Tuberkulosis Masih Jadi Beban Kesehatan Indonesia

Jum'at, 17 Mei 2019 - 00:30 WIB
Tuberkulosis Masih Jadi Beban Kesehatan Indonesia
Tuberkulosis Masih Jadi Beban Kesehatan Indonesia
A A A
JAKARTA - Saat ini tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu beban kesehatan di Indonesia dengan menduduki peringkat kedua kasus TB secara global. Berdasarkan World Health Organization (WHO) Global TB Report 2018, kasus TB di Indonesia diperkirakan mencapai 842.000 kasus dengan 442.172 kasus TB teridentifikasi dan 399.828 yang tidak teridentifikasi atau di diagnosa.

Insiden TB pada laki – laki dewasa di Indonesia mencapai 492.000 kasus dan sebanyak 349.000 kasus pada perempuan dewasa dan 49.000 pada anak – anak.

"Guna mengakhiri epidemi TB pada tahun 2030 kami sadar bahwa sangat dibutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor, termasuk pemerintah, swasta, dan NGO. Tingginya kasus TB di Indonesia, membuat kami semakin sadar bahwa sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai TB melalui beberapa inisiatif,” kata Lakish Hatalkar selaku Presiden Direktur PT Johnson & Johnson Indonesia.

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang penularannya sangat cepat, mudah dan dapat mengancam siapapun tanpa memandang latar belakang orang tersebut. Bakteri TB ditularkan melalui udara saat orang dengan TB batuk, berbicara atau menyanyi, mereka memercikkan kuman TB ke udara, sehinga seorang lainnya dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB.

"Beberapa tanda dan gejala dari TB pada paru - paru adalah batuk berkepanjangan hingga dua minggu atau lebih, sakit di dada, batuk darah atau berdahak (dahak berasal dari paru – paru), mudah lelah, penurunan berat badan, tidak nafsu makan, panas dingin, demam, berkeringat di malam hari," kata dokter Spesialis Paru dan pakar TB dan MDR-TB, Dr. dr. Erlina Burhan. MSc, Sp.P(K).

Pada umumnya, TB dapat disembuhkan dengan menjalankan pengobatan yang membutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi dan sesuai anjuran dokter. Namun, pengobatan TB berlangsung lama dan membutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi, sehingga sebagian pasien TB terkadang berhenti menggunakan obat setelah beberapa bulan menjalani karena sudah merasa lebih baik.

Ketidakpatuhan pasien TB dalam pengobatannya dapat memperburuk kondisi pasien tersebut hingga menjadi pasien Multi-Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB). (Baca juga: Trik Mengatur Diet Selama Puasa ).

“MDR-TB adalah suatu kondisi dimana pasien resisten terhadap minimal 2 (dua) obat anti TB paling ampuh, yaitu isoniazid dan Rifampisin atau obat anti TB lini pertama lainnya seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinami. Sehingga pasien MDR-TB akan membutuhkan pengobatan dengan dosis yang lebih tinggi,” ungkap Dr. dr. Erlina Burhan.

Untuk menekan angka dan mengakhiri epidemi TB di Indonesia, sektor industri memegang peranan penting dalam pencegahan dan manajemen kasus TB mengingat kasus TB terbesar di Indonesia ditemukan di kelompok usia produktif. Diharapkan pihak swasta dapat terus mendukung pemerintah untuk bisa juga berperan dengan memberikan laporan penemuan kasus dan pengobatan yang diberikan.

Selain itu, keahlian dan pelatihan tenaga medis perusahaan dalam mendeteksi dan menemukan kasus TB masih perlu ditingkatkan, supaya penanganan dan pengobatan TB dapat dilakukan sejak dini dan sesuai standar yang direkomendasikan. Melihat akan kebutuhan tersebut, maka PT Johnson & Johnson Indonesia telah melakukan pengembangan kapasitas untuk dokter dan petugas kesehatan, seperti lokakarya MDR-TB, training for trainer MDR-TB, symposium MDR-TB tingkat lokal dan regional.

”Untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencapai Indonesia bebas TB, dalam beberapa tahun terakhir PT Johnson & Johnson Indonesia membuktikan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia dengan melakukan berbagai insiatif untuk mengedukasi baik public, kalangan industri maupun tenaga kesehatan mengenai penyakit TB," tutur Devy Yheanne selaku Country Leader of Communications & Public Affairs, PT Johnson & Johnson Indonesia.

“Melalui sejumlah inisiatif yang telah kami lakukan di masa lalu dan sekarang, kami berharap masyarakat Indonesia menjadi lebih paham mengenai gejala, pencegahan, pengobatan dan perawatan pasien TB. Kami juga berharap agar edukasi mengenai penyakit TB dapat terus berlanjut dan dilakukan secara merata di Indonesia. Sehingga, dengan meningkatnya pemahaman akan TB, maka diharapkan angka kasus TB di Indonesia dapat turun secara cepat,” tutup Devy.
(tdy)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4737 seconds (0.1#10.140)