Nazanin Boniadi Belajar dari Konflik di Tanah Air

Sabtu, 29 Juni 2019 - 12:05 WIB
Nazanin Boniadi Belajar dari Konflik di Tanah Air
Nazanin Boniadi Belajar dari Konflik di Tanah Air
A A A
MENJADI Nazanin Boniadi, tidaklah mudah. Di tanah airnya, dia dikelilingi sistem pemerintahan yang sangat keras pada zaman dahulu. Hal itu pula yang membuat kedua orang tua Nazanin “melarikan” dirinya ketika masih berusia 20 hari.

Lalu, saat berusia 13 tahun, Nazanin memutuskan pulang ke kampung halamannya bersama sangibu untuk menjenguk saudara-saudara mereka di sana. Saat itulah Nazanin merasakan betapa banyak pelajaran yang bisa diambil dari tanah airnya.

Dia melihat hak-hak perempuan yang sangat dibatasi setiap hari. Pengalaman tersebut menginspirasi sang aktris untuk mengambil pendidikan tentang isu-isu perempuan dan hak asasi manusia, sekaligus ingin berusaha memperbaikinya. Salah satu caranya dengan bergabung dengan Pusat Hak Asasi Manusia di Iran (CHRI) sebagai anggota dewan pada 2015.

Lalu, apa yang mendorong Nazanin terlibat ke berbagai kegiatan aktivis yang sarat ancaman dan teror? Nazanin ingat betul saat berusia 5 tahun pernah menangis kala melihat gambar-gambar Perang Iran-Irak di TV. Waktu itu ia sudah pindah ke London bersama keluarganya.

“Saya tidak bisa menjelaskan mengapa saya merasakan koneksi seperti itu pada tanah air saya. Tiba-tiba saja itu terjadi,” kisah Nazanin soal tangisannya itu.

Sementara, pengalaman yang lebih kuat terjadi saat Nazanin pulang ke Iran selama dua bulan. Kala itu ia dipaksa untuk menggunakan penutup kepala. Lalu sang paman yang berjalan di sampingnya dianggap sebagai suaminya. Padahal, sang paman berusia sangat jauh dari dirinya.

Dari situlah Nazanin bisa memahami apa yang dialami gadis dan wanita di Iran. Itu menjadi pengalaman yang mengerikan, mengintimidasi, dan mengancam.

“Intimidasi itu memotivasi serta mengilhami saya untuk melakukan sesuatu bagi orang-orang Iran begitu saya mampu dan memiliki kesempatan. Ketika pulang lagi ke London, saya berpikir itulah yang ingin saya lakukan. Menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara. Begitu saya mendapat platformsebagai aktris, tak disangsikan lagi bahwa saya akan menggunakan predikat tersebut untuk menjadi suara buat mereka yang tidak bisa bersuara di Iran,” bebernya.

Kendati demikian, Nazanin mengaku mendapat tantangan saat banyak orang menyarankan agar ia menahan diri untuk menjalankan pilihannya sebagai aktivis. Mengapa? Karena hal itu dianggap bisa menghentikan tawaran akting kepada dirinya.

“Tentu saja akan jauh lebih nyaman menghindari kritik, skeptisisme, dan reaksi yang datang terkait Iran, terutama di tengah-tengah iklim politik saat ini yang penuh diaspora yang terpolarisasi. Tapi, bagi kami kaum ekspatriat yang orang-orang terkasihnya menderita karena penganiayaan dan pernah ke Iran, diam bukan pilihan. Inilah alasan saya memilih untuk mendidik diri sendiri sekaligus menggunakan platformsaya demi kebebasan dan keadilan mereka sejauh saya mampu,” ungkap Nazanin.

Selain itu, Nazanin merasa, pekerjaan advokasi ini menjadi “panggilan jiwanya”. “Saya selalu mengatakan bahwa sebagai seorang aktor, saya bisa menggambarkan kondisi manusia. Tapi, sebagai seorang aktivis, saya bisa mengubah kondisi manusia. Bagi saya, ini hanyalah dua sisi mata uang yang sama dengan tujuan yang serupa, yaitu untuk meningkatkan kesadaran, menawarkan harapan, dan mudah-mudahan bisa membawa perubahan,” tuturnya.

Lantas, bagaimana Nazanin menyeimbangkan waktu antara akting dan kegiatan advokasinya? Nazanin mengaku, selalu memiliki waktu ketika sedang rehat dari dunia akting. Jadi, ketika sedang tidak ada syuting, dia memprioritaskan kegiatan advokasinya.

“Dan dalam banyak hal, saya pikir empati telah benar-benar memperkaya saya sebagai seorang aktor. Untuk dapat memahami jiwa manusia dan menempatkan diri pada posisi orang lain, itu adalah sesuatu yang Anda butuhkan sebagai aktor. Jadi, hal tersebut memang membantu mengembangkan skill saya. Pekerjaan advokasi memberikan energi, mendorong, dan menginspirasi saya. Saya benar-benar tak bisa membayangkan hidup saya tanpa hal itu. Kedengarannya klise. Saya tidur lebih nyenyak pada malam hari setelah tahu bahwa saya telah memengaruhi kehidupan seseorang dengan cara yang positif atau saya telah membantu membawa perubahan positif,” urainya. Nazanin juga mengatakan, melalui dunia akting, ia bisa menyuarakan kepentingannya.

Dia disebut-sebut sebagai aktris yang berada di puncak daftar aktor untuk peran “berbau” Timur Tengah yang paling diminati produser dan studio film. “Saya selalu mengatakan, sebagai aktor, Anda bisa menggambarkan kondisi manusia, tapi sebagai seorang aktivis, Anda mampu mengubah kondisi manusia,” ujarnya.

Dikutip dari Los Angeles Times, dalam film Homeland, Nazanin berperan sebagai analis CIA yang mengenakan jilbab yang menantang islamafobia laten di lembaga intelijen itu. Ini menjadi pengalaman pertama Nazanin dalam menyuarakan masalah tersebut. (Susi Susanti)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5951 seconds (0.1#10.140)