Ilmuwan China Ciptakan Virus Mematikan, Bisa Membunuh dalam 3 Hari
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ilmuwan China telah menciptakan virus yang dapat membunuh seseorang dalam tiga hari. Penelitian yang dilakukan di Hebei Medical University ini menggunakan virus sintetis untuk mensimulasikan virus Ebola yang mematikan dalam upaya untuk mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang patogen tersebut.
Dilansir dari Times of India, Senin (27/5/2024), studi ini mengklarifikasi kemungkinan keuntungan dan bahaya dari eksperimen tersebut dan dipublikasikan di Science Direct.
Para peneliti di Universitas Kedokteran Hebei melakukan penelitian kontroversial untuk merekayasa virus menggunakan komponen virus Ebola yang mematikan. Mereka bertujuan untuk menyelidiki perkembangan dan gejala penyakit ini dengan menggunakan model yang dapat meniru dampak Ebola pada tubuh manusia.
Tim menggunakan virus yang dikenal sebagai virus stomatitis vesikuler (VSV), yang mereka modifikasi untuk membawa glikoprotein (GP) dari virus Ebola. Protein ini sangat penting bagi virus untuk masuk dan menginfeksi sel inang.
Para ilmuwan melakukan percobaan pada sekelompok hamster Suriah, termasuk lima betina dan lima jantan. Setelah disuntik dengan virus yang direkayasa, hamster tersebut mengalami gejala parah yang mirip dengan pasien Ebola pada manusia.
Gejala-gejala ini termasuk penyakit sistemik dan kegagalan multi-organ, yang menyebabkan kematian hewan dalam waktu tiga hari. Beberapa hamster juga memperlihatkan sekret pada matanya, sehingga mengganggu penglihatannya, sebuah gejala yang terkait dengan gangguan saraf optik yang terlihat pada pasien Penyakit virus Ebola (EVD).
Salah satu motivasi utama di balik penelitian ini adalah untuk membuat model hewan yang meniru gejala Ebola dengan aman tanpa memerlukan fasilitas Keamanan Hayati Tingkat 4 (BSL-4). Penelitian Ebola memerlukan laboratorium yang sangat aman, namun sebagian besar fasilitas global hanya memenuhi standar BSL-2.
Dengan menggunakan VSV yang direkayasa dengan Ebola GP, para peneliti menciptakan model yang dapat dipelajari di lingkungan dengan keamanan lebih rendah. Terobosan ini memungkinkan penelitian yang lebih luas dan mudah diakses mengenai Ebola dan pengobatan potensialnya.
Setelah kematian hamster, para peneliti mengambil organ mereka untuk menganalisis dampak virus. Mereka menemukan bahwa virus telah terakumulasi di jaringan penting, termasuk jantung, hati, limpa, paru-paru, ginjal, lambung, usus, dan otak.
Kehadiran virus yang tersebar luas ini menegaskan kemampuan virus ini untuk menyebabkan kegagalan multi-organ, yang mencerminkan dampak buruk Ebola pada manusia.
Keberhasilan penelitian ini menawarkan metode evaluasi praklinis yang cepat untuk tindakan medis terhadap Ebola, yang berpotensi mempercepat pengembangan vaksin dan pengobatan. Hal ini juga menimbulkan masalah etika dan keselamatan yang signifikan.
Ebola tetap menjadi salah satu virus yang paling ditakuti karena tingkat kematiannya yang tinggi dan gejalanya yang parah. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), wabah seperti ini menyoroti kebutuhan mendesak akan respons medis yang efektif dan pentingnya penelitian seperti yang dilakukan di Universitas Kedokteran Hebei.
Dilansir dari Times of India, Senin (27/5/2024), studi ini mengklarifikasi kemungkinan keuntungan dan bahaya dari eksperimen tersebut dan dipublikasikan di Science Direct.
Para peneliti di Universitas Kedokteran Hebei melakukan penelitian kontroversial untuk merekayasa virus menggunakan komponen virus Ebola yang mematikan. Mereka bertujuan untuk menyelidiki perkembangan dan gejala penyakit ini dengan menggunakan model yang dapat meniru dampak Ebola pada tubuh manusia.
Tim menggunakan virus yang dikenal sebagai virus stomatitis vesikuler (VSV), yang mereka modifikasi untuk membawa glikoprotein (GP) dari virus Ebola. Protein ini sangat penting bagi virus untuk masuk dan menginfeksi sel inang.
Para ilmuwan melakukan percobaan pada sekelompok hamster Suriah, termasuk lima betina dan lima jantan. Setelah disuntik dengan virus yang direkayasa, hamster tersebut mengalami gejala parah yang mirip dengan pasien Ebola pada manusia.
Gejala-gejala ini termasuk penyakit sistemik dan kegagalan multi-organ, yang menyebabkan kematian hewan dalam waktu tiga hari. Beberapa hamster juga memperlihatkan sekret pada matanya, sehingga mengganggu penglihatannya, sebuah gejala yang terkait dengan gangguan saraf optik yang terlihat pada pasien Penyakit virus Ebola (EVD).
Salah satu motivasi utama di balik penelitian ini adalah untuk membuat model hewan yang meniru gejala Ebola dengan aman tanpa memerlukan fasilitas Keamanan Hayati Tingkat 4 (BSL-4). Penelitian Ebola memerlukan laboratorium yang sangat aman, namun sebagian besar fasilitas global hanya memenuhi standar BSL-2.
Dengan menggunakan VSV yang direkayasa dengan Ebola GP, para peneliti menciptakan model yang dapat dipelajari di lingkungan dengan keamanan lebih rendah. Terobosan ini memungkinkan penelitian yang lebih luas dan mudah diakses mengenai Ebola dan pengobatan potensialnya.
Setelah kematian hamster, para peneliti mengambil organ mereka untuk menganalisis dampak virus. Mereka menemukan bahwa virus telah terakumulasi di jaringan penting, termasuk jantung, hati, limpa, paru-paru, ginjal, lambung, usus, dan otak.
Kehadiran virus yang tersebar luas ini menegaskan kemampuan virus ini untuk menyebabkan kegagalan multi-organ, yang mencerminkan dampak buruk Ebola pada manusia.
Keberhasilan penelitian ini menawarkan metode evaluasi praklinis yang cepat untuk tindakan medis terhadap Ebola, yang berpotensi mempercepat pengembangan vaksin dan pengobatan. Hal ini juga menimbulkan masalah etika dan keselamatan yang signifikan.
Ebola tetap menjadi salah satu virus yang paling ditakuti karena tingkat kematiannya yang tinggi dan gejalanya yang parah. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), wabah seperti ini menyoroti kebutuhan mendesak akan respons medis yang efektif dan pentingnya penelitian seperti yang dilakukan di Universitas Kedokteran Hebei.
(dra)