The Bell, Hadirkan Kisah Seram Berlatar Keindahan Alam Belitung Timur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bagi kalian penikmat film horor lokal, siap-siap buat merinding karena legenda urban dari Belitung ini bakal diangkat ke layar lebar lewat film The Bell: Panggilan untuk Mati. Film ini mengangkat kisah Penebok Ati, sosok hantu yang dikenal suka mencabut kepala korbannya buat dijadikan tumbal. Bikin bulu kuduk berdiri kan?
Buat kalian yang belum tahu, hantu Penebok ini adalah legenda mistis yang sudah hidup lama di masyarakat Belitung. Konon, dia dulunya adalah seorang noni Belanda yang dibunuh secara tragis karena mempertahankan tanahnya.
Sejak itu, arwahnya gentayangan dan jadi hantu yang suka mencabut kepala orang. Penebok emang gak sepopuler hantu kayak kuntilanak, pocong, atau suster ngesot, tapi buat warga Belitung, cerita ini sudah turun-temurun dituturkan. Bahkan, mitos soal Penebok ini makin kuat karena adanya penemuan mayat tanpa kepala di beberapa pantai di Belitung.
Kejadian-kejadian ini sempat tercatat di beberapa media, mulai dari tahun 2008 sampai 2021. Seram banget kan? Kisah-kisah itulah yang jadi dasar cerita film The Bell: Panggilan untuk Mati. Judul The Bell ternyata bukan cuma sekadar lonceng biasa.
Dalam cerita ini, lonceng mistis punya peran penting. Menurut mitos, para dukun di Belitung punya lonceng keramat yang digunakan buat mengurung hantu-hantu, termasuk si Penebok. Film ini juga menjadikan lonceng sebagai simbol dari cerita horor yang hidup di Belitung.
Eksekutif Produser film ini, Budi Yulianto, berharap kisah hantu Penebok bisa memperkaya khasanah cerita horor di Indonesia. Soalnya, dari sekian banyak legenda urban yang sudah populer, cerita tentang Penebok belum banyak dikenal luas.
“Kami ingin cerita dan mitos hantu Penebok juga menjadi bagian liga horor Indonesia," ungkap Budi.
Film The Bell: Panggilan untuk Mati ini sepenuhnya diproduksi di Belitung Timur. Budi Yulianto bilang, Belitung Timur ini seperti studio alam yang lengkap banget buat produksi film. Pantainya yang bersih, kontur tanah berbukit, bangunan kolonial kuno, dan minimnya gangguan suara bikin lokasi ini ideal banget buat syuting.
Pasalnya Sebelum film ini, Belitung Timur juga sudah sukses jadi lokasi produksi dua film box-office, Laskar Pelangi dan A Man Called Ahok.
Film ini dibintangi oleh deretan aktor dan aktris ternama seperti Ratu Sofia, Bhisma Mulia, Givina Dewi, Syalom Razade, Mathias Muchus, dan Septian Dwi Cahyo. Disutradarai oleh Jay Sukmo, film ini juga didukung oleh Multi Buana Kreasi dan Sinemata Productions.
Buat kalian yang belum tahu, hantu Penebok ini adalah legenda mistis yang sudah hidup lama di masyarakat Belitung. Konon, dia dulunya adalah seorang noni Belanda yang dibunuh secara tragis karena mempertahankan tanahnya.
Sejak itu, arwahnya gentayangan dan jadi hantu yang suka mencabut kepala orang. Penebok emang gak sepopuler hantu kayak kuntilanak, pocong, atau suster ngesot, tapi buat warga Belitung, cerita ini sudah turun-temurun dituturkan. Bahkan, mitos soal Penebok ini makin kuat karena adanya penemuan mayat tanpa kepala di beberapa pantai di Belitung.
Kejadian-kejadian ini sempat tercatat di beberapa media, mulai dari tahun 2008 sampai 2021. Seram banget kan? Kisah-kisah itulah yang jadi dasar cerita film The Bell: Panggilan untuk Mati. Judul The Bell ternyata bukan cuma sekadar lonceng biasa.
Dalam cerita ini, lonceng mistis punya peran penting. Menurut mitos, para dukun di Belitung punya lonceng keramat yang digunakan buat mengurung hantu-hantu, termasuk si Penebok. Film ini juga menjadikan lonceng sebagai simbol dari cerita horor yang hidup di Belitung.
Eksekutif Produser film ini, Budi Yulianto, berharap kisah hantu Penebok bisa memperkaya khasanah cerita horor di Indonesia. Soalnya, dari sekian banyak legenda urban yang sudah populer, cerita tentang Penebok belum banyak dikenal luas.
“Kami ingin cerita dan mitos hantu Penebok juga menjadi bagian liga horor Indonesia," ungkap Budi.
Film The Bell: Panggilan untuk Mati ini sepenuhnya diproduksi di Belitung Timur. Budi Yulianto bilang, Belitung Timur ini seperti studio alam yang lengkap banget buat produksi film. Pantainya yang bersih, kontur tanah berbukit, bangunan kolonial kuno, dan minimnya gangguan suara bikin lokasi ini ideal banget buat syuting.
Pasalnya Sebelum film ini, Belitung Timur juga sudah sukses jadi lokasi produksi dua film box-office, Laskar Pelangi dan A Man Called Ahok.
Film ini dibintangi oleh deretan aktor dan aktris ternama seperti Ratu Sofia, Bhisma Mulia, Givina Dewi, Syalom Razade, Mathias Muchus, dan Septian Dwi Cahyo. Disutradarai oleh Jay Sukmo, film ini juga didukung oleh Multi Buana Kreasi dan Sinemata Productions.
(unt)