Awali Karier sebagai Pengamen, Didi Kempot Terus 'Naik Kelas'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Didi Kempot bukanlah nama baru di blantika musik Indonesia. Selama 30 tahun, dia telah malang melintang memamerkan karya-karyanya yang dikenal penggemarnya di seluruh penjuru negeri ini. Tema-tema patah hati yang menghiasi sebagian besar lagunya membuatnya dikenal sebagai Godfather of Broken Heart. Di mata penggemarnya, dia sering disebut sebagai Lord Didi.
Pemilik nama Dionisius Prasetyo ini tentu tidak mencapai kesuksesan yang dia genggam sekarang dengan mudah. Didi harus jatuh bangun membangun kariernya dari penyanyi jalanan hingga akhirnya menjadi seorang penyanyi yang tiap konsernya dipadati banyak penonton. Didi juga telah menjelma menjadi sosok legenda music Tanah Air.
Sepanjang kariernya, Didi telah beberapa kali memenangkan AMI Awards. Tahun ini, dia meraih Lifetime Achievement dari Billboard Indonesia Music Awards 2020. Pada Juli mendatang, dia telah dijadwalkan untuk menggelar konser untuk merayakan 30 tahun perjalanan kariernya di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, dengan tema Ambyar Tak Jogeti. Konser ini tentu sudah sangat dinantikan para penggemarnya.
Sayang, keinginan Sobat Ambyar—sebutan untuk fans berat Didi—untuk menyaksikan aksi Didi di GBK harus pupus. Pada 5 Mei 2020, Didi mengembuskan napas terakhirnya di RS Kasih Ibu, Solo, akibat serangan jantung.
Konser itu sejatinya akan menyajikan fasilitas berstandar artis internasional itu turut menghadirkan penyanyi lagu daerah lainnya, seperti Victor Hutabarat dari Batak dan Yopie Latul dari Ambon. Didi Kempot yang dikenal dengan nuansa Jawanya akan berkolaborasi juga dengan dua penyanyi tersebut.
Didi mengawali kariernya sebagai pengamen. Pada tahun 80an, dia hijrah dari Solo ke Jakarta dan menjadi anggota Kelompok Pengamen Trotoar atau disingkat Kempot. Dari situlah, dia kemudian dikenal dengan nama Didi Kempot. Kepiawaiannya bermusik membuat Musica Studio’s meliriknya. Saat berada di bawah label besar itulah, Didi merilis single Cidro.
Lagu Cidro yang terinspirasi dari jalinan asmaranya yang gagal ini menyentuh begitu banyak orang. Tak heran jika sampai sekarang, Didi masih sering menyanyikan lagu itu ketika berada di atas panggung. Namun, saat itu, lagu ini tidak meledak di Indonesia. Malahan, lagu Cidro terkenal di Belanda dan Suriname. Inilah yang kemudian membawa Didi untuk kali pertama terbang ke luar negeri memamerkan karyanya.
"Saya nyanyi satu lagu judulnya Cidro, saat itu di Indonesia kurang terkenal. Ternyata ada turis dari Suriname, dan dia domisili Belanda sana, kemudian lagu saya diputar di salah satu radio di Amsterdam, dan lagu itu digemari sekali," kenang Didi saat tampil di acara konferensi pers konser 30 tahun perjalanan kariernya di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Sejak saat itu, tahun 1993, saya mulai mondar mandir Jakarta-Belanda-Suriname, itu sangat menyenangkan sekali," kata Didi yang tidak pernah menyangka bahwa seorang pengamen jalanan bisa dikenal di belahan dunia lain.
Perjalanan karier Didi terus menanjak pada era 90an. Dia mulai bisa tampil di luar negeri. Suriname hingga benua Eropa pun dia jelajahi. Pada 1996, dia bahkan rekaman di Rotterdam, Belanda. Di negara itulah, dia melahirkan lagu Layang Kangen. Pada 1998, Didi pulang ke Indonesia. Setahun kemudian, dia menggebrak blantika musik dengan merilis lagu Stasiun Balapan.
Nama Didi di genre musik campursari pun kian berkibar di era 2000an. Setiap lagu yang dia tulis dan rilis selalu mendapatkan sambutan luar biasa bagi para penikmat musik genre ini. Tiap kali tampil di panggung-panggung musik di daerah, penontonnya selalu menyemut. Mereka pun turut bernyanyi dan merasakan derita luar biasa dengan lagu-lagu patah hati yang menjadi ciri khasnya.
Kini, di era menjelang 2020, nama Didi pun kian meroket. Karya-karyanya kini tak hanya dinikmati mereka penyuka musik campursari dengan lagu yang berlirik bahasa Jawa. Generasi milenial masa kini pun mulai menyukai lagu-lagu Didi. Bahkan, mereka yang awalnya tidak paham bahasa Jawa, turut menyukai lagu-lagunya.
Ini membuat keberadaan Didi pun kian didambakan banyak orang. Didi kini tak lagi tampil di panggung biasa. Popularitasnya di kalangan milenial membuat Didi ‘naik kelas.’ Jika dulu tiket konsernya tergolong murah meriah, kini, tiket konsernya bisa mencapai jutaan rupiah.
Melihat itu semua, Didi pun sangat bersyukur. Pria berjuluk Lord Didi itu mengungkapkan apa yang terjadi pada dirinya saat ini, tidak hanya dirasakannya sendiri, tapi juga turut membuat bangga seniman tradisional seluruh Indonesia.
"Ya, ini kebangaan buat seniman tradisional seluruh Indonesia, ternyata kita dikasih kesempatan juga untuk bernyanyi di panggung semewah ini," kata Didi di Studio RCTI+, Kebon Jeruk, Jakarta, akhir tahun lalu.
Lebih lanjut, adik kandung pelawak Mamiek Prakoso dari Srimulat itu merasa beruntung sebagai penyanyi campursari, dirinya tetap bisa eksis dan semakin digemari banyak orang. "Ya, kalau sementara ini kan saya tetap eksis di dalam apa yang saya tekuni. Jadi buat kami ini suatu keberuntungan atau memang ini harus dikisahkan ke saya pada saat itu," kata dia.
Sebagai seniman, Didi tetap berkarya tanpa melihat tren atau zaman saat ini. Dirinya tidak mau berdiam diri. Karena itu, berkat kerja kerasnya, saat ini pria yang dipanggil sebagai Godfather of Broken Heart itu menjadi perbincangan banyak orang hingga digemari penikmat musik berbagai usia, khususnya anak muda. Penggemar Didi kini menyebut diri mereka sebagai Sobat Ambyar.
"Bahwa seni tidak ada batas umur kalau kita berkarya terus, Insya Allah pasti bisa diterima," tutur pelantun Sewu Kutha ini.
Penyanyi kelahiran Surakarta, 31 Desember 1966 ini pun berterima kasih pada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya penggemar Sobat Ambyar dan kalangan milenial yang begitu mengapresiasi karya-karyanya. Dia pun berharap konser ini menjadi wadah temu kangen dengan para penggemar yang setia mendukung untuk terus berkarya.
"Sepanjang saya berkarya, ada banyak momen tak terlupakan. Salah satunya adalah saat saya bernyanyi dan penonton ikut menyanyi, berjoget, bahkan menangis, menghayati lagu-lagu saya. Terima kasih buat apresiasi untuk 30 tahun karier saya," kata Didi.
Didi adalah salah satu penulis lagu paling aktif di Indonesia. Sepanjang kariernya, dia telah menulis ratusan lagu. Sebagian besar lagu-lagu itu bertema patah hati dan dikenal para penggemarnya. Selain Cidro, Sewu Kutha, Stasiun Balapan, Didi juga dikenal telah menelurkan hit seperti Sri Minggat, Jambu Alas, Suket Teki, Terminal Tirtonadi, Banyu Langit, Cendol Dawetdan lain-lain. Penampilannya pun kini senantiasa dinantikan para Sobat Ambyar ini. Dan, Didi pun jarang mengecewakan mereka. Setiap kali tampil, dia selalu sukses meng-ambyar-kan para penggemarnya ini.
Sugeng Tindak, Mas Didi Kempot …
(Deslita Krissanta)
Pemilik nama Dionisius Prasetyo ini tentu tidak mencapai kesuksesan yang dia genggam sekarang dengan mudah. Didi harus jatuh bangun membangun kariernya dari penyanyi jalanan hingga akhirnya menjadi seorang penyanyi yang tiap konsernya dipadati banyak penonton. Didi juga telah menjelma menjadi sosok legenda music Tanah Air.
Sepanjang kariernya, Didi telah beberapa kali memenangkan AMI Awards. Tahun ini, dia meraih Lifetime Achievement dari Billboard Indonesia Music Awards 2020. Pada Juli mendatang, dia telah dijadwalkan untuk menggelar konser untuk merayakan 30 tahun perjalanan kariernya di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, dengan tema Ambyar Tak Jogeti. Konser ini tentu sudah sangat dinantikan para penggemarnya.
Sayang, keinginan Sobat Ambyar—sebutan untuk fans berat Didi—untuk menyaksikan aksi Didi di GBK harus pupus. Pada 5 Mei 2020, Didi mengembuskan napas terakhirnya di RS Kasih Ibu, Solo, akibat serangan jantung.
Konser itu sejatinya akan menyajikan fasilitas berstandar artis internasional itu turut menghadirkan penyanyi lagu daerah lainnya, seperti Victor Hutabarat dari Batak dan Yopie Latul dari Ambon. Didi Kempot yang dikenal dengan nuansa Jawanya akan berkolaborasi juga dengan dua penyanyi tersebut.
Didi mengawali kariernya sebagai pengamen. Pada tahun 80an, dia hijrah dari Solo ke Jakarta dan menjadi anggota Kelompok Pengamen Trotoar atau disingkat Kempot. Dari situlah, dia kemudian dikenal dengan nama Didi Kempot. Kepiawaiannya bermusik membuat Musica Studio’s meliriknya. Saat berada di bawah label besar itulah, Didi merilis single Cidro.
Lagu Cidro yang terinspirasi dari jalinan asmaranya yang gagal ini menyentuh begitu banyak orang. Tak heran jika sampai sekarang, Didi masih sering menyanyikan lagu itu ketika berada di atas panggung. Namun, saat itu, lagu ini tidak meledak di Indonesia. Malahan, lagu Cidro terkenal di Belanda dan Suriname. Inilah yang kemudian membawa Didi untuk kali pertama terbang ke luar negeri memamerkan karyanya.
"Saya nyanyi satu lagu judulnya Cidro, saat itu di Indonesia kurang terkenal. Ternyata ada turis dari Suriname, dan dia domisili Belanda sana, kemudian lagu saya diputar di salah satu radio di Amsterdam, dan lagu itu digemari sekali," kenang Didi saat tampil di acara konferensi pers konser 30 tahun perjalanan kariernya di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Sejak saat itu, tahun 1993, saya mulai mondar mandir Jakarta-Belanda-Suriname, itu sangat menyenangkan sekali," kata Didi yang tidak pernah menyangka bahwa seorang pengamen jalanan bisa dikenal di belahan dunia lain.
Perjalanan karier Didi terus menanjak pada era 90an. Dia mulai bisa tampil di luar negeri. Suriname hingga benua Eropa pun dia jelajahi. Pada 1996, dia bahkan rekaman di Rotterdam, Belanda. Di negara itulah, dia melahirkan lagu Layang Kangen. Pada 1998, Didi pulang ke Indonesia. Setahun kemudian, dia menggebrak blantika musik dengan merilis lagu Stasiun Balapan.
Nama Didi di genre musik campursari pun kian berkibar di era 2000an. Setiap lagu yang dia tulis dan rilis selalu mendapatkan sambutan luar biasa bagi para penikmat musik genre ini. Tiap kali tampil di panggung-panggung musik di daerah, penontonnya selalu menyemut. Mereka pun turut bernyanyi dan merasakan derita luar biasa dengan lagu-lagu patah hati yang menjadi ciri khasnya.
Kini, di era menjelang 2020, nama Didi pun kian meroket. Karya-karyanya kini tak hanya dinikmati mereka penyuka musik campursari dengan lagu yang berlirik bahasa Jawa. Generasi milenial masa kini pun mulai menyukai lagu-lagu Didi. Bahkan, mereka yang awalnya tidak paham bahasa Jawa, turut menyukai lagu-lagunya.
Ini membuat keberadaan Didi pun kian didambakan banyak orang. Didi kini tak lagi tampil di panggung biasa. Popularitasnya di kalangan milenial membuat Didi ‘naik kelas.’ Jika dulu tiket konsernya tergolong murah meriah, kini, tiket konsernya bisa mencapai jutaan rupiah.
Melihat itu semua, Didi pun sangat bersyukur. Pria berjuluk Lord Didi itu mengungkapkan apa yang terjadi pada dirinya saat ini, tidak hanya dirasakannya sendiri, tapi juga turut membuat bangga seniman tradisional seluruh Indonesia.
"Ya, ini kebangaan buat seniman tradisional seluruh Indonesia, ternyata kita dikasih kesempatan juga untuk bernyanyi di panggung semewah ini," kata Didi di Studio RCTI+, Kebon Jeruk, Jakarta, akhir tahun lalu.
Lebih lanjut, adik kandung pelawak Mamiek Prakoso dari Srimulat itu merasa beruntung sebagai penyanyi campursari, dirinya tetap bisa eksis dan semakin digemari banyak orang. "Ya, kalau sementara ini kan saya tetap eksis di dalam apa yang saya tekuni. Jadi buat kami ini suatu keberuntungan atau memang ini harus dikisahkan ke saya pada saat itu," kata dia.
Sebagai seniman, Didi tetap berkarya tanpa melihat tren atau zaman saat ini. Dirinya tidak mau berdiam diri. Karena itu, berkat kerja kerasnya, saat ini pria yang dipanggil sebagai Godfather of Broken Heart itu menjadi perbincangan banyak orang hingga digemari penikmat musik berbagai usia, khususnya anak muda. Penggemar Didi kini menyebut diri mereka sebagai Sobat Ambyar.
"Bahwa seni tidak ada batas umur kalau kita berkarya terus, Insya Allah pasti bisa diterima," tutur pelantun Sewu Kutha ini.
Penyanyi kelahiran Surakarta, 31 Desember 1966 ini pun berterima kasih pada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya penggemar Sobat Ambyar dan kalangan milenial yang begitu mengapresiasi karya-karyanya. Dia pun berharap konser ini menjadi wadah temu kangen dengan para penggemar yang setia mendukung untuk terus berkarya.
"Sepanjang saya berkarya, ada banyak momen tak terlupakan. Salah satunya adalah saat saya bernyanyi dan penonton ikut menyanyi, berjoget, bahkan menangis, menghayati lagu-lagu saya. Terima kasih buat apresiasi untuk 30 tahun karier saya," kata Didi.
Didi adalah salah satu penulis lagu paling aktif di Indonesia. Sepanjang kariernya, dia telah menulis ratusan lagu. Sebagian besar lagu-lagu itu bertema patah hati dan dikenal para penggemarnya. Selain Cidro, Sewu Kutha, Stasiun Balapan, Didi juga dikenal telah menelurkan hit seperti Sri Minggat, Jambu Alas, Suket Teki, Terminal Tirtonadi, Banyu Langit, Cendol Dawetdan lain-lain. Penampilannya pun kini senantiasa dinantikan para Sobat Ambyar ini. Dan, Didi pun jarang mengecewakan mereka. Setiap kali tampil, dia selalu sukses meng-ambyar-kan para penggemarnya ini.
Sugeng Tindak, Mas Didi Kempot …
(Deslita Krissanta)
(alv)