Jakarta (20,8%) di posisi ketiga. Obesitas terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (6,2%).
Obesitas patut menjadi perhatian serius karena merupakan salah satu sumber penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, jantung, stroke, diabetes hingga gagal ginjal.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penduduk berusia lebih dari 18 tahun yang mengalami obesitas meningkat dari 14,8% (2013) menjadi 21,8% (2018). Pola hidup masyarakat yang tidak sehat menyebabkan angka obesitas kian naik.
Penyebab obesitas salah satunya adalah kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan masyarakat. Pada Hari Kesehatan Nasional 12 November, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengungkapkan, masalah obesitas di Indonesia terjadi karena kurangnya kesadaran pola hidup sehat.
Sesuai dengan Riskesdas 2018, di Indonesia perilaku makan buah dan sayur yang cukup (5 porsi per hari) sesuai dengan anjuran WHO baru mencapai 5%. “Kesehatan itu kompleks, jangan menganggap masalah kesehatan itu sampingan,” kata Nila F Moeloek.
Menkes pantas khawatir karena di Tanah Air angka kematian akibat PTM-termasuk akibat obesitas-semakin meningkat, dari 49,9% pada 2001 menjadi 59,5% pada 2007. Konsumsi gula, garam, dan lemak menjadi pemicunya.
“Ingat, cukup 4.1.5 sehari, yaitu 4 sendok makan gula, 1 sendok teh garam, 5 sendok makan lemak per hari,” tegas Nila. Terlalu banyak gula berakibat kegemukan dan diabetes. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) dr BRM Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K), FIHA menjelaskan, penderita obesitas sering mengalami pelebaran dan penebalan otot jantung.
Penebalan otot jantung dapat mengakibatkan gangguan kelistrikan pompa jantung. “Jantung berdetak begitu cepat, penyebaran darah ke organ-organ di tubuh menjadi tidak merata dan menyebabkan kematian mendadak,” papar dr Ario.
Pakar gizi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Abdul Razak Thaha menyebut transisi industrialis dan kecanggihan teknologi menjadi salah satu faktor banyak masyarakat Indonesia yang terkena obesitas. “Masyarakat kian mudah dapat kendaraan.
Banyak yang jadi malas bergerak. Berbagai aktivitas yang dulu dilakukan dengan tenaga manusia kini sudah dengan mesin, termasuk bertani dan berkebun,” papar Ketua Dewan Pakar PB IDI ini. Masyarakat urban atau perkotaan menjadi masyarakat yang paling rentan terkena obesitas karena mereka diyakini jarang bergerak.
Para pekerja kantoran lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer, belum lagi saat menuju kantor atau pulang ke rumah menggunakan kendaraan. Selain itu mengonsumsi makanan yang lebih banyak karbohidrat seperti junk food sudah menjadi gaya hidup.
Pemerintah saat ini terus menggencarkan edukasi, sosialisasi, dan kampanye mengenai asupan gizi kepada masyarakat dan pola hidup sehat. Strategi implementasi pedoman gizi seimbang, termasuk pencegahan penyakit tidak menular, dilaksanakan bertingkat dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga puskesmas dan tingkat keluarga.
Misalnya edukasi agar masyarakat membatasi konsumsi makanan tinggi natrium seperti garam, penyedap rasa, kecap, saus dan makanan awetan seperti kornet, sosis, sarden, mayonais. Batasi konsumsi lemak trans seperti gorengan dan mentega.
Pemerintah juga terus menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Germas diterapkan melalui tiga kegiatan utama, yaitu mengecek kesehatan secara rutin, olahraga teratur, serta memperbanyak makan sayur dan buah.
Pakar gizi Dr dr Fiastuti Witjaksono, MS, MSc, SpGK (K) mengatakan untuk mengurangi obesitas, karbohidrat sederhana hanya boleh dikonsumsi 10% setiap hari. Karbohidrat sederhana antara lain gula.
Dia mencontohkan, dengan makan sebanyak 1.600 kkal, 10%-nya untuk karbohidrat sederhana yang boleh dimakan adalah 160 kkal. Jika 1 gram mengandung 4 kkal, kandungan karbohidrat sederhana yang diperbolehkan adalah 40 gram.
Jadi maksimal gula yang boleh dikonsumsi adalah 4 sendok gula. “Bila kita mengonsumsi terlalu banyak gula, risiko terkena diabetes pun semakin tinggi,” kata Fiastuti. Sebagai informasi, obesitas adalah kelebihan berat badan yang dapat ditentukan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Obesitas merupakan penyakit yang dapat dicegah dan penyebab kematian di Amerika. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang mengalami kelebihan berat badan di negara-negara industri telah meningkat secara signifikan; meningkat begitu banyak sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebutkan bahwa obesitas sebagai epidemi.
Saat ini populasi orang kelebihan berat badan atau obesitas yang terus meningkat menjadi ancaman global karena berisiko menimbulkan penyakit mematikan. The New England Journal of Medicine pada Juni 2017 menyebutkan, lebih dari 2,2 miliar orang atau sepertiga penduduk dunia kelebihan berat badan.
Jurnal kesehatan ini menganalisis puluhan juta orang dari 195 negara dan wilayah. Dari 100 negara dengan populasi terbesar di dunia, Arab Saudi (27,5% dari penduduk), Mesir (26,8%), dan Amerika Serikat (26,5%) masuk tiga besar negara dengan tingkat obesitas paling tinggi.
Menurut para peneliti, pada 2015 terdapat 4 juta kematian yang disebabkan obesitas. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas pada 2013, terdapat 15,4% yang mengalami obesitas. Jumlah ini meningkat karena pada 2010 ada 11,3%.
Jumlah obesitas tertinggi berada di Sulawesi Utara (24,1% dari populasi), Gorontalo (21%), dan DKI Jakarta (20,8%) di posisi ketiga. Obesitas terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (6,2%).
(don)