Film Dokumenter Semesta Ungkap Perjuangan Pahlawan Lingkungan

Kamis, 23 Januari 2020 - 15:30 WIB
Film Dokumenter Semesta Ungkap Perjuangan Pahlawan Lingkungan
Film Dokumenter Semesta Ungkap Perjuangan Pahlawan Lingkungan
A A A
Masalah perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) terus menjadi isu yang mendapat perhatian serius. Berbagai kampanye pun dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran banyak orang terkait seriusnya masalah ini. Salah satu media yang digunakan untuk kampanye ini adalah film dokumenter.

Disutradarai Chairunnissa, sebuah film dokumenter berjudul Semesta (Islands of Faith) menceritakan perjuangan dan pendekatan tokoh adat atau agama dalam perannya menjadi climate warrior dalam merawat alam yang berawal dari lingkungan sekitar mereka. Film ini diproduksi Tanakhir Films dan diproduseri aktor Nicholas Saputra.

Menurut Nicholas, proyek ini terlaksana setelah dia menerim panggilan pitching dari Uni Eropa untuk membuat film dokumenter. Dari pitching itulah kemudian muncul ide membuat film yang menampilkan 7 karakter dari 7 provinsi di Indonesia. Pemeran Rangga di dua seri Ada Apa dengan Cinta? itu mengatakan, bukan perkara mudah membuat film dokumenter. Dia dan rekan-rekannya harus menjalani proses panjang dalam menentukan cerita dan melakukan riset untuk mencari siapa saja para climate warrior yang pas untuk film tersebut. Awalnya, mereka mendapatkan 9—10 orang, tapi pada akhirnya, terpilihlah 7 tokoh yang dianggap mampu memberikan gambaran tentang Indonesia. Mereka juga dirasa bisa mewakili keberagaman tokoh pejuang lingkungan hidup dari berbagai suku dan agama yang ada di Indonesia.

“Kita sampaikan langkah positif untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan harapan ketika nonton setiap orang sudah lakukan langkah sendiri memang dibutuhkan film tentang perubahan lingkungan dan tiap film punya angle masing masing,” ujar Nicholas dalam jumpa pers gala premier film Semesta di XXI Epicentrum, Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/1).

Sutradara film Semesta Chairunnissa mengatakan film dokumenter ini diprediksi jadi film yang berbeda dengan film dokumenter yang lain. Tidak hanya karena keterlibatan orang-orang di belakang layar yang selama ini banyak terlibat dalam penggarapan film fiksi panjang di bioskop, tapi juga dari sudut pandang penceritaan.

"Kami sepakat membuat film tentang perubahan alam yang bukan sekadar mendokumentasikan, tapi juga ada cara bertutur yang puitis, dan ada story yang kami coba bangun dari setiap lokasi atau sosok ini," ujar Nissa sapaan akrab sang sutradara.

Menurut Nissa, banyak proses syuting yang menantang mereka. Terlebih, ketika mereka harus syuting di Papua. Mereka butuh waktu 2 hari untuk bisa mencapai lokasi tersebut. Di Papua, mereka mengangkat tokoh Soraya Cassandra dan mama Almina Kacili sebagai perwakilan kaum urban dan masyarakat daerah dengan tema gender balance.

“Ketika riset ada gender balance, tak mudah menemukan pemuka agama perempuan. Makanya, kami angkat Soraya Cassandra dan mama Almina Kacili dipapua. Kami coba menyorot masalah perubahan iklim ini dimana kota urban dan daerah punya struggle. Semoga ada diskusi kecil dihati dan pikiran teman untuk terus belajar dan film ini bisa diterima dengan baik,” ucap Nissa.

Film Semesta ini merangkai kisah 7 sosok inspiratif dari 7 provinsi di Indonesia dalam memerangi dampak perubahan iklim. Film ini juga menyajikan keindahan alam Indonesia mulai dari titik ujung barat, yakni Desa Pameu, Aceh, hingga menuju bagian ujung timur Indonesia, tepatnya di Kampung Kapatcol, Papua. Rangkaian kisah mereka yang merawat alam Indonesia ini akan mengajak kita semua untuk ikut berperan dalam meminimalkan dampak perubahan iklim melalui langkah kecil yang bisa kita lakukan masing-masing.

Film Semesta ini diharapkan tak hanya menjadi pengingat sementara, tapi juga memantik gerakan menjaga dan memelihara alam yang berkesinambungan untuk generasi masa depan. Film ini akan tayang secara terbatas di Indonesia pada 30 Januari. Sementara, Semesta juga masuk seleksi untuk diputar di Suncine International Environmental Film Festival yang berlangsung di Barcelona, Spanyol, tahun lalu.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5612 seconds (0.1#10.140)