Review Film The Kid Who Would Be King

Selasa, 22 Januari 2019 - 15:30 WIB
Review Film The Kid Who Would Be King
Review Film The Kid Who Would Be King
A A A
JAKARTA - Kisah tentang Raja Arthur dan para ksatria Meja Bundarnya sudah melegenda di dunia. Di Inggris, cerita ini sudah menjadi semacam mitos yang sangat dipercayai dan dihormati di tengah masyarakat. Mitos inilah yang diangkat di film The Kid Who Would Be King.

Raja Arthur dan Robin Hood adalah dongeng paling kondang di Inggris. Dua tokoh ini juga paling sering difilmkan dengan berbagai macam variasinya. Nah, The Kid Who Would Be King ini pun menceritakan tentang Raja Arthur dari sudut pandang lain, yaitu anak-anak.

Dikisahkan, Alexander Elliot (Louis Ashbourne Serkis), seorang siswa SMP sering kali menjadi korban perundungan (bully) yang dilakukan Lance (Tom Taylor) dan Kaye (Rhianna Doris). Tak hanya Alex, sahabatnya, Bedders (Dean Chaumoo) juga kerap menjadi korban. Suatu hari, karena tak tahan dengan perundungan itu, Alex melawan. Akibatnya, dia, Lance dan Kaye kena hukuman. Ketika pulang sekolah, Alex dikejar Lance dan Kaye. Dia pun lari dan masuk ke sebuah proyek bangunan. Di tempat itu, dia menemukan sebilah pedang yang tertancap di tonggak pondasi. Dia membawa pulang pedang itu. Tak disangka itu adalah pedang legendaris, Excalibur. Menurut legenda, pedang itu hanya bisa dicabut oleh keturunan Raja Arthur.

Kehadiran pedang itu mengubah kehidupan Alex. Dia teringat sebuah buku dongeng Raja Arthur yang dia yakini diberikan oleh ayahnya. Ayah Alex sudah lama pergi tanpa ada alasan yang jelas dan meninggalkan Alex bersama ibunya di London.

Yang Alex tidak tahu adalah ketika pedang itu dia cabut, kekuatan jahat saudara tiri Raja Arthur, Morgana (Rebecca Ferguson) pun ikut bangkit. Pasukan tulang belulang Morgana berusaha menyerang Alex. Namun, Alex berhasil lolos berkat bantuan Merlin (Angus Imrie). Merlin mengatakan, Alex harus menerima takdirnya sebagai pencabut pedang itu dan harus membuat pasukan demi mencegah Morgana kembali menguasai Inggris. Dalam empat hari, Alex harus mampu mengalahkan Morgana sebelum gerhana matahari tiba.

Selama 120 menit, The Kid Who Would Be King menyuguhkan petualangan sejati seorang ‘Raja Arthur’ dunia modern yang keluar masuk dimensi lain demi menyelamatkan dunia. Film ini tidak menonjolkan penggunaan gadget canggih, tapi justru menyuguhkan pemandangan dunia sihir dengan keajaibannya yang mungkin masih dipercaya banyak anak-anak.

Drama yang disuguhkan film besutan Joe Cornish ini pun sebenarnya cukup sederhana, yaitu tentang keseharian Alex yang harus menghadapi perundungan dan tentang ayahnya yang menjadi misteri. Dia juga menjalani hubungan yang kurang baik dengan ibunya karena sang ibu ternyata menyembunyikan banyak hal tentang ayah Alex darinya. Keinginan Alex untuk bertemu dengan ayahnya dan juga cerita mitos Raja Arthur yang sangat dia yakini bertemu di film ini. Keduanya menjadi akar perjalanan petualangan Alex dalam usahanya untuk melawan Morgana. Meskipun pada akhirnya, dia harus menelan kenyataan pahit.

Selain itu, Joe juga mampu membidik tema politik yang berat ke dalam film ini. Di film ini dikisahkan bagaimana Morgana bangkit karena kosongnya kepemimpinan yang bijaksana dan adil di Inggris. Ini membuat kehampaan dan keputusasaan melanda warganya dan inilah yang dijadikan santapan bagi Morgana. Lewat sentilan sederhana yang dituturkan lewat dongeng anak-anak, Joe sepertinya memang membawa pesan tersendiri dalam film ini.

Sementara, Joe juga memperkuat rasa Inggris di film ini tak hanya lewat cerita dan setting lokasi. Merlin tua dan muda yang tampil di film ini tidak mengenakan busana resmi. Dia mengenakan kaus oblong bergambar band rock legendaris Led Zeppelin yang memang berasal dari Inggris.

Di film ini, Patrick Stewart tampil sebagai Merlin versi tua. Sayang, penampilannya di film ini lebih mirip seperti bintang tamu yang hanya selewat. Sementara, Merlin muda akan menjadi salah satu tokoh yang mengundang tawa di film ini.

Ikatan persahabatan juga menjadi salah satu daya tarik film ini. Alex akhirnya mampu mengungkap mengapa Lance dan Kaye menjadi pelaku perundungan. Dia mampu menyadarkan mereka tentang arti pentingnya jiwa ksatria dan pertemanan.

The Kid Who Would Be King akan mengajak penontonnya untuk kembali menikmati petualangan klasik sejarah masa lalu dengan setting masa sekarang tanpa berlebihan. Film ini pun menyajikan tontonan santai tapi dalam makna dan penuh pesan moral lewat perjalanan hidup dari sudut pandang anak-anak. Sehingga film ini sangat cocok dinikmati bersama keluarga, terutama bersama anak-anak.

The Kid Who Would Be King akan mulai tayang di bioskop kesayangan Anda pada Rabu (23/1/2019). Selamat menyaksikan!

(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8046 seconds (0.1#10.140)