Mengatasi Kasus Batu ginjal yang Sulit dengan Metode RIRS

Rabu, 05 Juni 2024 - 22:22 WIB
loading...
Mengatasi Kasus Batu...
Menurut data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2020, prevalensi penyakit batu ginjal di Indonesia tercatat sebanyak 3.8% atau 739.208 jiwa. Foto Ilustrasi/iStock
A A A
JAKARTA - Menurut data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2020, prevalensi penyakit batu ginjal di Indonesia tercatat sebanyak 3.8% atau 739.208 jiwa.

Prof. Dr. dr. Nur Rasyid, SpU-K, Spesialis Urologi Siloam Hospitals ASRI menerangkan, penderita batu ginjal sendiri memang sering kali tidak merasakan gejala ataupun keluhan. Oleh sebab itu, tanpa disadari batu ginjal bisa menjadi besar.

"Beberapa gejala yang sering dirasakan oleh penderita batu ginjal yaitu nyeri pinggang yang hilang timbul meskipun tidak melakukan gerakan berlebih, kencing berwarna kemerahan atau kencing darah, kencing keruh berpasir atau keluar batu kecil, dan bila terjadi infeksi akan menyebabkan demam serta nyeri saat berkemih,” paparnya di Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Prof. Nur menambahkan, seseorang akan berisiko lebih tinggi terkena batu ginjal jika salah satu anggota keluarga pernah menderita batu ginjal.

Faktor risiko lainnya yaitu dehidrasi atau tubuh kurang cairan. Apalagi bagi orang yang tinggal di iklim hangat dan kering sehingga mereka cenderung berkeringat dan malah banyak mengeluarkan cairan. Mengonsumsi makanan yang tingkat protein, natrium (garam), dan gula berlebihan juga dapat meningkatkan risiko beberapa jenis batu ginjal.

"Berikutnya, mereka yang obesitas, memiliki penyakit pencernaan, pernah melakukan prosedur pembedahan sebelumnya, atau kondisi medis lain seperti asidosis tubulus ginjal, sistinuria, hiperparatiroidisme, dan infeksi saluran kemih berulang, sering mengonsumsi suplemen dan obat-obatan tertentu, juga memperbesar risiko terjadinya batu ginjal ini,” jelas Prof. Nur.

Di Indonesia sendiri, metode perawatan terbaru untuk urologi di bidang batu ginjal yaitu Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS). RIRS merupakan tindakan operasi tanpa bekas luka sehingga pasien yang menjalani prosedur ini bisa pulih lebih cepat dan melaksanakan aktivitas kembali secara normal.

Prof. Nur menjabarkan, pada dasarnya RIRS adalah prosedur penghancur batu ginjal dengan menggunakan laser. Sebelum dilakukan prosedur RIRS, pasien harus menjalani pemeriksaan laboratorium terlebih dulu, dilanjutkan pemeriksaan dengan CT scan.

Pemeriksaan menggunakan CT scan saat ini sudah mudah dijangkau dan menjadi standar pemeriksaan batu saluran kemih. Selain mengetahui letak dan ukuran batu, informasi tambahan penting adalah kekerasan batu dengan satuan HU (Hounsefield Unit).

”Dalam memilih prosedur RIRS, dokter akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti ukuran dan jenis batu, serta kondisi kesehatan umum pasien. Informasi kekerasan batu mengubah algoritma dan anjuran dokter spesialis urologi dalam penanganan batu saluran kemih, di mana penggunaan ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) semakin terbatas, karena batu dengan kekerasan lebih dari 1.000 HU tidak disarankan lagi, meskipun ukurannya tidak besar. RIRS dapat dilakukan pada batu ginjal berukuran kurang dari 3 cm, batu dengan kekerasan tinggi,” terangnya.

Perkiraan waktu yang diperlukan untuk tindakan RIRS maksimal 2 jam guna menghindari gejala komplikasi seperti sepsis atau pengaruh panas dari laser yang berlebihan. Apabila diperlukan tindakan ulang atau lanjutan dapat dilakukan 1 minggu kemudian, tetapi dapat ditunda paling lama 2 bulan setelah prosedur.

Metode RIRS menjadi salah satu inovasi yang memberikan keuntungan bagi pasien batu ginjal karena prosedurnya dilakukan lebih cepat, tidak meninggalkan bekas luka pada tubuh, pemulihan lebih cepat, minim rasa nyeri, dan risiko infeksi lebih rendah dibandingkan metode bedah terbuka.

RIRS memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi karena dapat mengakses langsung ke ginjal dan menghancurkan batu ginjal menjadi fragmen-fragmen kecil, berbentuk seperti pasir hingga debu.
Mengatasi Kasus Batu ginjal yang Sulit dengan Metode RIRS

Medical Managing Director Siloam Hospitals Groupdr. Grace Frelita Indradjaja, M.M. Foto/Istimewa

"Tindakan RIRS sudah banyak dilakukan di Siloam Hospitals ASRI. Dengan didukung oleh tim multidisiplin yang terdiri dari berbagai spesialis berpengalaman dan andal di bidangnya, inovasi teknologi, serta sistem pengelolaan klinis dan operasional dari jaringan Siloam Hospitals ASRI, masyarakat Indonesia diharapkan tidak perlu lagi ke luar negeri untuk mendapatkan layanan seputar urologi dan nefrologi yang optimal dan berkualitas,” kata dr. Grace Frelita Indradjaja, M.M., Medical Managing Director Siloam Hospitals Group pada kesempatan yang sama.

Saat ini, Siloam telah memiliki pusat keunggulan di bidang prosedur transplantasi ginjal di Siloam Hospitals ASRI dan menjadi rumah sakit swasta pertama yang mendapatkan lisensi dari Kementerian Kesehatan sebagai salah satu pusat transplantasi ginjal di Indonesia.

Dengan keunggulan layanan transplantasi ginjal, Siloam Hospitals ASRI memiliki sistem Hub & Spoke, di mana rumah sakit ini menjadi pusat rujukan (hub) bagi unit rumah sakit lainnya (spoke).

Hingga kini, Siloam Hospitals ASRI telah melakukan lebih dari 360 transplantasi ginjal dengan tingkat kelangsungan hidup 1 tahun sebesar 97.4% dan tingkat keberhasilan graft 1 tahun sebesar 99.1% (data per akhir Mei 2024).

"Kualitas hidup pasien pasca tindakan juga dijaga secara baik, dengan adanya layanan rehabilitasi medik yang komprehensif di unit pelayanan ginjal, serta layanan homecare,” pungkas dr. Grace.
(tsa)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1659 seconds (0.1#10.140)