Nicola Yoon: Dari Kekhawatiran Jadi Buku Terlaris

Senin, 25 Maret 2019 - 10:47 WIB
Nicola Yoon: Dari Kekhawatiran Jadi Buku Terlaris
Nicola Yoon: Dari Kekhawatiran Jadi Buku Terlaris
A A A
PENULIS Nicola Yoon boleh berbangga hati. Kedua novelnya laris manis dan selalu diangkat ke layar lebar.

Padahal, keputusannya masuk ke dunia menulis bukanlah hal yang mudah dan tak pernah “dekat” dengan alur kehidupannya. Nicola Yoon adalah penulis novel terlaris nomor satu New York Times, yakni Everything, Everything dirilis pada September 2015, dan menjadi buku terlaris New York Times No.1 untuk buku hardcover dewasa muda.

Buku ini bercokol selama 40 minggu dalam daftar best seller. Lalu diangkat ke layar lebar yang dirilis pada Mei 2017. Buku keduanya, The Sun Is Also a Star, dirilis pada November 2016. Buku ini juga mencapai nomor satu dalam daftar Best Seller New York Times dan menjadi finalis Penghargaan Buku Nasional 2016.

Buku ini juga masuk daftar The New York Times Book Review versi The New York Times tahun 2016, dan terdaftar dalam 10 buku teratas 2016 oleh Entertainment Weekly dan Los Angeles Times . Film keduanya juga diangkat ke layar lebar dan akan segera dirilis pada Mei mendatang.

Di luar bukunya, dia juga menulis cerita pendek seperti The Man in the Moon dan Prototype. Dikutip The Guardian, sebagai seorang penulis, kekuatan super Yoon terletak pada ketulusan dan gaya menulis yang tidak sentimentil. Ini seperti mengubah akhir yang bahagia menjadi sesuatu yang sedikit lebih pahit.

Tapi sebetulnya siapakah Yoon? Bagaimana dia bisa “tercemplung” ke dunia menulis? Dikutip Huffington Post, Yoon lahir di Kingston, dan tumbuh di Montego Bay (Jamaika).

Dia tinggal di sana hingga berusia sebelas tahun, dan kemudian pindah ke Brooklyn (New York) di lingkungan yang sangat Jamaika. Setelah keluarganya berimigrasi dari Jamaika ke New York pada usia 11 tahun, keluarganya hidup cukup miskin.

“Salah satu hal tentang kemiskinan adalah kemiskinan tidak stabil. Setelah saya lulus, yang saya inginkan hanyalah pekerjaan sehingga saya bisa membayar tagihan dan mendapatkan perawatan kesehatan,” katanya. Dikutip Lit Lovers, jalan Yoon untuk menulis adalah seperti jalan memutar.

Dia sempat suka menulis ketika berusia 8 atau 9 tahun. Namun, saat SMA, dia menjadi kutu buku matematika, dan mengambil Jurusan Teknik Elektro di Cornell University. Di sinilah “titik menulis” mulai terlihat.

Saat kuliah, dia mengaku diharuskan mengambil mata pelajaran pilihan di luar mata kuliah utama. Dia pun memilih kelas menulis kreatif karena dianggap lebih mudah daripada semua kelas matematika. Di kelas inilah dia jatuh cinta dengan seorang lelaki, namun cinta ini bertepuk sebelah tangan.

Dia pun “melepas” kesedihannya dengan menulis drama, puisi, dan cerita pendek. “Ketika saya menulis, saya tidak merasa malu. Saya bisa menjadi siapa pun yang saya inginkan. Saya bisa mengubah dunia menjadi apa pun yang saya inginkan, dan itu adalah hal yang kuat,” katanya, dikutip Pittsburgh Courier.

Namun, dia masih merasa kehidupan seorang penulis tidak memberi jaminan masa depan dan penuh kejutan, hingga akhirnya dia memutuskan bekerja. Lulus kuliah, Yoon bekerja sebagai programmer data keuangan untuk perusahaan investasi Wall Street dalam jangka waktu yang lama.

Dikutip Writers Digests, Yoon sehari-hari bertugas melakukan analisis risiko guna mendukung aktivitas perdagangan. Dia menuturkan, mendapatkan gaji yang cukup, tapi hatinya tetap sedih.

Dia juga sempat bekerja mendesain perhiasan di perusahaan yang didirikannya, Nicola Yoon Design. Sampai akhirnya dia memutuskan kembali menulis dan menemukan kembali dunia yang dia cintai. Dia pun mengejar gelar Magister Menulis Kreatif di Emerson College dan mendapatkan gelar M.F.A.

Berawal dari kekhawatiran
Novelnya yang pertama, Everything Everything, ditulis secara tidak sengaja. Yoon mengatakan inspirasi menulis buku pertamanya datang tak lama setelah melahirkan putrinya dan merasa khawatir akan keselamatannya.

Hal ini membuatnya panik. Dia pun mulai membayangkan seorang anak yang hidupnya benar-benar terancam dunia untuk selamanya. Dia mulai berpikir bagaimana tanggapan seorang ibu yang terlalu protektif terhadap ancaman-ancaman itu, dan bagaimana bentuk hubungan ibu-anak? “Dia berusia 3 atau 4 bulan dan saya memeluknya dan saya memikirkan semua hal yang akan saya katakan kepadanya suatu hari,” sebutnya. “

Bibit ide” inilah yang membuat dia menulis Everything, Everything yang dirilis pada 2015. Namun, Yoon menempuh perjalanan jauh sebelum novelnya menjadi buku terlaris.

“Saya mulai menulis ketika putri saya berusia empat bulan. Saya adalah seorang ibu yang sangat gugup dan saya khawatir tentang segalanya, semua hal yang dikhawatirkan oleh ibu baru, seperti apakah mereka akan makan kotoran? Apakah mereka akan merangkak keluar dari rumah?” ucapnya, dikutip Publishers Weekly.

Yoon mulai membayangkan bagaimana jadinya jika seorang anak 17 tahun membutuhkan tingkat perlindungan yang sama dan ibunya juga. Jadi, dia memutuskan untuk mulai menulis dengan serius meskipun memiliki bayi di rumah dan menjalani pekerjaan penuh waktu.

Sang suami, David Yoon, seorang desainer grafis, juga ikut membantu memberikan ilustrasi di buku pertama sang istri. “Saya punya ide karakter utama saya akan tergambarkan sebagai caranya berhubungan dengan dunia.

Saya mencoba menggambar ikan negara bagian Hawaii dan itu mengerikan. Jadi, saya memintanya untuk melakukannya, dan itu bekerja dengan sangat baik! Kami berkolaborasi dari sana. Saya akan menggambar versi jelek dari apa pun yang saya inginkan dan kemudian dia menggambar yang indah yang berhasil,” sebutnya.

Saat sedang menulis novel pertamanya, Yoon bertemu Joelle Hobeika dari Alloy Entertainment, yang menjadi agennya. “Joelle mengirimkannya sebagian, dan kami berakhir dengan beberapa orang yang tertarik. Lalu saya mewawancarai beberapa editor di telepon,” urainya.

Yoon mengerjakan novel itu selama tiga tahun. “Saya memiliki pekerjaan penuh waktu ketika saya menulis. Jadi, saya menulis dari jam empat sampai jam enam pagi—itu satu-satunya waktu yang saya miliki untuk menulis. Aku harus bekerja pukul enam atau tujuh pagi, ditambah putriku akan bangun pukul 06.30.

Saya sangat lelah setelah tiga tahun, pekerjaan saya sangat menegangkan, dan semua rambut saya menjadi abu-abu,” sebutnya. Dan akhirnya, kabar bahagia itu pun datang. Pada Mei 2015 dia bisa berhenti bekerja. “Aku akhirnya bisa mendukung keluarga kecil kami melalui buku itu,” ujarnya.

Proses penerbitan novel debutnya telah menjadi “angin perubahan” yang indah untuk Yoon. Sekejap hidupnya berubah. “Aku bahkan tidak memimpikan ini. Sangat menyenangkan memiliki orang-orang membaca buku dan memilikinya bermakna bagi mereka,” katanya. Saat ini Yoon dikabar kan sedang menyelesaikan novel ketiganya yang masih rahasia. (Susi Susanti)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0479 seconds (0.1#10.140)