Balita di Surabaya Dicekoki Obat Keras selama Setahun oleh Babysitter, Begini Kondisinya
loading...
A
A
A
JAKARTA – Viral seorang balita di Surabaya, Jawa Timur dicekoki obat keras oleh babysitter. Obat keras itu diketahui obat penggemuk badan dan sudah diberikan sang pengasuh selama satu tahun.
Cerita pilu itu diungkap akun Instagram, @linggra.ik. Pemilik akun menjelaskan sang pengasuh memberikan obat keras untuk penggemuk badan ini secara diam-diam. Dia mengatakan pengasuh anaknya itu telah memberikan obat keras tersebut selama satu tahun sejak September 2023-Agustus 2024.
Lingga mengaku mulai melihat gejala tak beres pada buah hatinya. Dia menjelaskan bayinya yang berusia 16 bulan mulai drop, susah makan hingga lemas. Setelahnya, bayi tersebut dilarikan ke rumah sakit dan melakukan test hormon.
“Hari ke-9 setelah pemberhentian obat itu, anakku jadi drop. Gak mau makan, gak mau minum, tidur terus, ga kuat untuk ngap-ngap. Langsung ku bawa ke UGD dan yess harus segera diopname,” paparnya.
Kondisi hormon sang anak begitu drop pascapemberian obat keras tersebut. Setelah melakukan rangkaian tes, dia mengungkap hormon sang putra begitu rendah, termasuk hormon kortisol.
Hormon tersebut merupakan hormon untuk mengatur segala aktivitas dan pergerakan. Sayang, hormon balita malang ini begitu rendah sehingga korban merasa lemas dan tak aktif bergerak.
“Dan memang kata dokter, Elkan ga kuat untuk bergerak karena tidak memiliki hormon kortilsol. Sehingga kita harus segera menyuntikkan hormon tersebut,” papar Linggra.
“Bayangin gara-gara pemakaian obat deksa selama 1 tahun itu yang menekan andrenocorticotropic hormon anakku sehingga tidak bisa menghasilkan hormon kortisol tersebut,” ujar dia lagi.
Linggra mengungkap sang anak kini masih harus mendapatkan perawatan intensif. Ia sepakat untuk memeriksakan sang buah hati ke Singapura untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
Setelah kejadian ini, Linggra mengatakan sang anak mengalami sejumlah masalah kesehatan termasuk gangguan pada lambungnya. Dia pun berusaha perlahan-lahan memberikan perawatan insentif untuk samg buah hati.
Meski begitu, dia mengatakan kondisi anak kini mulai membaik. Namun, pemulihannya akan memakan waktu dan dibutuhkan kesabaran. Ia menjelaskan sang anak juga masih perlu melakukan terapi dan minum obat selama 3 bulan hingga satu tahun.
“Hormon kortisol masih rendah. Cukup proses yang lumayan butuh waktu untuk bisa membalikkan hormonya secara normal. Untuk menghilangkan efek steroid juga butuh waktu. Kuncinya harus sabar,” ungkap Linggra.
“Untuk sementara tetap harus diterapi minum obat hormonnya terus. Sampai kapan? Bisa 3 bulan bisa 6 bulan bisa 1 tahun, tergantung respon badan anaknya masing-masing,” jelasnya.
Cerita pilu itu diungkap akun Instagram, @linggra.ik. Pemilik akun menjelaskan sang pengasuh memberikan obat keras untuk penggemuk badan ini secara diam-diam. Dia mengatakan pengasuh anaknya itu telah memberikan obat keras tersebut selama satu tahun sejak September 2023-Agustus 2024.
Lingga mengaku mulai melihat gejala tak beres pada buah hatinya. Dia menjelaskan bayinya yang berusia 16 bulan mulai drop, susah makan hingga lemas. Setelahnya, bayi tersebut dilarikan ke rumah sakit dan melakukan test hormon.
“Hari ke-9 setelah pemberhentian obat itu, anakku jadi drop. Gak mau makan, gak mau minum, tidur terus, ga kuat untuk ngap-ngap. Langsung ku bawa ke UGD dan yess harus segera diopname,” paparnya.
Kondisi hormon sang anak begitu drop pascapemberian obat keras tersebut. Setelah melakukan rangkaian tes, dia mengungkap hormon sang putra begitu rendah, termasuk hormon kortisol.
Hormon tersebut merupakan hormon untuk mengatur segala aktivitas dan pergerakan. Sayang, hormon balita malang ini begitu rendah sehingga korban merasa lemas dan tak aktif bergerak.
“Dan memang kata dokter, Elkan ga kuat untuk bergerak karena tidak memiliki hormon kortilsol. Sehingga kita harus segera menyuntikkan hormon tersebut,” papar Linggra.
“Bayangin gara-gara pemakaian obat deksa selama 1 tahun itu yang menekan andrenocorticotropic hormon anakku sehingga tidak bisa menghasilkan hormon kortisol tersebut,” ujar dia lagi.
Linggra mengungkap sang anak kini masih harus mendapatkan perawatan intensif. Ia sepakat untuk memeriksakan sang buah hati ke Singapura untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
Setelah kejadian ini, Linggra mengatakan sang anak mengalami sejumlah masalah kesehatan termasuk gangguan pada lambungnya. Dia pun berusaha perlahan-lahan memberikan perawatan insentif untuk samg buah hati.
Meski begitu, dia mengatakan kondisi anak kini mulai membaik. Namun, pemulihannya akan memakan waktu dan dibutuhkan kesabaran. Ia menjelaskan sang anak juga masih perlu melakukan terapi dan minum obat selama 3 bulan hingga satu tahun.
“Hormon kortisol masih rendah. Cukup proses yang lumayan butuh waktu untuk bisa membalikkan hormonya secara normal. Untuk menghilangkan efek steroid juga butuh waktu. Kuncinya harus sabar,” ungkap Linggra.
“Untuk sementara tetap harus diterapi minum obat hormonnya terus. Sampai kapan? Bisa 3 bulan bisa 6 bulan bisa 1 tahun, tergantung respon badan anaknya masing-masing,” jelasnya.
(tdy)