Konsumsi Kue Lebaran Berlebihan Dapat Menurunkan Kekebalan Tubuh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mendekati Hari Raya Idul Fitri saat ini, masyarakat mulai ramai berbelanja atau membuat sendiri kue-kue lebaran dengan berbagai jenis dan rasa.
Ada yang bertujuan untuk langsung dikonsumsi dan ada yang sekedar untuk stock/persediaan kue lebaran di Hari Raya. Mulai bermunculan juga tawaran-tawaran parsel lebaran dengan berbagai isian kue, coklat dan jenis snack manis lainnya. Apapun namanya, umumnya kue lebaran memiliki karakter yang manis, tinggi kalori, minim serat dan kandungan zat gizi mikro.
Bagaimana relevansinya dengan masa pandemi yang sekarang kita hadapi? Adakah kaitan antara potensi meningkatnya konsumsi kue lebaran nanti selepas Ramadhan dengan peningkatan risiko terinfeksi SARS-Cov-2 (severe acute respiratory syndrome-coronavirus 2) virus penyebab Covid-19, di tengah pandemi ini?
“Makanan tinggi kandungan gula dan kalori meningkatkan risiko terjadinya stres oksidatif dalam tubuh. Stres oksidatif adalah keadaan di mana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya,” kata Nadiyah, S.Gz, M.Si, CSRS, Dosen Program Studi Gizi Universitas Esa Unggul.
“Kue lebaran yang umum sekali dikonsumsi masyarakat salah satunya adalah kue nastar. Satu buah kue nastar (sekitar 5 gram) mengandung sekitar 26 kalori, dimana 65% nya adalah karbohidrat. Satu buah nastar mengandung gula hingga sekitar 5 gram. Bila mengkonsumsi nastar 10 buah, maka kalori yang diperoleh sebesar 260 kalori, melebihi kalori yang didapat dari 1 centong penuh nasi seberat 100 gram (180 kalori),” sambung dia.
Kue-kue lebaran merupakan makanan sumber karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi dan meningkatkan stres oksidatif. Perlu diketahui bahwa risiko terinfeksi SARS-Cov-2 meningkat pada orang yang mengalami stres oksidatif dalam tubuh. Stres oksidatif meningkatkan risiko terjadinya inflamasi dalam tubuh.
“Kue-kue lebaran yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah makanan sumber kalori dan hampir tidak mengandung serat sama sekali,” ujar dia.
Pola makan yang tinggi kalori tanpa diiringi dengan asupan serat yang cepat meningkatkan berat badan. Ditambah masa karantina mandiri di rumah sebagai salah satu upaya physical distancing umumnya menyebabkan kurangnya aktivitas fisik, apalagi tanpa diiringi olahraga rutin di rumah.
Temuan terbaru di beberapa Rumah Sakit di USA menunjukkan bahwa tidak hanya lansia yang dominan menjadi pasien Covid-19 di ruang ICU, ditemukan banyak pasien Covid-19 dengan usia lebih muda di ruang ICU.
Penelitian terhadap 265 pasien Covid-19 yang telah dipublikasikan di jurnal internasional Lancet menunjukkan bahwa rata-rata pasien Covid-19 yang lebih muda memiliki masalah kegemukan dan obesitas. Kegemukan dan obesitas sendiri menyebabkan prognosis yang buruk bagi pasien Covid-19.
“Penting untuk memantau berat badan secara periodik dalam menyikapi potensi meningkatknya konsumsi kue-kue manis secara berlebihan di Hari Idul Fitri dan kurangnya aktivitas fisik di masa karantina mandiri,” tutur Nadiyah.
Penelitian terkait respon imunitas terhadap makanan tinggi gula menunjukkan semua bentuk karbohidrat (pati atau gula) dapat mengurangi keefektifan sel darah putih dalam menghancurkan bakteri dan virus.
“Ketika imunitas tubuh rendah, maka tubuh mudah terinfeksi SARS-Cov-2 (virus dari Covid-19) yang menyerang sel limfosit T. Limfosit adalah salah satu jenis sel darah putih/leukosit yang ada dalam peredaran darah,” paparnya.
Sel darah putih berfungsi membantu melindungi tubuh terhadap penyakit dan melawan infeksi bakteri dan virus. Hasil penelitian, setelah puasa semalam kemudian konsumsi 100 gram karbohidrat (gula atau pati), menunjukkan semua bentuk karbohidrat (pati atau gula) mengurangi keefektifan sel darah putih dalam menghancurkan bakteri dan virus.
Leukocytic index (LI), yaitu ukuran seberapa banyak mikroorganisme yang dapat dimakan oleh satu sel leukosit dalam 1 jam, menurun hingga 50% dari kondisi awal puasa selama semalam. Dibutuhkan waktu lebih dari 5 jam untuk LI kembali menjadi normal. Sel leukosit/darah putih akan terus tertekan dan tidak dapat melakukan kerjanya menghancurkan virus dengan optimal bila terus menerus atau secara berlebihan mengkonsumsi makanan tinggi pati atau gula, seperti konsumsi kue lebaran, yang banyak orang mengganggapnya sebagai makanan ringan yang dapat dimakan kapan saja tanpa menghitung jumlah porsi dan dapat dikonsumsi terus menerus.
Pada dasarnya, asupan karbohidrat penting dan bermanfaat untuk kebutuhan energi kita bila dikonsumsi sebagai bagian dari pola gizi seimbang. Karbohidrat bisa menjadi ‘racun’ jika dikonsumsi tidak sesuai dengan pola gizi seimbang.
Karbohidrat dapat berupa jenis gula sederhana/monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Gula sederhana seperti sukrosa (gula pasir) yang banyak digunakan untuk membuat kue-kue lebaran memiliki indeks glikemik yang tinggi.
Jenis polisakarida atau karbohidrat kompleks yang dapat menurunkan stres oksidatif adalah serat, yang dapat diperoleh dari serealia/biji-bijian utuh, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran.
“Jadi bijaklah dalam mengkonsumsi kue lebaran di tengah pandemi Covid-19, hitung dan batasi berapa buah kue yang anda makan, sajikan kacang-kacangan (tidak digoreng) dan buah-buahan sebagai makanan ringan di hari raya untuk mempertahankan dan meningkatkan imunitas tubuh Anda di tengah pandemic,” tutup Nadiyah.
Ada yang bertujuan untuk langsung dikonsumsi dan ada yang sekedar untuk stock/persediaan kue lebaran di Hari Raya. Mulai bermunculan juga tawaran-tawaran parsel lebaran dengan berbagai isian kue, coklat dan jenis snack manis lainnya. Apapun namanya, umumnya kue lebaran memiliki karakter yang manis, tinggi kalori, minim serat dan kandungan zat gizi mikro.
Bagaimana relevansinya dengan masa pandemi yang sekarang kita hadapi? Adakah kaitan antara potensi meningkatnya konsumsi kue lebaran nanti selepas Ramadhan dengan peningkatan risiko terinfeksi SARS-Cov-2 (severe acute respiratory syndrome-coronavirus 2) virus penyebab Covid-19, di tengah pandemi ini?
“Makanan tinggi kandungan gula dan kalori meningkatkan risiko terjadinya stres oksidatif dalam tubuh. Stres oksidatif adalah keadaan di mana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya,” kata Nadiyah, S.Gz, M.Si, CSRS, Dosen Program Studi Gizi Universitas Esa Unggul.
“Kue lebaran yang umum sekali dikonsumsi masyarakat salah satunya adalah kue nastar. Satu buah kue nastar (sekitar 5 gram) mengandung sekitar 26 kalori, dimana 65% nya adalah karbohidrat. Satu buah nastar mengandung gula hingga sekitar 5 gram. Bila mengkonsumsi nastar 10 buah, maka kalori yang diperoleh sebesar 260 kalori, melebihi kalori yang didapat dari 1 centong penuh nasi seberat 100 gram (180 kalori),” sambung dia.
Kue-kue lebaran merupakan makanan sumber karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi dan meningkatkan stres oksidatif. Perlu diketahui bahwa risiko terinfeksi SARS-Cov-2 meningkat pada orang yang mengalami stres oksidatif dalam tubuh. Stres oksidatif meningkatkan risiko terjadinya inflamasi dalam tubuh.
“Kue-kue lebaran yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah makanan sumber kalori dan hampir tidak mengandung serat sama sekali,” ujar dia.
Pola makan yang tinggi kalori tanpa diiringi dengan asupan serat yang cepat meningkatkan berat badan. Ditambah masa karantina mandiri di rumah sebagai salah satu upaya physical distancing umumnya menyebabkan kurangnya aktivitas fisik, apalagi tanpa diiringi olahraga rutin di rumah.
Temuan terbaru di beberapa Rumah Sakit di USA menunjukkan bahwa tidak hanya lansia yang dominan menjadi pasien Covid-19 di ruang ICU, ditemukan banyak pasien Covid-19 dengan usia lebih muda di ruang ICU.
Penelitian terhadap 265 pasien Covid-19 yang telah dipublikasikan di jurnal internasional Lancet menunjukkan bahwa rata-rata pasien Covid-19 yang lebih muda memiliki masalah kegemukan dan obesitas. Kegemukan dan obesitas sendiri menyebabkan prognosis yang buruk bagi pasien Covid-19.
“Penting untuk memantau berat badan secara periodik dalam menyikapi potensi meningkatknya konsumsi kue-kue manis secara berlebihan di Hari Idul Fitri dan kurangnya aktivitas fisik di masa karantina mandiri,” tutur Nadiyah.
Penelitian terkait respon imunitas terhadap makanan tinggi gula menunjukkan semua bentuk karbohidrat (pati atau gula) dapat mengurangi keefektifan sel darah putih dalam menghancurkan bakteri dan virus.
“Ketika imunitas tubuh rendah, maka tubuh mudah terinfeksi SARS-Cov-2 (virus dari Covid-19) yang menyerang sel limfosit T. Limfosit adalah salah satu jenis sel darah putih/leukosit yang ada dalam peredaran darah,” paparnya.
Sel darah putih berfungsi membantu melindungi tubuh terhadap penyakit dan melawan infeksi bakteri dan virus. Hasil penelitian, setelah puasa semalam kemudian konsumsi 100 gram karbohidrat (gula atau pati), menunjukkan semua bentuk karbohidrat (pati atau gula) mengurangi keefektifan sel darah putih dalam menghancurkan bakteri dan virus.
Leukocytic index (LI), yaitu ukuran seberapa banyak mikroorganisme yang dapat dimakan oleh satu sel leukosit dalam 1 jam, menurun hingga 50% dari kondisi awal puasa selama semalam. Dibutuhkan waktu lebih dari 5 jam untuk LI kembali menjadi normal. Sel leukosit/darah putih akan terus tertekan dan tidak dapat melakukan kerjanya menghancurkan virus dengan optimal bila terus menerus atau secara berlebihan mengkonsumsi makanan tinggi pati atau gula, seperti konsumsi kue lebaran, yang banyak orang mengganggapnya sebagai makanan ringan yang dapat dimakan kapan saja tanpa menghitung jumlah porsi dan dapat dikonsumsi terus menerus.
Pada dasarnya, asupan karbohidrat penting dan bermanfaat untuk kebutuhan energi kita bila dikonsumsi sebagai bagian dari pola gizi seimbang. Karbohidrat bisa menjadi ‘racun’ jika dikonsumsi tidak sesuai dengan pola gizi seimbang.
Karbohidrat dapat berupa jenis gula sederhana/monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Gula sederhana seperti sukrosa (gula pasir) yang banyak digunakan untuk membuat kue-kue lebaran memiliki indeks glikemik yang tinggi.
Jenis polisakarida atau karbohidrat kompleks yang dapat menurunkan stres oksidatif adalah serat, yang dapat diperoleh dari serealia/biji-bijian utuh, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran.
“Jadi bijaklah dalam mengkonsumsi kue lebaran di tengah pandemi Covid-19, hitung dan batasi berapa buah kue yang anda makan, sajikan kacang-kacangan (tidak digoreng) dan buah-buahan sebagai makanan ringan di hari raya untuk mempertahankan dan meningkatkan imunitas tubuh Anda di tengah pandemic,” tutup Nadiyah.
(tdy)