Sisi Positif dan Negatif Boneka Monster Labubu, Awas Terjebak Siklus Konsumerisme
loading...
A
A
A
JAKARTA – Labubu merupakan boneka ciptaan seniman Kasing Lung. Awalnya hadir sebagai karya seni patung edisi terbatas pada 2015.
Namun, potensi komersial boneka ini dilihat PopMart yang mulai memproduksinya secara massal sebagai mainan koleksi sejak 2019.
Popularitas Labubu semakin meroket setelah Lisa BLACKPINK memamerkannya di media sosial. Sejak saat itu, karakter dengan tampilan unik ini menjadi salah satu ikon Pop Mart dan diminati kolektor di seluruh dunia.
Namun, di balik popularitasnya, terdapat sisi lain yang perlu diperhatikan. Apakah boneka tersebut hanyalah sebagai koleksi saja atau ada sisi negatif yang terselubung didalamnya?
Seperti diketahui, boneka Labubu viral karena adanya tren di TikTok dan dijadikan sebagai gantungan kunci tas milik Lisa BLACKPINK. Melihat hal tersebut, para fans Lisa yang tidak ingin ketinggalan tren, langsung berburu untuk membeli boneka tersebut.
Boneka Labubu tidak hanya sekadar mainan, juga menjadi sebuah fenomena budaya yang menarik. Bagi para kolektor, Labubu adalah sebuah karya seni yang memiliki sisi positif yakni dapat dinikmati keindahannya. Mengoleksi boneka Labubu tidak hanya sekadar mengumpulkan benda mati. Di balik penampilannya yang menggemaskan, proses mengoleksi dan merawat Labubu dapat menjadi bentuk terapi yang efektif untuk mengurangi stres dan meningkatkan mood.
Komunitas yang terbentuk dari para penggemar juga semakin memperkaya pengalaman mengoleksi. Selain itu, fenomena Labubu juga telah melahirkan komunitas yang solid. Para penggemar dapat saling berbagi pengalaman, informasi dan bahkan berkolaborasi dalam menciptakan karya seni yang terinspirasi dari karakter ini.
Di sisi lain, viralnya boneka Labubu ini menjadi faktor konsumerisme yang sangat tinggi. Popularitas boneka Labubu di platform media sosial telah memicu tren konsumsi yang tidak terkendali. Fitur blind box yang membuat setiap pembelian menjadi kejutan, semakin mendorong orang untuk membeli lebih banyak.
Dorongan untuk memiliki semua seri Labubu dan memamerkannya di media sosial menciptakan semacam kompetisi sosial. Akibatnya, banyak yang terjebak dalam siklus konsumerisme yang tidak sehat, mengabaikan kebutuhan yang lebih penting dan seringkali merasa tidak puas.
Namun, potensi komersial boneka ini dilihat PopMart yang mulai memproduksinya secara massal sebagai mainan koleksi sejak 2019.
Popularitas Labubu semakin meroket setelah Lisa BLACKPINK memamerkannya di media sosial. Sejak saat itu, karakter dengan tampilan unik ini menjadi salah satu ikon Pop Mart dan diminati kolektor di seluruh dunia.
Namun, di balik popularitasnya, terdapat sisi lain yang perlu diperhatikan. Apakah boneka tersebut hanyalah sebagai koleksi saja atau ada sisi negatif yang terselubung didalamnya?
Seperti diketahui, boneka Labubu viral karena adanya tren di TikTok dan dijadikan sebagai gantungan kunci tas milik Lisa BLACKPINK. Melihat hal tersebut, para fans Lisa yang tidak ingin ketinggalan tren, langsung berburu untuk membeli boneka tersebut.
Boneka Labubu tidak hanya sekadar mainan, juga menjadi sebuah fenomena budaya yang menarik. Bagi para kolektor, Labubu adalah sebuah karya seni yang memiliki sisi positif yakni dapat dinikmati keindahannya. Mengoleksi boneka Labubu tidak hanya sekadar mengumpulkan benda mati. Di balik penampilannya yang menggemaskan, proses mengoleksi dan merawat Labubu dapat menjadi bentuk terapi yang efektif untuk mengurangi stres dan meningkatkan mood.
Komunitas yang terbentuk dari para penggemar juga semakin memperkaya pengalaman mengoleksi. Selain itu, fenomena Labubu juga telah melahirkan komunitas yang solid. Para penggemar dapat saling berbagi pengalaman, informasi dan bahkan berkolaborasi dalam menciptakan karya seni yang terinspirasi dari karakter ini.
Di sisi lain, viralnya boneka Labubu ini menjadi faktor konsumerisme yang sangat tinggi. Popularitas boneka Labubu di platform media sosial telah memicu tren konsumsi yang tidak terkendali. Fitur blind box yang membuat setiap pembelian menjadi kejutan, semakin mendorong orang untuk membeli lebih banyak.
Dorongan untuk memiliki semua seri Labubu dan memamerkannya di media sosial menciptakan semacam kompetisi sosial. Akibatnya, banyak yang terjebak dalam siklus konsumerisme yang tidak sehat, mengabaikan kebutuhan yang lebih penting dan seringkali merasa tidak puas.