Wajah Kota-Kota Tua di Indonesia Kian Eksotik dan Menawan

Jum'at, 13 September 2019 - 06:12 WIB
Wajah Kota-Kota Tua di Indonesia Kian Eksotik dan Menawan
Wajah Kota-Kota Tua di Indonesia Kian Eksotik dan Menawan
A A A
JAKARTA - Rapi, bersih, dan eksotik. Kesan itulah yang tergambar dari kawasan kota-kota tua di Indonesia saat ini. Inovasi beberapa pemerintah daerah dalam merevitalisasi, menggelar acara, dan gencarnya promosi menjadikan kawasan yang dulunya kumuh, berubah seolah menjadi wajah baru kota nan rupawan. Kota tua pun tak lagi angker, kotor, dan menjijikkan.

Kini, ribuan orang tiap hari berdatangan. Dari sekadar jalan-jalan melihat bangunan lawas zaman kolonial, nongkrong, makan, hingga untuk menghabiskan malam. Kota tua pun perlahan menjelma menjadi ikon baru sebuah kota. Di Kota Semarang misalnya, wisatawan luar daerah rasanya tak lengkap jika belum menjejaki kawasan Kota Lama.

Dari Taman Srigunting yang teduh, misalnya, wisatawan kini bisa semakin nyaman melihat kemegahan bangunan Gereja Blenduk yang menjadi salah satu ikon ibu kota Jawa Tengah ini. Jalanan rapi ditambah pernak-pernik lampu yang warna-warni membuat perjalanan menyusuri sudut-sudut ‘Little Netherland’ ini tak terasa melelahkan. Kemegahan dan keunikan arsitektur Gedung Marba yang letaknya tepat di depan Taman Srigunting, juga kerap menjadi jujugan wisatawan.

Kemudian ada Pasar Sentiling, yang menjual barang-barang jadul, juga menarik untuk dijadikan objek foto dan latar belakang foto. “Jalan-jalan di Kota Lama memang mengasyikkan, apalagi ditemani pemandu lokal yang fasih menjelaskan bagaimana pergerakan dan kemeriahan kawasan tersebut di masa kolonial,” ungkap Dewi Panglima, wisatawan asal Jakarta.

Wajah Kota Lama Semarang kini memang berubah drastis menjadi lebih cantik, atraktif, dan nyaman. Meski saat ini renovasi bangunan dan perbaikan infrastruktur masih berjalan, kenyamanan menjelajahi kawasan Kota Lama sudah bisa dirasakan. Selain pemandu wisata lokal yang ramah, kawasan ini dilengkapi dengan walking tour, cycling tour, hingga Vespa tour.

Sementara jika cuaca cerah, wisatawan bisa menikmati live music keroncong setiap Kamis. Dengan walking tour bertarif Rp50.000, pengunjung juga bisa mendapatkan kisah-kisah menarik tentang jalur dan Raja Gula Semarang Oei Tiong Ham, mengamati gedung Asuransi Jiwasraya yang dulunya adalah kantor asuransi perusahaan Belanda kreasi arsitek Thomas Kartsen.

Di dalam gedung ini juga terdapat lift pertama yang ada di Indonesia. “Kalau saya belum sah rasanya kalau ke Semarang jika belum foto di depan Gereja Blenduk,” timpal wisatawan lainnya asal Boyolali, Agung Nugroho.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun mengakui, gedung-gedung tua bersejarah di Kota Lama yang asyik buat swafoto memang berhasil memikat wisatawan. Penghargaan sebagai kota warisan budaya dari UNESCO bagi Kota Lama menjadi penggerak pemerintah dari kota hingga pusat.

Namun, menurutnya itu belum cukup. "Kawasan ini harus ditiupkan roh, harus ditiupkan rasa bahwa di sini bukan hanya manusia yang ada, bukan hanya bangunan yang asyik buat swafoto, tapi ada nuansa yang tercipta di sini," kata Ganjar.

Di Yogyakarta, pemerintah kota beserta pemerintah daerah DIY berusaha keras menjaga ikon andalannya, Malioboro, ruas jalan yang menjadi bagian dari sejarah Keraton Yogya. Upaya tersebut dilakukan dengan upaya semipedestrian. Setiap 35 hari sekali, jalur jalan yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini dibebaskan dari kendaraan bermotor.

Upaya mempertahankan dan memberikan napas bagi Malioboro sehingga lebih segar dan mengurangi polisi ini terus dilakukan. "Banyak masukan ternyata dampaknya positif di antaranya mengurangi macet di sekitar Malioboro, kita kan terus perbaiki," ungkap Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Jalan Malioboro dibangun sejak berdirinya Keraton Yogyakarta. Jalan di sisi utara Kantor Pos Besar Yogyakarta ini dulunya penuh dengan bunga ketika ada acara di keraton, sehingga nama Malioboro berarti karangan bunga. Selain itu, nama Malioboro juga dikaitkan dengan tokoh Belanda Marlborough tinggal di Yogyakarta pada 1811–1816.

Pengamat pariwisata dari Akademi Pariwisata Yogyakarta Meitulu Hulu berpendapat untuk menjadikan kawasan bersejarah yang termasuk tata kota tua seperti Malioboro, dibutuhkan langkah khusus. Konsep Pemda DIY bersama Pemkot Yogyakarta dengan uji coba semipedestrian merupakan langkah tepat. "Memang awalnya ada pro-kontra. Namun, lama-lama hal ini akan biasa," ungkapnya.

Wisatawan Melonjak


Kota Surabaya juga terus memoles kawasan kota tua antara lain di Tunjungan dan Kembang Jepun. Dengan upaya mengembalikan semangat Heroes City, kehadiran sejarah kota dengan peninggalan bangunan serta jejak-jejak lainnya menjadi etalase pariwisata yang ingin terus dikembangkan.

Salah satu kawasan yang penuh dengan bangunan sejarah dan tetesan “darah perjuangan”, kini rutin dikenalkan pada parah wisatawan luar negeri. Di sepanjang Jalan Tunjungan, Hotel Yamato, Gedung Siola, Kantor BPN, sampai pertokoan kecil penuh sejarah di era sebelum 1945 merupakan kota tua yang seolah menjadi ruang tamu Kota Surabaya.

Untuk menarik wisatawan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bahkan menggelar Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan sebulan sekali. Sebelumnya, perhelatan ini hanya dilakukan setahun sekali ketika hari jadi Kota Surabaya. "Dulu kawasan ini seperti kota mati, namun sekarang jalan ini hidup. Itu cara kami men-trigger kota Surabaya agar banyak yang berkunjung ke sini," kata Risma, Minggu (8/9).

Mantan kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu menargetkan, para pelaku UKM di Surabaya bisa mendapatkan pendapatan tambahan dari acara yang digelar di bangunan bersejarah ini, sehingga perekonomian warga terus berputar dan UKM terus terdorong untuk tumbuh. Pemprov DKI Jakarta pun terus berupaya mengembangkan kawasan kota tua sebagai destinasi wisata sebuah kota.

Revitalisasi dan promosi terus dilakukan untuk menarik wisatawan. 2013 lalu, Jakarta bahkan mendirikan PT Pembangunan Kota Tua demi membuat kota tuanya menjadi cantik dan menarik. "Kami sangat serius menangani kota tua," kata Kepala Bidang Sumber Daya Kebudayaan Seksi Cagar Budaya DKI Jakarta Karnedi.

Pengembangan destinasi kota tua itu terbagi tiga bagian, yakni revitalisasi, promosi, dan acara. Kini berbagai acara di Fatahillah dan museum rutin dilakukan. Minggu (8/9) sore lalu, misalnya, digelar pergelaran Fatahillah. Oktober mendatang juga diadakan festival museum internasional.

Kepala UPK Kota Tua Norviadi Setio Husodo mengungkapkan, dari puluhan gedung di sekitar kawasan kota tua, baru lima yang dimiliki DKI Jakarta. Karena itu, Pemprov DKI melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tengah berupaya membeli gedung, salah satunya gedung milik PT Wassesa Line di Jalan Cengkeh. “Anggaran Rp49 miliar tengah kami siapkan,” ucapnya.

Beberapa tahun lalu, pihaknya melakukan renovasi terhadap 17 gedung. Renovasi melibatkan sejumlah ahli sejarawan, arsitek, hingga budayawan. Pembangunan gedung dan renovasi berlanjut di kawasan itu.

Norvi mengakui renovasi gedung tua membuat daya tarik wisata bertambah. Bahkan setiap harinya, sedikitnya 1.000 wisatawan lokal dan internasional berkunjung ke Kota Tua. Jumlah meningkat drastis ketika weekend dan libur panjang. Kota Tua kian dipenuhi pengunjung. Namun, Wali Kota Jakarta Barat Rustam Efendi bahkan mengakui belum puas dengan kondisi kawasan Kota Tua di Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat.

Penataan di kawasan itu masih berlanjut. Selain masih melakukan pembangunan, pihaknya juga tengah menata pedagang kaki lima (PKL). Sebagai kawasan wisata, PKL kerap menjadi masalah. Sejatinya masih banyak daerah lain yang memiliki potensi wisata dan ekonomi dari pengembangan kota tua. Sayang, sebagian di antaranya belum tergarap maksimal seperti di Kota Padang, Palembang, dan Makassar.

Seperti di Kota Bandung, justru sudah tidak ada lagi kawasan yang benar-benar pantas disebut sebagai kota lama atau kota tua sebab sebagian besar bangunannya sudah berganti baru. Di Jalan Asia Afrika memang masih ada beberapa bangunan lama heritage, seperti Gedung Concordia atau Gedung Merdeka, Majestic, Hotel Savoy Homann Bidakara, Kantor Pos Bandung, Gedung Bank Mandiri, dan Jiwas Raya.

Namun, kawasan ini sudah bercampur dengan bangunan-bangunan baru, seperti Gedung Menara BRI Bandung. "Alun-alun dan masjidnya saja sudah arsitektur modern. Makanya, kawan-kawan heritage di Bandung miris ketika ditanya kota tuanya Bandung yang mana. Jadi memang tidak mudah mengembalikan atau merestorasi ke bentuk cagar budayanya," tutur pengamat dan ahli tata kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Denny Zulkaidi.

Menurut dia, yang harus diperhatikan untuk mengembalikan kota lama sebagai cagar budaya dan potensi wisata adalah mengembalikan living heritage. Artinya, kawasan itu benar-benar hidup, bukan kawasan kosong tanpa aktivitas lampau. “Jadi bukan seperti kumpulan benda mati di museum, tetapi memang kegiatannya berkembang sehingga perubahan-perubahan baik kegiatan maupun fungsi terjadi,” ungkap Wakil Dekan Bidang Akademik SAPPK ITB ini.

Mampukah kawasan kota tua menjadi daya tarik pariwisata? Menurut Denny, kawasan kota tua ini harus dikelola serius oleh pemerintah kota atau bisa ditangani oleh badan khusus, baik swasta maupun pemerintah. Namun, fungsi badan itu mengembangkan secara serius kota tua itu sebagai bisnis.

Di Amsterdam, Belanda, tutur Denny, para bankir yang tertarik dengan bangunan-bangunan heritage bergabung membuat sebuah konsorsium. Mereka membeli bangunan-bangunan cagar budaya dan dijaga. Mereka lalu menyewakan bangunan itu. "Jadi menyewakan untuk konser, kafe, atau tempat tinggal. Jadi dengan kualitas yang diperbaiki, bangunan cagar budaya terjaga dan aktivitas ekonomi berjalan," jelas tim ahli cagar budaya Kota Bandung ini.

Perwakilan dari Komunitas Aleut (Pencinta Wisata-Sejarah) Bandung Anggi Aldila menilai, Bandung memiliki ratusan bangunan heritage yang terkumpul di pusat kota. Dimulai di awal mula Bandung terbentuk, yaitu kawasan Alun-Alun Bandung, Jalan Asia Afrika, hingga Bandung ke arah utara. "Mungkin bagusnya dibuat kawasan kota tua. Kalau dibikin kawasan, bisa dilakukan pengembangan dari sisi lainnya," katanya.

Tim ahli cagar budaya Kota Bandung Harastoeti Dibyo berharap, dalam waktu dekat sudah ada keputusan terkait konsep dan rencana pengembangan kota tua di Bandung. Hingga saat ini, konsep kota tua masih sebatas brain storming dan pembahasan.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4593 seconds (0.1#10.140)