Penganut Agama Mayoritas di Iran, Hanya 4 Agama yang Diakui

Jum'at, 19 April 2024 - 17:22 WIB
loading...
Penganut Agama Mayoritas di Iran, Hanya 4 Agama yang Diakui
Peringatan Asyura di Iran. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Pemeluk agama mayoritas di Iran adalah Islam aliran Syiah . Selebihnya penganut Islam aliran suni. Jika dijumlahkan mereka meliputi 99 persen penduduk Iran. Islam aliran Syiah merupakan agama resmi negeri tersebut.

Badan statistik Iran menyebut hanya empat agama saja yang diakui di Iran yaitu agama Islam , Kristen , Yahudi dan Majusi . Penganut minoritas lain ialah penganut Hindu, Sikh, Bahai, Mandean dan Yarsan.

Pew Research Center dalam studi pada Mei 2019 menemukan bahwa 87% orang Iran salat setiap hari, yang merupakan persentase tertinggi kedua di Asia-Pasifik, setelah Afghanistan (96%) dan di depan Indonesia (84%).

Kebanyakan bangsa Iran adalah penganut Syiah. Penganut ajaran Sunah merupakan bangsa Turki , suku Kurdi, suku Balochi dan suku Arab.

Penganut agama Kristen adalah antara penganut agama utama di Iran. Kebanyakan mereka merupakan keturunan dari Assyria dan Armenia. Aliran Kristen utama di Iran ialah Kristen Apostolik Armenia dan Kristen Assyria Timur. Walaupun Iran mengakui agama Kristen, tetapi ajaran-ajaran Kristen Protestan tidak diakui.



Selanjutnya Yahudi. Agama ini merupakan agama yang paling tua di Iran, dipraktikan sebelum kedatangan Islam seperti yang tertera di dalam Taurat dan Injil di mana orang-orang Yahudi dibenarkan pulang ke Palestina oleh Cyrus Agung, seorang raja Persia, setelah beliau mengalahkan kerajaan Babylon.

Pada hari ini, kumpulan Yahudi dijanjikan perlindungan di bawah pemerintahan Republik Islam Iran. Di Teheran saja, terdapat 11 buah kuil Yahudi yang dibangun.

Iran memiliki pengalaman sejarah panjang tentang hubungan negara dengan agama, dan akhirnya memilih penyatuan agama dan negara.

Kebijakan Agama

Wakhid Sugiyarto dalam papernya berjudul "Kebijakan Keagamaan Kelompok Minoritas di Negara Republik Islam Iran" menyebut dalam kehidupan keagamaan, Iran semenjak dinasti Safawiyah, menjadi benteng Islam mazhab Syi’ah. Saat ini, muslim mazhab Syi’ah 90 persen, mazhab Sunni 8 persen yang umumnya suku Kurdi (fikih Syafi ’i), Turkmen, dan Balochi (fikih Hanafi).



Sumber mazhab Syi’ah Iran adalah ajaran Ja’far al-Shadiq. Sejak Dinasti Qajar (1794-1925), golongan ulama Syi’ah memiliki Korps Hierarkis dan Otonom karena ada dana besar dari
khumus. Khumus adalah kewajiban agama menurut mazhab Syi’ah dan tidak dibayarkan kepada negara. Karena itu, tidak aneh, jika pemerintah sesekali meminjam dana kepada para ulama
yang hierarkis dan otonom ini.

Menurut al-Uzma Amin Rasti, salah satu yang menyebabkan kristalisasi mazhab Syi’ah dan menjadi mayoritas dan seperti berhadap-hadapan dengan Suni adalah akibat kekecewaan politik bangsa Persia terhadap bangsa Arab yang menindas.

Di samping itu ada pertemuan kultural Arab-Persia yang “terlembagakan” melalui pernikahan Imam Hussain dengan Syahr Banu putri kaisar Persia Yazdajird III.

Kaum Syi’ah di Iran memiliki hirarki keulamaan, mulai dari Hujatullah (Hujatul Islam wal Muslimin) dan Mullah (Ayatullah). Mereka adalah para penafsir al-Qur’an yang berwenang menerapkan hasil tafsirnya dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.

Dalam tradisi intelektual, mereka melampaui dunia Islam Sunni terutama pada saat terjadi kekosongan ijtihad sejak abad pertengahan tahun Hijrah. Mereka giat mengembangkan warisan intelektual muslim Suni, dalam bidang filsafat Islam dan theosofi seperti yang dilakukan Suhrawardi. Lahirlah ilmuwan ulama seperti; Mulla Shadra, Shadr al-Din alQunnawy, dsb.



Di era modern lahir pula tokoh-tokoh ilmuwan ulama seperti Thabathaba’i, Muthahhari, Ali Syariati, dsb.

Pemerintah sering mempertemukan para tokoh agama minoritas dalam bentuk forum-forum keagamaan yang diselenggarakan, sehingga hubungan antar kaum minoritas menjadi sangat baik. Dalam pertemuan itu sering dibahas hal-hal yang berkaitan dengan usaha membangun kerukunan dan rekonsiliasi jika pernah konflik.

Para tokoh agamapun selalu penuh antusias untuk mengikutinya, karena sama-sama ingin meraih kedamaian yang sesungguhnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Iran.

Menurut Mohammad Amin Rasti, pertemuan itu boleh jadi mirip dengan apa yang pernah dilakukan oleh Kementerian Agama di masa lalu, yaitu dialog antar agama yang tujuannya adalah juga menjaga hubungan baik antartokoh agama yang berbeda.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1674 seconds (0.1#10.140)