Menguji Kekuatan Superhero Lokal di Industri Film

Minggu, 08 September 2019 - 08:03 WIB
Menguji Kekuatan Superhero Lokal di Industri Film
Menguji Kekuatan Superhero Lokal di Industri Film
A A A
JAKARTA - Tahun ini boleh dibilang menjadi momentum kebangkitan superhero lokal di kancah sinema Tanah Air. Sederet film yang mengangkat kisah jagoan asli dari karakter komik lawas siap membawa nostalgia ke masa lalu.

Momen kebangkitan superhero lokal tersebut ditandai dengan hadirnya film ‘Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot’ dari rumah produksi Bumilangit Studio, Screenplay Films dan Legacy Pictures yang tayang sejak 29 Agustus lalu. Hadirnya film ini bisa jadi merupakan awal untuk kembali membangkitkan kecintaan kepada sosok jagoan lokal bagi generasi muda, di tengah gempuran superhero asing dari Hollywood.

Upaya menghidupkan karakter jagoan yang diambil dari tokoh komik dan novel lawas ini sebelumnya juga diperlihatkan melalui film ‘Wiro Sableng’ pada tahun lalu. Kala itu sambutannya penonton cukup baik, terbukti dengan berhasilnya film tersebut menembus satu juta penonton lebih selama sembilan hari penayangannya. Sukses tersebut diikuti ‘Gundala’ yang juga berhasil mendatangkan 1 juta penonton lebih dalam sepekan hari penayangan.

Hasil ini tentu menjadi sinyal positif bagi perkembangan sinema dalam negeri. Maklum, beberapa tahun terakhir, eksistensi superhero asli Indonesia seakan terpinggirkan dengan banyaknya serbuan film adaptasi komik berteknologi tinggi produksi Marvel Comics melalui para Avengers-nya maupun DC Comics lewat Superman atau Batman. Kehadiran karakter-karakter fiksi itu dari Negeri Paman Sam itu mampu menyihir banyak orang, baik tua maupun muda hingga anak-anak.

Larisnya film-film superhero luar negeri ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para sineas lokal. Mampukah Wiro Sableng dan Gundala menjadi pemacu kemunculan film jagoan lokal bersaing di industri film?

Pemerhati film Shandy Gasela mengatakan, peluang superhero lokal diterima penonton itu tetap ada. Buktinya, kata dia, dalam dua hari penayangannya, ‘Gundala’ meraih lebih dari 300.000 penonton dan dalam seminggu sudah mencapai angka 1 juta penonton.

Dia memperkirakan jumlah penonton film yang disutradarai oleh Joko Anwar itu akan terus bertambah karena sampai pekan ini masih diputar di sejumlah bioskop. Dia bahkan berani memperkirakan jumlah penonton film ‘Gundala’ bisa mencapai angka 3-4 juta.

“Semestinya angka 3-4 juta penonton bukan hal yg mustahil untuk dicapai. Kita tentu bangga bila punya film jagoan sendiri,” kata dia.

Dia menabahkan, ‘Gundala’ bukan film jagoan pertama yang ada diproduksi di Tanah Air. Akan tetapi menurutnya, film ini adalah yang pertama dibuat dengan serius baik dari production value maupun dari segi kreatif. “Dalam bahasa sederhana, Gundala tuh enggak malu-maluin hasil film,” ungkapnya.

Shandy menuturkan, untuk bisa sukses dan diterima khalayak, film superhero lokal sebaiknya tidak mesti mengekor Amerika yang selama ini menjadi kiblat perfileman dunia. Apalagi, jika melihat secara industri di Amerika jauh lebih mapam ketimbang di Indonesia atau negara mana pun di dunia.

“Lihat saja bila mereka membuat satu film superhero, bujetnya triliunan rupiah, kita masih milyaran, itu pun di bawah Rp30 miliar,” katanya.

Joko Anwar, sutradara ‘Gundala’ mengatakan bahwa ‘Gundala’ adalah film superhero Indonesia yang dibuat dengan kearifan lokal. Meskipun ada adegan perkelahian, ujar dia, tapi dia tidak menyajikan unsur sadistis sehingga film ini bisa ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia mulai dari usia 13 tahun.

Perihal produksi filmnya, Joko mengklaim bahwa pihaknya memang menggunakan banyak talent serta CGI (Computer Generated Image). Namun, hal itu tidak membuat biaya produksinya membengkak. “Kalau ada yang bilang Rp70 miliar, kita malahan setengahnya enggak ada,” kata dia.

Dia menambahkan, film ‘Gundala’ mewakili kerinduan rakyat Indonesia untuk sosok yang bukan saja dekat dengan masyarakat tetapi juga seorang patriot. Dalam arti, seorang tokoh yang mementingkan orang banyak ketimbang diri sendiridi mana sifat seperti itu dirasa jarang di Indonesia.

“Makanya saya coba angkat isu sosial yang hangat terjadi saat ini kayak pertentangan pekerja pabrik dan pengusaha," tuturnya.

Sementara itu, produser film ‘Gundala’, Wicky V Olindo mengaku senang sekaligus gugup menanti respons penonton yang menyaksikan film yang merupakan pembuka dari seri superhero lainnya yang juga akan diproduksi.

"Jujur saya nervous. Enggak pernah kayak gini saat saya merilis film-film sebelumnya, gugup saya meski setelah nonton film ini ramah untuk usia 13 tahun keatas," kata Wicky.

Produser dari rumah produksi Screenplay Pictures itu mengatakan, Gundala adalah film pertama yang akan membuka semesta Jagat Sinema Bumilangit (JSB).

"Ini seperti mimpi. Saya adalah generasi yang membaca komik Gundala. Saya nge-fans sama Bumilangit ini dan bisa kerja sama kayak mimpi yang menjadi kenyataan," kata dia.

Tak hanya berhenti dalam film Gundala, Screenplay Picture juga mengumumkan akan membuat film ‘Sri Asih’, karakter komik di era tahun 1950-an. Nantinya, karakter jagoan perempuan itu akan diperankan oleh aktris muda Pevita Pearce.

"Kita ingin ada pergantian karakter superhero dari Gundala ke Sri Asih. Ia akan mewakili kekuatan seorang perempuan, girl power," ucap Wicky.

Dia menambahkan, Gundala diklaim sebagai prestasi tersendiri di industri fim Indonesia. Pasalnya, film itu akan diputar di program Midnight Madness dan menjadi satu-satunya film Asia Tenggara yang diputar dalam program tersebut.

Selain itu, Gundala juga akan diputar di Toronto International Film Festival (TIFF) 2019 yang dihelat 5-15 September 2019. Festival film ini merupakan salah satu dari lima festival film paling bergengsi dan terbesar di dunia, di samping Cannes Film Festival, Venice Film Festival, Berlin Film Festival, serta Sundance Film Festival. Setiap tahunnya, TIFF dikunjungi sekitar 500.000 penonton.

Sebagai informasi, film ‘Gundala’ menceritakan tentang Sancaka alias Gundala (Abimana Aryasatya) yang menjalani hidup tanpa orangtuanya. Saat tumbuh besar, Sancaka melihat keadaan kota semakin buruk dan ketidakadilan berkecamuk di seluruh negeri. Sancaka harus memutuskan apakah harus tetap hidup menjaga dirinya sendiri atau bangkit menjadi pahlawan mereka yang tertindas.

Gundala menjadi gerbang pembuka dalam Jagat Sinema BumiLangit Studios. Selain Sri Asih, akan ada film superhero lokal yang bakal diproduksi antara lain Godam, Aquanus, dan tokoh komik lainnya yang berjaya di era tahun 1960-1980an.

Gundala sendiri merupakan film yang diadaptasi dari novel karya Harya Suraminata (Hasmi) yang dirilis 1969. Penggarapan film ini cukup lama yakni dua tahun. Ini karena proses pasca produksi saja memakan waktu sekitar hampir setahun. (Thomasmanggalla)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6728 seconds (0.1#10.140)