Yus Datuak Parpatiah Raih Penghargaan Budaya dan Umrah dari UBL

Minggu, 17 Februari 2019 - 18:27 WIB
Yus Datuak Parpatiah Raih Penghargaan Budaya dan Umrah dari UBL
Yus Datuak Parpatiah Raih Penghargaan Budaya dan Umrah dari UBL
A A A
TANGERANG - Budayawan asal Minang, Yus Datuak Parpatiah menerima penghargaan kebudayaan dan umrah dari Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta, Sabtu (16/2) malam. Penghargaan diberikan langsung Ketua Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro di gedung auditorium UBL.

Ini untuk pertama kali, UBL memberikan penghargaan kepada tokoh Sumatera Barat. "Penghargaan ini berasal dari Pusat Studi Kebudiluhuran. Jadi, kita ingin menggali kearifan lokal. Pendekatan yang dilakukan, bisa dengan kultural," kata Hanggoro kepada SINDO, Sabtu.

Terpilihnya tokoh Minang itu, tambah dia, karena sejumlah alasan. Pertama, karya yang dihasilkan Yus Datuak Parpatiah dalam pelestarian budaya Minang sangat banyak, dan berisi pesan moral yang baik.

"Kenapa harus Padang, nanti gantian. Ke depan bisa Batak, dll. Ini terasa sangat spesial. Harapan kami setiap tahun ada penghargaan, dan yang diambil tidak hanya yang sudah terkenal saja," ungkapnya.

Lebih lanjut, Hanggoro mengutarakan, terdapat 12 nama di penjaringan. Namun, sosok dan teladan Yus Datuak Parpatiah yang terpilih. Ketekunan dalam melestarikan budaya Minangkabau, membuat legenda hidup ini menjadi pilihan. "Pada intinya, yang terbaik yang kita pilih. Kita selalu menggali orang yang selalu melahirkan karya besar. Selain itu, CSR kita juga di Minang, ada banyak," sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Yus Datuak Parpatiah mengaku sangat senang terpilih sebagai penerima penghargaan itu. Namun, dengan perasaan rendah hati, dia mengaku, apa yang dilakukannya masih belum apa-apa.

"Saya sangat gembira dan bersyukur dengan anugerah dari UBL ini. Menurut UBL, karena karya-karya saya sangat banyak bercerita tentang Minangkabau. Tapi saya merasa belum apa-apa," tukasnya.

Yus Datuak Parpatiah mulai berkarier sejak 1980. Hingga kini, sudah puluhan judul buku dan tulisan dengan aneka macam genre tentang Minangkabau yang telah ditulisnya. "Saya berkiprah dari tahun 80, dan telah banyak mengeluarkan cerita versi Minang. Baik dalam naskah drama, debat, roman, hingga gurindam. Seperti Kasih Tak Sampai misalnya," terangnya.

Lebih jauh, dia mengaku sangat prihatin dengan perkembangan kebudayaan saat ini. Di mana, banyak pemuda yang mulai mengabaikan kearifan lokal para leluhurnya.

"Justru itu suatu kenyatakaan. Air bah tidak boleh ditahan, sinar matahari juga tidak boleh ditutup dengan tangan. Justru kita harus mempertahankan nilai, bingkai boleh berubah, nilainya harus tetap," pungkasnya.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7460 seconds (0.1#10.140)