Apakah Minuman Energi Tinggi Gula hingga Berbahaya buat Kesehatan? Ini Faktanya

Jum'at, 30 Agustus 2024 - 05:31 WIB
loading...
Apakah Minuman Energi...
Minuman energi telah lama menjadi pilihan kaum muda urban yang menjalani gaya hidup aktif. Foto Ilustrasi/Istimewa
A A A
JAKARTA - Minuman energi telah lama menjadi pilihan kaum muda urban yang menjalani gaya hidup aktif. Meskipun efek positifnya terasa, tak jarang muncul berbagai kesalahpahaman mengenai dampak minuman energi terhadap kesehatan, hingga memicu hoax dan kontroversi di tengah masyarakat.

Hal itu terjadi lantaran adanya masalah kesehatan yang saat ini harus diwaspadai yakni diabetes, hipertensi, dan sebagainya.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023, prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 11,7%. Sementara hipertensi, prevalensinya 30,8%.

Faktanya, diabetes dan hipertensi merupakan penyakit yang sangat mempengaruhi kesehatan ginjal, yang dapat dipicu oleh salah satunya konsumsi gula yang tinggi.

Minuman energi kerap disebut sebagai minuman tinggi gula. Padahal, di pasaran sebetulnya tersedia pilihan minuman energi bebas gula dan memanfaatkan aspartam sebagai pemanis.

Sejumlah penelitian ilmiah terbaru di dunia telah mengonfirmasi bahwa aspartam aman dikonsumsi dalam batas normal. Begitu luasnya rumor mengenai ini di Indonesia, hingga dua institusi pun telah melakukan klarifikasi.

BPOM telah memberikan penjelasan publik mengenai penggunaan aspartam pada pangan olahan masih dikategorikan aman.

Kementerian Komunikasi dan Informatika juga telah secara resmi membantah hoax tersebut, seperti yang dijelaskan dalam laporan resmi mereka.

Hal ini diafirmasi pula oleh Dokter Dion Haryadi, PN1, CHC, AIFO-K, seorang Certified Nutritionist dan Health Coach.

"Aspartam dan pemanis buatan lainnya yang digunakan dalam minuman energi tanpa gula telah diuji ketat oleh Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan (BPOM), dan dinyatakan aman tanpa risiko kesehatan seperti obesitas atau diabetes. Rumor yang menyebutkan bahwa aspartam dapat memicu kanker juga tidak tepat, karena studi yang meneliti mengenai hal ini menggunakan dosis yang ratusan kali lebih banyak dari konsumsi wajar, dan dilakukan pada hewan," jelas dr. Dion Haryadi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1675 seconds (0.1#10.140)